41 atau kemungkinan besar mengakibatkan memartrauma, kematian, kerugian
psikologis, kelainan perkembangan atau perampasan hak.
2.4.1 Pengertian Kekerasan terhadap Anak
Kekerasan secara sederhana dapat diartikan menjadi penganiayaan, penyiksaan, atau perlakuan salah. Kekerasan sebagai perilaku tidak layak yang
mengakibatkan kerugian atau bahaya secara fisik, fisikologis atau finansial, baik yang di alami individu maupun kelompok. Istilah kekerasan terhadap anak meliputi
tindakan ancaman fisik, baik yang secara langsung dilakukan oleh orangtua atau orang dewasa lainnya sampai kepada penelantaran akan kebutuhan-kebutuhan dasar
anak Barker, dalam Huraerah, 2007:47.
Secara teoritis, kekerasan terhadap anak child abuse dapat di definisikan sebagai peristiwa perlukaan fisik, mental atau seksual yang umumnya dilakukan oleh
orang-orang yang mempunyai tanggung jawab terhadap kesejahteraan anak, yang di indikasikan dengan kerugian dan ancaman terhadap kesehatan dan kesejateraan anak.
Contoh paling jelas dari tindak kekerasan yang dialami anak adalah pemukulan atau penyerangan secara fisik berkali-kali sampai terjadi luka atau goresan. Namun,
kekerasan terhadap anak tidak hanya berupa pemukulan atau penyerangan secara fisik melainkan juga berupa bentuk eksploitasi, pemberian makanan yang tidak
layak, pengabaian pendidikan dan kesehatan dan kekerasan yang berkaitan dengan medis Suyanto, 2010 : 28.
2.4.2 Bentuk-bentuk kekerasan
Terry E Lawson dalam Huraerah, 2007: 47 mengklasifikasikan kekerasan terhadap anak child Abuse menjadi empat bentuk, yaitu emotional abuse, verbal
42 abuse, physical abuse, sexual abuse. Sementara itu, Suharto dalam Huraerah, 2007:
47 mengelompokkan kekerasan terhadap menjadi: kekerasan secara fisik, kekerasan secara psikis, kekerasan seksual, kekerasan secara sosial serta kekerasan
emosional. Kelima bentuk kekerasan terhadap anak itu dapat di jelaskan sebagai
berikut: 1.
Kekerasan fisik
Kekerasan fisik adalah penyiksaan, pemukulan dan penganiayaan terhadap anak dengan atau tanpa mengunakan benda-benda tertentu, menimbulkan luka-luka
fisik, atau kematian pada anak. Bentuk luka dapat berupa lecet atau memar akibat sentuhan kekerasan benda tumpul, seperti bekas gigitan, cubitan, ikat pinggang, atau
rotan. Dapat pula berupa luka bakar akibat bensin panas atau berpola akibat sudutan rokok atau setrika. Lokasi luka biasanya di temukan pada daerah paha, lengan,
mulut, pipi, dada, perut, punggung. Terjadinya kekerasan terhadap anak secara fisik umumnya dipicu oleh tingkah laku anak yang tidak di sukai orangtuanya, seperti
anak nakal atau rewel, menangis terus menerus, merusak barang berharga, dan lain sebagainya.
Tindakan kekerasan fisik yang terjadi di rumah biasanya dilakukan oleh orangtua terhadap anaknya, seperti dijewer, disabet dengan menggunakan ikat
pinggang, dicubit, dipukul dengan gagang sapau, ditendang, disundut rokok dan sebagainya.
2. Kekerasan psikis
Kekerasan psikis tidak begitu mudah di kenali, karena korban tidak akan memberikan bekas yang nampak jelas bagi orang lain. Kekerasan psikis meliput
penghardikan, penyampaian kata-kata kasar dan kotor, memperlihatkan buku, gambar, atau film porno pada anak. Anak yang mendapatkan perlakuan ini pada
43 umumnya menunjukkan gejala perilaku maladaftif, seperti menarik diri, pemalu,
menangis jika di dekati, takut bertemu dengan orang lain, dan lemah dalam membuat
keputusan. 3.
Kekerasan seksual
Kekerasan seksual adalah segala tindakan yang muncul dalam bentuk paksaan atau mengancam untuk melakukan hubungan seksual sexual intercourse,
melakukan penyiksaan atau bertindak sadis serta meninggalkan seseorang termasuk mereka yang tergolong masih berusia anak-anak setelah melakukan setelah
melakukan seksualitas. Segala perilaku yang mengarah pada tindakan pelecehan seksual terhadap anak-anak baik di sekolah, di dalam keluarga, maupun dilingkungan
sekitar tempat tinggal anak juga termasuk dalam kategori kekerasan atau pelanggaran terhadap hak anak jenis ini.
Menurut Resna dan Darmawan tindakan kekerasan seksual terdiri dari perkosaan, eksploitasi dan incest. Perkosaan,pelaku tindakan perkosaan biasanya pria
dan seringkali terjadi pada suatu saat di mana pelaku lebih dulu mengancam dengan memperlihatkan kekuatannya kepada anak. Eksploitasi seksual meliputi prostitusi
dan pornografi. Incest, sebagai hubungan seksual atau aktivitas seksual antara individu yang mempunyai hubungan dekat Huraerah, 2007:71. McGuire dan L.
Getz, juga menyatakan incest sebagai hubungan seksual yang terjadi di antara anggota kerabat dekat, dan biasanya antar anggota dalam suatu keluarga inti
Huraerah, 2007:66.
