1. Bagaimana dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay
Afdeling Rajamandala Jawa Barat sebagai produsen kakao yang berkualitas? 2.
Bagaimana dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat?
3. Bagaimana pengaruh perubahan produktivitas, harga kakao, dan kurs rupiah
terhadap dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah dan latar belakang yang telah dijelaskan, maka penelitian ini memiliki tujuan sebagai berikut:
1. Menganalisis dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay
Afdeling Rajamandala Jawa Barat sebagai produsen kakao yang berkualitas. 2.
Menganalisis dampak kebijakan pemerintah terhadap dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat.
3. Menganalisis pengaruh perubahan produktivitas, harga kakao, dan kurs
rupiah terhadap dayasaing komoditas kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Jawa Barat?
1.4. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1.
Bagi PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala dalam upaya mempertahankan dan meningkatkan dayasaing kakao.
2. Bagi Penulis sebagai wahana penerapan ilmu yang telah diterima di bangku
kuliah. 3.
Bagi para pengambil keputusan dan para pelaku ekonomi dalam sektor perkebunan
khususnya komoditas
kakao sebagai
upaya untuk
merekomendasikan konsep pengembangan dayasaing komoditas kakao dalam menghadapi pasar internasional.
4. Bagi masyarakat akademik, penelitian ini dapat digunakan sebagai masukan
untuk meneliti lebih lanjut mengenai kondisi perdagangan kakao Indonesia di pasar domestik maupun internasional.
II TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Dayasaing
Penelitian mengenai dayasaing telah dilaksanakan oleh banyak pihak. Untuk mendapatkan jawaban dari pertanyaan penelitian terkait dengan dayasaing
dan dampak kebijakan pemerintah terhadap komoditas kakao, studi mengenai penelitian terdahulu penting untuk dilakukan. Adapun penelitian terdahulu yang
relevan dengan research question tersebut diantaranya adalah:
1 Irnawati 2008 yang membahas analisis dayasaing kakao di pasar
internasional.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa komoditas kakao Indonesia memiliki keunggulan komparatif dalam perdagangan internasional. Namun, keunggulan
komparatif komoditas kakao Indonesia masih lebih rendah dibandingkan dengan komoditas kakao Kamerun dan Nigeria yang produksi kakaonya di bawah
Indonesia. Selain itu, Indonesia masih tergolong sebagai negara yang menerima harga price taker bukan penentu harga price maker kakao. Menurut Irnawati
2008 hal tersebut terjadi karena Indonesia belum tergabung ke dalam organisasi kakao internasional International Cocoa Organization sehingga Indonesia
mendapatkan informasi yang lebih sedikit dalam melakukan kerjasama perdagangan. Berbeda dengan Kamerun dan Nigeria yang produksinya lebih
rendah tetapi mampu menentukan harga jual kakao karena sudah tergabung dalam organisasi kakao internasional tersebut.
Berdasarkan analisis yang dilakukan, kakao Indonesia dinilai masih berdayasaing lemah karena adanya berbagai kendala. Kendala tersebut
diantaranya adalah rendahnya kualitas kakao karena belum memenuhi standar internasional, bibit bermutu rendah, penanganan pascapanen yang tidak memadai
terutama fermentasi, rendahnya kualitas sumberdaya manusia, kurangnya daya dukung sarana infrastruktur, dan kurangnya peran industri terkait. Kebijakan
pemerintah terhadap komoditas kakao juga telah diupayakan namun belum dapat dilihat dampaknya terkait dengan masih berjalannya program kebijakan tersebut.
Kebijakan pemerintah dalam rangka mendukung dayasaing komoditas kakao nasional baik dari keunggulan komparatif maupun kompetitifnya antara lain
peningkatan produktivitas melalui program intensifikasi tanaman terutama dalam
pengadaan bibit dan penggunaan bibit kakao unggul, pelatihan dan pendampingan petani dalam rangka pencegahan meluasnya serangan hama PBK, dan kebijakan
pemantapan infrastruktur di wilayah pengembangan kakao. Penelitian tentang kakao yang dilakukan oleh Irnawati 2008 belum dapat
menjelaskan alasan Indonesia yang masih belum tergabung dalam organisasi kakao internasional. Dayasaing komoditas kakao juga dinilai lemah karena
kualitas kakao Indonesia yang dinilai rendah utamanya disebabkan oleh bibit yang berkualitas rendah padahal rendahnya kualitas kakao Indonesia terutama
disebabkan oleh budidaya dan pascapanen yang kurang memadai terutama dalam kegiatan fermentasi. Kegiatan fermentasi inilah yang masih dilakukan kurang
sempurna oleh perkebunan rakyat sebagai mayoritas produsen kakao Indonesia. Fermentasi menentukan kualitas karena dalam kegiatan fermentasi inilah kakao
dibentuk cita rasa yang khas. Oleh karena itu, tinggi rendahnya kualitas kakao identik dengan fermentasi.
2 Arleen 2006 yang membahas mengenai analisis faktor-faktor yang
memengaruhi ekspor kakao Indonesia.
