34 g.
Dieksploitasi, bekerja berlebihan, terpengaruhi oleh kondisi yang tidak sehat dan demoralisasi Soetarso, dalam Huraerah, 2006: 39.
2.1.4 Perlindungan anak
Dalam mengatasi kompleksnya permasalahan yang dihadapi anak, telah disahkan Undang-Undang Perlindungan Anak melalui Undang-undang Nomor 35
Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Undang-undang ini bertujuan untuk menjamin terpenuhinya
hak-hak anak dari segala bentuk perlakuan yang tidak manusiawi yang mengakibatkan terjadinya pelanggaran hak asasi manusia demi terwujudnya anak
Indonesia yang berkualitas berahlak mulia dan sejahtera.
Berdasarkan Undang-undang Nomor 35 Tahun 2014, perlindungan anak merupakan segala kegiatan untuk menjamin dan melindungi anak dan hak-haknya
agar dapat hidup, tumbuh berkembang dan berpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi. Upaya perlindungan anak perlu dilakukan sedini mungkin, yakni
sejak dari janin dalam kandungan sampai anak berusia 18 delapan belas tahun.
Undang-undang Perlindungan Anak adalah salah satu bagian dari mengoperasionalkan Konvensi Hak Anak KHA. Undang-undang ini didasari oleh
empat prinsip utama KHA yaitu nondiskriminasi, kepentingan terbaik bagi anak the best interest of the child, hak untuk hidup dan berkembang, serta penghargaan
terhadap pendapat anak. Dalam hal ini, kepentingan terbaik bagi anak yang harus diutamakan dari kepentingan lainnya karena kepentingan terbaik untuk anak telah
mencakup kepentingan lainnya.
35
2.2 Anak korban kekerasan 2.2.1 Pengertian anak korban kekerasan
Anak korban kekerasan adalahanak yang berusia 5 – 18 tahun yang terancam secara fisik dan non fisik karena tindak kekerasan, diperlakukan salah atau tidak semestinya
dalam lingkungan keluarga atau lingkungan sosial terdekatnya, sehingga tidak terpenuhi kebutuhan dasarnya dengan wajar baik secara jasmani, rohani maupun
sosial http:dissos.jabarprov.go.idgispmks?page_id=2764, diakses 18 Januari 2015 pukul 22:36WIB
2.2.2 Profil Anak Korban Kekerasan
Anak yang menjadi korban tindak kekerasan tidak dibatasi oleh perbedaan jenis kelamin. Baik anak laki-laki dan perempuan berpotensial untuk diperlakukan
secara tidak wajar. Namun, secara kuantitatif perlakuan salah berupa kekerasan tersebut sering terjadi pada perempuan. Hal tersebut dikarenakan, anak perempuan
dalam banyak praktek kehidupan sosial sering ditempatkan sebagai individu yang lebih lemah, tergantung, mudah dikuasai dan diancam sehingga sering menjadi objek
tindak kekerasan khususnya tindak kekerasan seksual Harkrisnowo, dalam Suyanto, 2010: 49.
Selain itu, anak yang menjadi korban tindak kekerasan memiliki usia yang bervariasi, dari usia anak-anak balita hingga sekitar 17-18 tahun. Biasanya, anak
yang menjadi korban kekerasan dalam keluarga adalah anak yang tidak diharapkan kehadirannya oleh orangtua mereka Freeman, dalam Suyanto, 2010 : 51.
Menurut Pelton dalam Suyanto, 2010: 52, tindak kekerasan terhadap anak dapat terjadi di berbagai lapisan masyarakat. Namun, anak-anak yang berasal dari