dibandingkan tanpa adanya kebijakan. Sebaliknya, nilai PC lebih dari satu berarti kebijakan pemerintah mengakibatkan keuntungan yang diterima
oleh produsen lebih besar.
e Rasio Subsidi bagi Produsen SRP
L Transfer Bersih
SRP = =
H Keuntungan Sosial
Nilai SRP yang negatif menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih
kecil dari biaya imbangan untuk berproduksi. Sebaliknya, nilai SRP yang positif menunjukkan kebijakan pemerintah yang berlaku selama ini
menyebabkan produsen mengeluarkan biaya produsen lebih besar dari biaya imbangan untuk berproduksi.
3.1.4. Harga Bayangan Social Opportunity Cost
Harga bayangan adalah harga yang akan menghasilkan alokasi sumberdaya terbaik sehingga akan memberikan pendapatan nasional tertinggi
Pearson et al. 2005. Kondisi biaya imbangan sama dengan harga pasar akan sangat sulit ditemukan maka untuk memperoleh nilai yang mendekati biaya
imbangan atau harga sosial, perlu dilakukan penyesuaian terhadap harga pasar yang berlaku Gittinger 1986. Alasan penggunaan harga bayangan adalah sebagai
berikut: 1.
Harga bayangan tidak mencerminkan korbanan yang dikeluarkan jika sumber daya tersebut dipakai untuk kegiatan lainnya.
2. Harga yang berlaku di pasar tidak menunjukkan apa yang sebenarnya
diperolah masyarakat melalui suatu produksi dari aktivitas tersebut. Penentuan harga dasar yang terjadi belum tentu dapat dipakai langsung
dalam analisis ekonomi karena tidak mencerminkan biaya imbangan sosial opportunity cost. Suatu komoditas akan mempunyai biaya imbangan sama
dengan biaya pasar jika berada pada pasar persaingan sempurna sehingga. Oleh karena itu, untuk memperoleh suatu nilai yang mendekati nilai biaya imbangan
sosial diperlukan penyesuaian.
Penyesuaian menggunakan acuan seperti yang dilakukan Gittinger 1986. Dalam penelitian terhadap pengusahaan komoditas terdapat komponen input yang
berasal bukan dari domestik. Berdasarkan perhitungan tersebut digunakan pendekatan CIF Cost Insurance and Freight yang berarti bahwa biaya tataniaga
dari produksi ditiadakan sehingga hanya menekankan harga perbatasan untuk output yang diimpor.
3.1.5. Analisis Sensitivitas
Analisis sensitivitas bertujuan untuk melihat bagaimana perubahan faktor produktivitas, harga kakao, dan kurs mata uang rupiah terhadap dayasaing
komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala. Menurut Kadariah 1988, analisis sensitivitas dilakukan dengan cara : 1 Mengubah besarnya faktor-faktor
yang penting, masing-masing terpisah atau beberapa dalam kombinasi dengan suatu persentase dan menentukan seberapa besar kepekaan hasil perhitungan
terhadap perubahan-perubahan tersebut, 2 Menentukan seberapa besar faktor yang berubah sehingga hasil perhitungan membuat proyek tidak dapat diterima.
Analisis sensitivitas membantu menentukan unsur-unsur kritikal yang berperan dalam menentukan hasil proyek. Analisis sensitivitas mengubah suatu
faktor kemudian menentukan pengaruh dari perubahan tersebut terhadap hasil analisis. Kelemahan dari analisis sensitivitas adalah :
1. Tidak digunakan untuk pemilihan proyek karena merupakan analisis parsial
yang hanya mengubah satu parameter pada saat tertentu. 2.
Hanya mencatat apa yang terjadi jika faktor berubah-ubah dan bukan untuk
menentukan layak atau tidaknya suatu proyek.
Analisis sensitivitas dilakukan untuk menjawab pertanyaan penelitian yang ketiga. Analisis ini juga dilakukan karena metode sebelumnya yaitu Policy
Analysis Matrix hanya memberlakukan satu tingkat harga padahal dalam keadaan
sebenarnya tingkat harga yang berlaku untuk input dan output sangat variatif. Oleh karena itu, analisis sensitivitas penting untuk dilakukan.
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Konsumsi makanan dan minuman cokelat sebagai hasil olahan kakao pada era milenium juga tidak lagi didomonasi oleh kalangan tertentu, tetapi sudah
menjadi sangat umum oleh segala lapisan masyarakat khususnya anak-anak dan kaum muda. Hal ini menunjukkan adanya perkembangan prospek pasar makanan
dan minuman cokelat. Peningkatan kesejahteraan masyarakat menjadi salah satu faktor pendorong berubahnya pola konsumsi masyarakat terhadap produk cokelat
tersebut. Berbagai produk makanan dan minuman cokelat tersebut berasal dari buah kakao. Oleh karena itu, pengusahaan komoditas kakao menjadi sangat
penting dilakukan agar dapat memenuhi kebutuhan konsumsi masyarakat akan cokelat.
Indonesia tercatat sebagai negara produsen terbesar ketiga setelah Pantai Gading dan Ghana. Namun, hal ini tidak membuat harga produk kakao Indonesia
mampu bersaing dengan negara produsen lain seperti Malaysia dan Singapura. Hal ini dikarenakan kualitas biji kakao Indonesia yang masih rendah sehingga
tidak memiliki dayasaing yang baik. Kakao Indonesia yang dinilai berkualitas rendah karena tidak terfermentasi
dengan sempurna dihasilkan oleh perkebunan rakyat padahal di sisi lain kakao berkualitas mampu dihasilkan oleh perkebunan Negera Indonesia. Selain itu,
produktivitas kakao per luas lahan di perkebunan Negara lebih tinggi dibandingkan perkebunan rakyat. PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling
Rajamandala merupakan salah satu perkebunan Negara yang menghasilkan kakao berkualitas. Di samping itu, karena kakao merupakan komoditas berorientasi
ekspor maka dalam perdagangannya tidak terlepas dari kebijakan pemerintah. Kebijakan pemerintah tersebut dapat berupa kebijakan subsidi maupun kebijakan
perdagangan. Oleh karena itu, perlu dikaji mengenai dayasaing komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala dan dampak kebijakan pemerintah terhadap
dayasaing kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala. Berdasarkan permasalahan tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah
menganalisis bagaimana dayasaing biji kakao di PTPN VIII Kebun Cikumpay Afdeling Rajamandala Bandung serta menganalisis bagaimana dampak kebijakan