Informan VI Hasil temuan

118 itu, mereka juga tidak pernah beribadah secara bersama-sama. Hal tersebut juga membuat Ibu SM terlihat sedih dan terkadang merasa iri dengan tetangga-tetangga sekitarnya yang dapat mengikuti ibadah bersama-sama dengan anak dan suaminya. Hubungan ibu SM dan para tetangga terjalin baik. Ibu SM selalu berusaha untuk terlibat dalam kegiatan lingkungannya terutama kegiatan kerohanian yang terdapat di lingkungannya. Berbeda dengannya, sikap suaminya yang tidak terlalu peduli mengakibatkannya jarang berinteraksi dengan tetangga dan jarang terlibat dalam kegiatan di lingkungan sekitar tempat tinggalnya. Ibu SM terlihat sedih dan matanya tampak berkaca-kaca kala itu, saat menyatakan kini dia trauma dan tidak ingin hidup serumah dengan suaminya. Suaminya adalah seorang peminum dan penjudi, yang kerjanya setiap malam mabuk dan berjudi. Uang yang didapatnya selalu habis untuk membeli minuman keras dan berjudi. Saat suaminya sedang dalam keadaan mabuk dan tidak sadar, dirinya suka marah-marah setelah pulang ke rumah. Sikap suaminya yang kasar, pemarah, tempramen serta suka mabuk-mabukkan membuatnya takut. Bahkan dampak terburuk dari sikap suaminya mengakibatkan GHN harus menderita luka dibeberapa bagian tubuhnya. GHN menjadi korban dari perlakuan kasar oleh ayah kandungnya. Berikut penuturan Ibu SM: “Punggung si GHN pernah dipukulnya pakai ikat pinggang sampai memar, kepalanya juga kena lempar asbak hingga berdarah. Kami sudah tidak tahan serumah sama dia. Dia itu suka minum dan pulang kerumah terus mabuk dan marah-marah. Kami pun sering ribut gara-gara itu, kadang saya malu sama tetangga dekat rumah. Pernah dia pulang kerumah malam-malam, dibantingnya semua barang-barang sampai rusak.. Ibu sama anak sudah seringlah dikasari sama dia. Kami takut sama sikap dia itu.”

