6.3.2. Pelemahan nilai mata uang rupiah Depresiasi sebesar 10 persen.
Pelemahan nilai mata uang rupiah terhadap mata uang asing dalam hal ini US Dollar, akan mengakibatkan berubahnya harga output kakao dan harga input
tradable pada harga sosial seperti pada skenario pertama. Namun perubahan yang
terjadi adalah meningkatnya harga kakao yang pada awalnya Rp 19,819.42 berubah menjadi Rp 21,801.37 dan juga kenaikan harga input pada pupuk Urea,
TSP, dan KCL. Tabel 22 menunjukkan tabulasi PAM saat terjadi depresiasi nilai Rupiah sebesar 10 persen Skenario 2.
Tabel 22. Tabulasi PAM Skenario Pelemahan Nilai Tukar Rupiah 10 Persen
KOMPONEN Penerimaan
Biaya Keuntungan
Tradable Faktor
PRIVAT 129,294,567.60
60,251,878.00 63,306,333.10
5,736,356.50 SOSIAL
117,449,946.13 48,029,464.90
59,378,339.20 10,042,142.03
DIVERGENSI 11,844,621.47
12,222,413.10 3,927,993.90
-4,305,785.53
Depresiasi nilai rupiah akan mengakibatkan pengusahaan komoditas kakao di perkebunan afdeling Rajamandala tetap memiliki dayasaing baik itu dinilai dari
keunggulan kompetitif maupun komparatifnya. Hal ini dilihat dari nilai PCR dan DRC yaitu 0.92 dan 0.86 Tabel 20. Walaupun kondisi dayasaing komoditas
kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala ini menjadi lebih baik dengan adanya skenario depresiasi, namun kebijakan pemerintah menjadi tidak efektif atau tidak
melindungi perkebunan Afdeling Rajamandala yang terlihat dari nilai koefisien proteksi efektif EPC sebesar 0.99. Hal ini juga mengindikasikan bahwa
perkebunan afdeling Rajamandala akan sedikit memperoleh manfaat subsidi akibat kebijakan pemerintah.
Berkebalikan dengan skenario 1 yaitu apresiasi nilai tukar rupiah, skenario depresiasi justru memperlihatkan kondisi dayasaing kakao di perkebunan
Afdeling Rajamandala menjadi semakin tinggi padahal kondisi ekonomi yang terjadi justru semakin buruk. Hal ini seharusnya disikapi dengan upaya yang sama
seperti pada skenario apresiasi yaitu menjalin kontrak kerjasama dengan negara importir kakao. Dengan demikian, faktor kurs mata uang yang fluktuatif tidak
akan menyebabkan penurunan dayasaing atau penurunan keuntungan
pengusahaan kakao di perkebunan afdeling Rajamandala. 6.3.3.
Penurunan Produksi Sebesar 10 persen
Penetapan skenario penurunan produksi ditetapkan berdasarkan fakta yang pernah dialami oleh perkebunan afdeling Rajamandala. Penurunan produksi mulai
terjadi saat tanaman kakao memasuki usia di atas 25 tahun. Tabel 23 menunjukkan tabulasi PAM saat terjadi penurunan produksi sebesar 10 persen
Skenario 3.
Tabel 23. Tabulasi PAM Skenario Penurunan Produksi 10 persen
KOMPONEN Penerimaan
Biaya Keuntungan
tradable faktor
PRIVAT 116,365,110.80
60,251,878.00 63,306,333.10
-7,193,100.30 SOSIAL
96,095,375.21 44,853,866.70
58,901,999.50 -7,660,490.99
DIVERGENSI 20,269,735.59
15,398,011.30 4,404,333.60
467,390.69
Hasil yang diperoleh dengan penetapan skenario ini adalah komoditas kakao menjadi tidak memiliki dayasaing baik dari sisi keunggulan komparatif
maupun kompetitifnya. Hal ini dilihat dari nilai PCR dan DRC yaitu 1.13 dan 1.15 Tabel 20. Dengan kata lain, komoditas kakao khususnya di lokasi penelitian
akan menjadi tidak layak untuk diusahakan jika skenario ini terjadi. Hal ini terlihat juga dari keuntungan privat dan sosial yang sama-sama menghasilkan nilai
negatif yaitu Rp 7,193,100.30 dan Rp 7,660,490.99. Oleh karena itu, jika skenario ini terjadi secara universal kebutuhan domestik kakao Indonesia akan lebih baik
dipenuhi dengan cara impor dibandingkan dengan memproduksi di dalam negeri karena jika diupayakan di dalam negeri, pengusahaan kakao akan membutuhkan
biaya sumberdaya domestiknya sebesar 115 persen terhadap biaya impor yang dibutuhkan.
Peran dan kebijakan pemerintah sangat penting untuk dapat mengantisipasi terjadinya penurunan produktivitas kakao khususnya di
perkebunan Afdeling Rajamandala. Salah satunya adalah dengan cara memberikan subsidi pupuk tradable yang saat ini justru dikenakan pajak.
Kebijakan pemerintah terhadap pupuk ini penting mengingat pupuk merupakan
salah satu faktor yang dapat meningkatkan produktivitas tanaman kakao dari segi kualitas dan kuantitasnya.
6.3.4. Peningkatan Produksi Kakao Sebesar 10 persen.