Kakao merupakan komoditas perkebunan yang diunggulkan sebagai produk ekspor. Peningkatan nilai ekspor kakao setiap tahunnya merupakan suatu peluang
yang sangat besar yang dapat membawa perekonomian Indonesia ke arah yang lebih baik terkait dengan sumber devisa negara. Hasil analisis menunjukkan
bahwa sebesar 86,5 persen perubahan volume ekspor kakao Indonesia dapat dijelaskan oleh faktor-faktor yang diamati yaitu ketersediaan produk kakao, harga
domestik kakao, harga dunia kakao, dan nilai tukar rupiah terhadap mata uang Dollar. Ketersediaan produk kakao berpengaruh positif terhadap ekspor kakao,
yang berarti peningkatan yang terjadi terhadap ketersediaan produk kakao akan meningkatkan ekspor kakao. Peningkatan harga domestik kakao akan menurunkan
volume ekspor kakao. Dengan kata lain, ketika harga domestik kakao naik maka minat produsen untuk menjual kakao pada pasar dalam negeri akan meningkat
sedangkan ekspor menurun. Berbeda dengan harga domestik, harga dunia justru memiliki pengaruh yang positif terhadap volume ekspor kakao Indonesia. Faktor
nilai tukar pun berpengaruh positif terhadap ekspor kakao yang berarti
peningkatan nilai tukar rupiah terhadap dollar akan meningkatkan volume ekspor kakao.
Terkait dengan perdagangan kakao di pasar internasional, kebijakan pemerintah sangat diperlukan. Jika kebijakan pemerintah yaitu pungutan ekspor
kakao dikelola dengan baik, banyak manfaat yang dapat diperoleh. Pungutan ekspor tersebut dapat dimanfaatkan untuk memperbaiki lahan tanaman kakao,
pengadaan bibit unggul, pemberantasan hama, penanganan pascapanen, serta program riset dan pengembangan lainnya yang dapat meningkatkan kualitas
kakao. Penelitian yang dilakukan oleh Arleen 2008 ini masih belum dilakukan
secara komprehensif mengingat faktor yang dianalisis pengaruhnya terhadap ekspor kakao masih belum menyeluruh. Faktor kualitas kakao dalam negeri dan
jumlah permintaan pasar domestik ataupun dunia juga merupakan faktor yang sebaiknya juga dianalisis karena akan memengaruhi volume ekspor kakao
Indonesia. Penelitian ini berkaitan dengan dayasaing karena pangsa pasar merupakan salah satu dari indikatornya. Jika pangsa pasar suatu komoditas
meningkat berarti dayasaing komoditas itu meningkat.
3 Yunita 2006 membahas mengenai analisis faktor-faktor yang
memengaruhi aliran perdagangan biji kakao Indonesia.
Produksi kakao Indonesia dari tahun ke tahun mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya luas areal perkebunan kakao. Biji kakao merupakan produk
kakao yang volume ekspornya paling besar setiap tahunnya. Namun, perkembangan volume dan nilai ekspor biji kakao Indonesia masih berfluktuasi
karena dipengaruhi oleh faktor-faktor tertentu yang berasal dari dalam dan luar negeri.
Berdasarkan analisis yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa faktor yang berpengaruh nyata terhadap volume ekspor biji kakao Indonesia, diantaranya
adalah populasi negara tujuan, jarak negara tujuan dengan Indonesia, nilai tukar negara tujuan terhadap US Dollar, dan kualitas biji kakao Indonesia.
Pada dasarnya volume ekspor biji kakao Indonesia akan meningkat dan diterima oleh negara Improtir kakao jika kualitas kakao Indonesia terjamin.
Akhirnya aliran pergadangan maupun kegiatan ekspor suatu komoditas khususnya
kakao akan bermuara pada bagaimana dayasaing komoditas tersebut dipandang dalam segi keunggulan komparatif maupun kompetitifnya.
Penelitian yang dilakukan oleh Yunita berkaitan dengan dayasaing karena aliran perdagangan kakao terutama ekspor berkaitan dengan pangsa pasar yang
merupakan salah satu indikator dayasaing. Selain itu, volume perdagangan dapat melihat dayasaing dari sisi keunggulan komparatifnya.
4 Meryana 2007 menganalisis dayasaing kopi Robusta Indonesia di pasar
kopi Internasional.
Perkebunan merupakan subsektor pertanian yang berperan penting dalam perekonomian negara. Berdasarkan hasil penelitian, kopi Robusta Indonesia
memiliki keunggulan komparatif walaupun dayasaingnya masih lebih rendah jika dibandingkan dengan negara Pantai Gading dan Uganda. Keunggulan kompetitif
industri kopi Robusta Indonesia menunjukkan bahwa faktor sumberdaya, kondisi permintaan domestik, dan struktur kopi domestik mendukung komoditas ini
untuk berkembang terutama dengan adanya dukungan oleh pemerintah dan adanya faktor kesempatan. Permasalahan yang terjadi adalah masih rendahnya
kualitas kopi, produktivitas lahan, sumberdaya modal, sumberdaya infrastrukrur, dan tidak insentifnya harga.
Keunggulan komparatif kopi Robusta nasional perlu ditingkatkan melalui peningkatan nilai ekspor sehingga dapat memperbesar kontribusi terhadap
penerimaan devisa. Salah satu upaya nyata yang dapat dilakukan adalah berupaya untuk keluar dari predikat negara pengekspor biji kopi menjadi negara pengekpor
kopi olahan. Keunggulan kompetitif ditingkatkan melalui perbaikan budidaya dan penggunaan infrastuktur yang pada akhirnya dapat menghasilkan biji kopi
berkualitas terbaik. Kopi robusta merupakan komoditas perkebunan andalan. Penelitian menge-
nai dayasaing kopi robusta penting untuk dikaji karena ada asumsi bahwa dayasaing komoditas kakao sebagai komoditas perkebunan Indonesia lainnya
tidak akan jauh berbeda dengan dayasaing kopi robusta.
2.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Dampak Kebijakan Pemerintah