5.2.5 Informan VI

Nama : Muslim Harahap, SH.,MH Jenis Kelamin : Laki-laki 119 Umur : 38 Tahun Pendidikan Akhir : S2 Agama : Islam Suku : Mandailing Alamat : Jl. Pelita 5 gg Kamboja No. 12 Medan Informan tambahan dalam penelitian ini adalah pihak KPAID Sumut yaitu Bapak Muslim Harahap, SH.,MH yang dimana beliau sebagai Ketua Kelompok Kerja Pokja Bidang Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan. Alasan peneliti memilih Pak Muslim Harahap sebagai informan tambahan adalah karena beliau merupakan seorang konselor serta pendamping di lembaga tersebut yang meyakinkan peneliti bahwa Pak Muslim Harahap mampu memahami setiap permasalahan dan faktor- faktor mengapa orang tua melakukan tindakan kekerasan terhadap anaknya. Dari hasil wawancara dengan Pak Muslim Harahap, ia berpendapat bahwa sesuai dengan isi dalam Undang-udang No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang No.23 tentang Perlindungan Anak pada pasal 64 ayat 15 a bahwa : Kekerasan merupakan setiap perbuatan terhadap anak yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan atau penelantaran, termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum. Pengamatan dan hasil wawancara yang dilakukan oleh Pak Muslim Harahap dan peneliti terhadap beberapa anak korban kekerasan serta orang tua anak, menunjukkan bahwa kebanyakan orang tua melakukan tindak kekerasan pada anaknya dikarenakan adanya berbagai faktor yang mempengaruhi seperti adanya faktor-faktor konvensional yang sudah umum seperti faktor internal yang berasal dari 120 keluarga sendiri dan juga faktor eksternal yang dapat berasal dari kondisi lingkungan sekitar. Anak-anak yang biasanya dikatakan sebagai korban kekerasan dalam keluarga pada umumnya berasal dari kondisi keluarga yang telah mengalami perpecahan broken home, rendahnya pendapatan orangtua serta adanya kondisi kemiskinan yang dialami suatu keluarga. Selain itu, anak yang mengalami kekerasan juga dapat berasal dari orang tua yang kurang memiliki pemahaman dan pengetahuan dalam memberikan pendidikan dan mengasuh anak yang baik. Hal tersebut mengakibatkan orang tua tidak mengetahui bagaimana cara mendidik anak dengan baik. Kondisi lingkungan sekitar juga dapat mengakibatkan anak menjadi korban tindak kekerasan terutama kondisi lingkungan yang tidak ramah anak. Kondisi lingkungan tersebut biasanya ditandai dengan adanya anggapan yang berkembang dalam lingkungan masyarakat yang menilai dan sudah terbiasa memperlakukan anak seperti layaknya orang dewasa. Sehingga hal tersebut mengakibatkan anak diperlakukan secara kasar seperti memaki bahkan hingga sampai memukul. Selain hal diatas, anak-anak tersebut biasanya juga berasal atau tinggal di lingkungan yang ekstrim dimana pemahaman masyarakatnya tentang pola pengasuhan anak sangat rendah, pemukiman kumuh, tidak tersedianya tempat bermain anak serta sikap acuh tak acuh terhadap anak sehingga kondisi tersebut membuka peluang untuk terjadinya kekerasan pada anak. Pada saat ini, banyak masyarakat yang juga masih enggan untuk melaporkan tindak kekerasan yang dialami oleh anaknya. Dikarenakan keluarga yang mengalami kasus masih beranggapan bahwa kekerasan terhadap anak sebagai aib yang 121 memalukan jika diungkap. Mereka baru mau melaporkan kekerasan itu, apabila kekerasan yang dialami tersebut sudah berdampak parah. Adapun kondisi rentan yang dapat menjadikan anak menjadi korban kekerasan juga dikarenakan kurangnya perhatian, kepentingan dan kebijakan- kebijakan yang berpihak pada anak. Misalnya, pemerintah yang lebih mengutamakan kepentingan politik daripada kepentingan akan anak. Hal tersebut dapat terlihat dari anggaran pemerintah yang masih sangat minim untuk menumbuhkembangkan anak terutama dalam memberikan perlindungan terhadap anak. Setiap bentuk kekerasan yang dialami anak baik kekerasan secara fisik, seksual, hingga penelantaran, dapat memberikan dampak pada kesehatan fisik dan mental anak. Pak Muslim Harahap berpendapat bahwa akibat kekerasan yang dilakukan orangtua atau orang dewasa akan menyebabkan anak mengalami gangguan pada kesehatan fisiknya seperti mengalami luka ringan, cedera berat seperti patah tulang, cacat fisik permanen bahkan meninggal dunia. Selain itu anak cenderung akan memiliki harga diri yang rendah dan mengalami trauma, menutup diri akan sekitarnya. Bahkan hal terburuk dari kekerasan yang dilakukan orang tua pada anaknya yaitu memperpanjang lingkungan kekerasan itu sendiri. Anak-anak yang menjadi korban berpotensi dapat mengulang pola kekerasan yang sama terhadap generasinya di masa mendatang. Bentuk upaya yang diberikan oleh KPAID Sumut terhadap anak-anak yang mengalami kekerasan yaitu Pertama, dengan memfasilitasi anak korban untuk mengikuti proses hukum di kepolisian misalnya pemeriksaan Visum Et Repertum VER. Kedua, mempersiapkan dan melakukan advokasi terkait dengan hak identitas korban seperti kartu keluarga korban. 