Hasil dari kalkulasi budget sosial pengusahaan kakao yang meliputi kegiatan budidaya dan pengolahan kakao selama 30 tahun dapat diketahui bahwa
biaya input baik tradable maupun domestik pada budget sosial lebih rendah dibandingkan dengan budget privat. Adapun NPV terdiskon yang dihasilkan
dengan discount rate 10.12 adalah Rp 3,016,772.9. NPV positif mulai dihasilkan pada tahun ke-7 dan kembali negatif pada tahun ke-30. NPV terbesar dihasilkan
pada tahun ke-14 atau TM-10 mencapai Rp 4,186,361.5. Komponen biaya terbesar pada budget sosial adalah pupuk dengan proporsi 43 persen dari total
keseluruhan biaya, dan tenaga kerja dengan proporsi 20 persen dari total keseluruhan biaya. Tahun ke-5 dan tahun persiapan lahan merupakan tahun yang
mengeluarkan biaya paling besar, sama halnya seperti pada struktur biaya kakao secara privat.
Keuntungan privat yang dihasilkan dari pengusahaan kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala adalah Rp 5,736,356.50. Artinya bahwa keuntungan yang
diterima perkebunan sebesar Rp 5,736,356.50 per hektar. Penerimaan perkebunan Afdeling Rajamandala berdasarkan nilai privat lebih besar dari pengeluaran input
tradable maupun input domestik. Dengan demikian, kegiatan pengusahaan kakao
di perkebunan Afdeling Rajamandala layak untuk dijalankan. Keuntungan sosial yang diperoleh pada pengusahaan kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala
adalah Rp 3,016,772.92 per hektar, yang berarti pengusahaan kakao tersebut menguntungkan secara ekonomi walaupun tanpa adanya kebijakan pemerintah.
Berdasarkan tabulasi yang dilakukan pada matriks kebijakan pemerintah PAM, dapat diketahui bahwa keuntungan privat lebih tinggi dari keuntungan
sosial. Oleh karena itu, divergensi yang diakibatkan adalah positif sebesar Rp
2,719,583.58
yang kemudian disebut dengan net transfer.
6.1. Analisis Dayasaing
Analisis dayasaing kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala dapat dilihat dari keunggulan kompetitif dan komparatif. Adapun indikator dasar dari
sistem komoditas kakao Afdeling Rajamandala yang merupakan hasil tabulasi PAM dapat dilihat pada Tabel 18.
Tabel 18. Indikator Dayasaing dan Dampak Kebijakan Pemerintah terhadap
Komoditas Kakao Afdeling Rajamandala
INDIKATOR NILAI
Rasio Biaya Privat PCR 0.92
Rasio Sumberdaya Domestik DRC 0.95
Koefisien Proteksi Output Nominal NPCO 1.21
Koefisien Proteksi Input Nominal NPCI 1.34
Koefisien Priteksi efektif EPC 1.12
Tingkat Proteksi Efektif EPR- 11.51
Koefisien Keuntungan PC 1.90
Rasio Subsidi Bagi Produsen SRP 0.03
Keunggulan kompetitif kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala ditunjukkan oleh nilai Rasio Biaya Privat Privat Cost RatioPCR dan
Keuntungan Privat Privat ProvitPP. Adapun nilai PCR di perkebunan Afdeling Rajamandala adalah 0.92. Hal ini mempunyai arti bahwa untuk mendapatkan
nilai tambah output sebesar satu satuan pada harga privat di perkebunan Afdeling Rajamandala, diperlukan tambahan biaya faktor domestik kurang dari satu satuan
yaitu sebesar 0.92. Berdasarkan nilai PCR tersebut, sistem komoditas kakao di Perkebunan Rajamandala dapat dikatakan memiliki keunggulan kompetitif.
Selain itu, dapat diartikan juga bahwa sistem produksi komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala dapat membayar faktor domestiknya.
Adapun nilai keuntungan privat adalah Rp
5,736,356.50
seperti yang tercantum pada pembahasan sebelumnya. Dengan demikian, sistem komoditas
kakao afdeling Rajamandala menguntungkan secara privat dan dapat bersaing pada tingkat harga privat.
Keunggulan komparatif adalah salah satu indikator untuk menilai apakah komoditas kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala memiliki dayasaing,
mampu hidup tanpa bantuan pemerintah, dan memiliki peluang ekspor yang besar. Keunggulan komparatif dapat dilihat dari nilai Rasio Biaya Sumberdaya
Domestik Domestic Resource CostDRC dan keuntungan sosial Social Profit
SP. Adapun nilai DRC di lokasi penelitian adalah 0.95. Hal ini
mengindikasikan bahwa untuk memproduksi kakao di perkebunan Afdeling Rajamandala hanya membutuhkan biaya sumberdaya domestik sebesar 95 persen
terhadap biaya impor yang dibutuhkan. Dengan kata lain, pengusahaan komoditas kakao efisien secara ekonomi dan memiliki keunggulan komparatif. Nilai DRC1
menunjukkan bahwa walaupun tanpa kebijakan atau intervensi pemerintah, pengusahaan kakao efisien jika diproduksi.
Tabel 19 menunjukkan perbandingan anrata keunggulan kompetitif dan komparatif pada pengusahaan komoditas kakao di perkebunan Afdeling
Rajamandala.
Tabel 19. Perbandingan Nilai Keunggulan Kompetitif dan Komparatif Kakao di
Perkebunan Afdeling Rajamandala
Uraian Nilai
Keunggulan Kompetitif
Rasio Biaya Privat PCR 0.92
Keuntungan Privat PP 5,736,356.50
Keunggulan Komparatif
Rasio Sumberdaya Domestik DRC 0.95
Keuntungan Sosial SP 3,016,772.92
Perbandingan pertama antara keunggulan kompetitif dan komparatif dapat dilihat dari nilai PCR yang lebih kecil dari nilai DRC. Hal ini berarti komoditas
kakao yang dihasilkan oleh perkebunan Afdeling Rajamandala didukung oleh kebijakan pemerintah yang meningkatkan efisiensi dalam berproduksi. Kebijakan
tersebut berupa subsidi terhadap harga output kakao. Perbandingan selanjutnya yang dapat disimpulkan adalah nilai keuntungan
sosial lebih kecil dari keuntungan privat. Hal ini berarti pengusahaan komoditas kakao lebih menguntungkan saat adanya intervensi dari pemerintah terhadap input
yang dikeluarkan dan output yang dihasilkan. Divergensi yang terjadi yaitu Rp 2,719,583.58 terutama disebabkan oleh adanya subsidi output dari pemerintah
karena memang kakao yang dihasilkan perkebunan Afdeling Rajamandala memiliki kualitas yang baik yaitu biji dengan kelas mutu AB.
6.2. Analisis Kebijakan Pemerintah 6.1.1.