122 Ketiga, melakukan kerja sama atau koordinasi dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah SKPD terkait misalnya kalau di tingkat pemerintahan kota maka KPAID Sumut berkoordinasi dengan Badan PP Anak dan Keluarga Berencana, Dinas Sosial, Sakti Peksos Kemsos RI, dalam hal upaya rehabilitasi dinas sosial dan dinas kesejatan dan juga psikolog. Anak-anak yang mengalami kekerasan secara psikis akan diberikan upaya penanganan berupa rehabilitasi anak dengan merujuk pada seorang psikolog untuk memeriksa keadaan kejiwaan anak. Sementara itu, bagi anak-anak yang mengalami kekerasan fisik akan dirujuk ke psikolog dan ahli kesehatan. Anak yang mengalami kekerasan fisik oleh pihak-pihak yang tidak bertanggungjawab sehingga menyebabkan anak tersebut mengalami luka maka anak akan diberikan perawatan secara medis dengan melakukan pemeriksaan terkait kondisi anak dengan merujuk ke sebuah Rumah Sakit dan di dampingi oleh KPAID. Keempat, KPAID Sumut juga berkoordinasi dengan tokoh masyarakat maupun lembaga-lembaga kemasyarakatan lain seperti MUI, dewan gereja dan sebagainya. Adapun tujuan dilakukannya koordinasi dengan berbagai pihak tersebut yaitu untuk memberikan suatu upaya penyelesaian tentang peran apa yang bisa difungsikan ataupun dikoordinasikan untuk anak-anak yang telah mengalami kekerasan. KPAID juga melakukan upaya pendampingan di kepolisian. Peran tersebut dilakukan agar momentum dan semangat UU No. 35 tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pada pasal 74 D bahwa setiap anak korban baik kekerasan seksual, penganiayaan, pembunuhan maupun kekerasan lain yang dialami anak maka hak restitusi atau hak pemulihan anak korban dapat ditampung oleh aparat negara yang bertujuan agar anak korban lebih dapat diperhatikan dan diberikan perlindungan. Hal tersebut juga sesuai dengan 123 Undang-undang No. 11 tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak SPPA pada pasal 89 dan 90 yang memberikan jaminan kepada anak saksi ataupun anak yang menjadi korban kekerasan berhak atas semua perlindungan seperti upaya rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial, jaminan keselamatan baik fisik, mental maupun sosial serta kemudahan dalam mendapatkan informasi mengenai perkembangan perkara. Pihak KPAID Sumut juga berharap agar orangtua dapat bertindak berdasarkan tanggungjawabnya sesuai dengan amanat dalam Undang-undang Perlindungan Anak pasal 26 bahwa : Orangtua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk : a. mengasuh, memelihara, mendidik, dan melindungi Anak; b. menumbuhkembangkan Anak sesuai dengan kemampuan, bakat, dan minatnya; c. mencegah terjadinya perkawinan pada usia Anak; dan d. memberikan pendidikan karakter dan penanaman nilai budi pekerti pada Anak. Selain hal diatas, setiap orang tua juga harus bersedia bekerja sama untuk melakukan kepentingan-kepentingan hukum terhadap anaknya. Misalnya, orangtua sudah melaporkan anaknya akan tetapi selanjutnya orangtua sebagai pelapor tidak bersikap kooperatif maka hal tersebut dapat membuat tuntutan jaksa yang sudah dibuat gugur. Anak sebagai korban kekerasan merupakan fenomena sosial yang memerlukan perhatian dari semua pihak. Perlindungan anak bukan hanya menjadi tugas dan tanggungjawab kedua orangtuanya saja, peran pemerintah dari yang tertinggi hingga pemerintah daerah seperti gubernur, bupati, walikota serta perangkat daerah penyelenggara pemerintahan, dan seluruh pihak baik masyarakat, hingga kalangan akademisi sangat diperlukan dalam memberikan pengawasan serta aktivitas yang melindungi anak. Faktanya perlindungan pada anak saat ini masih sangat 124 minim sehingga apabila semua pihak saling memegang teguh tanggungjawab tersebut maka tindak kekerasan terhadap anak bisa diatasi.

5.3 Analisis Data

Dokumen yang terkait

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 22 137

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 10

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 13

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 32

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 2

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penyelesaian Kasus Kekerasan Seksual Terhadap Anak (Child Sexual Abuse) Dampingan Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak 2.1.1 Pengertian anak - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 34

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tindakan Kekerasan Terhadap Anak Dalam Keluarga (Studi Kasus Di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara)

0 0 15

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TINDAKAN KEKERASAN TERHADAP ANAK DALAM KELUARGA(Studi Kasus di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara- KPAID SUMUT) Diajukan Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memenuhi Gelar Sarjana Ilmu Sosia

0 0 13