4. Kekerasan sosial
Kekerasan anak secara sosial dapat mencakup penelantaran anak dan eksploitasi anak. Penelantaran anak adalah sikap dan perlakuan orangtua yang tidak
memberikan perhatian yang layak terhadap proses tumbuh kembang anak. Misalnya
44 anak dikucilkan, di asingkan dari keluarga, atau tidak diberikan pendidikan dan
perawatan kesehatan yang layak. Sedangkan eksploitasi anak merujuk pada sikap diskriminatif atau perlakuan
sewenang-wenang terhadap anak yang di lakukan keluarga atau masyarakat, sebagai contoh, memaksa anak untuk melakukan sesuatu demi kepentingan ekonomi, sosial
atau politik tanpa memperhatikan hak-hak anak untuk mendapatkan perlindungan sesuai dengan perkembangan fisik. psikis, dan status sosialnya. Misalnya, anak
dipaksa untuk bekerja di pabrik-pabrik yang membahayakan dengan upah rendah dan tanpa peralatan yang memadai. Anak dipaksa untuk angkat senjata atau dipaksa
melakukan pekerjaan rumah tangga yang melebihi batas kemampuannya.
5. Kekerasan emosional atau kekerasan verbal
Kekerasan emosional atau kekerasan verbal, biasanya dilakukan dalam bentuk memarahi, mengomel, membentak dan memaki anak dengan cara berlebihan
dan merendahkan martabat anak, termasuk mengeluarkan kata-kata yang tidak patut di dengar oleh anak Huraerah,2007:66.
6. Kekerasan ekonomi
Kekerasan jenis ini sangat sering terjadi di lingkungan keluarga. Contoh bentuk kekerasan ekonomi yaitu perilaku melarang pasangan untuk bekerja atau
mencampuri pekerjaan pasangan, menolak memberikan uang atau mengambil uang serta mengurangi jatah belanja bulanan. Pada anak-anak, kekerasan ini terjadi ketika
orang tua memaksa anak yang masih berusia di bawah umur untuk dapat
memberikan kontribusi ekonomi keluarga Suyanto,2010:30.
Selain bentuk kekerasan diatas, istilah kekerasan terhadap anak yang mengacu kepada bentuk penelantaran anak Cicchetti Blender, dalam Santrock,
45 2007: 172. Kekerasan dalam bentuk penelantaran anak berupa penelantaran fisik,
keamanan, mendapatkan perawatan kesehatan, pendidikan, dan emosional.
Penelantaran fisik meliputi tindakan seperti tidak terpenuhi kebutuhan makan, pakaian atau tempat tinggal yang layak untuk tumbuh dan berkembang
secara optimal. Penelantaran keamanan mencakup tindakan seperti cedera yang disebabkan kurangnya pengawasan orangtua. Penelantaran mendapatkan perawatan
kesehatan mencakup tindakan seperti mengingkari adanya penyakit serius pada anak. Penelantaran pendidikan mencakup tindakan seperti tidak mendaftarkan anak usia
sekolah ke sekolah, tidak memenuhi kebutuhan pendidikan khusus anak, menyuruh anak mencari nafkah sehingga terpaksa putus sekolah. Penelantaran emosional
mencakup tindakan seperti tidak adanya perhatian terhadap kebutuhan anak akan kasih sayang dan menolak kehadiran anak Rusmil, dalam Huraerah, 2007: 67.
2.4.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi kekerasan pada anak
Kekerasan tidak terjadi begitu saja, terjadinya kekerasan terhadap anak di sebabkan oleh beberapa faktor penting yang mempengaruhinya. Salah-satu penyebab
kekerasan terhadap anak adalah karena pengaruh keluarga, pengaruh ekonomi, maupun karena pengaruh genetika. Menurut Richard J Gelles dalam Huraerah,
2007: 53-55 mengemukakan bahwa kekerasan terhadap anak child abuse terjadi
akibat kombinasi dari berbagai faktor, yaitu:
a. Pewarisan Kekerasan Antar Generasi intergenerational transmission of violence.
Banyak anak belajar perilaku kekerasan dari orang tuanya dan ketika tumbuh menjadi dewasa mereka melakukan tindakan kekerasan kepada anaknya.
Dengan demikian, perilaku kekerasan diwarisi transmitted dari generasi ke generasi. Studi-studi menunjukkan bahwa lebih kurang 30 persen anak-anak yang
46 diperlakukan dengan kekerasan menjadi orang tua yang bertindak keras kepada
anak-anaknya. b.
Stres Sosial social stress Stres yang ditimbulkan oleh berbagai kondisi sosial meningkatkan risiko
kekerasan terhadap anak dalam keluarga. Kondisi-kondisi sosial ini mencakup: pengangguran unemployment, penyakit illness, kondisi perumahan buruk poor
housing conditions, ukuran keluarga besar dari rata-rata a larger than average family size, kelahiran bayi baru the presence of a new baby, orang cacat
disabled person di rumah, dan kematian the death seorang anggota keluarga. Sebagian besar kasus tindakan kekerasan terhadap anak berasal dari keluarga yang
hidup dalam kemiskinan. c.
Isolasi Sosial dan Keterlibatan Masyarakat Bawah Orang tua dan pengganti orang tua yang melakukan tindakan kekerasan
terhadap anak cenderung terisolasi secara sosial. Sedikit sekali orang tua yang bertindak keras ikut serta dalam suatu organisasi masyarakat dan kebanyakan
mempunyai hubungan yang sedikit dengan teman atau kerabat. d.
Struktur Keluarga Tipe-tipe keluarga tertentu memiliki risiko untuk melakukan tindakan
kekerasan dan pengabaian kepada anak. Misalnya, orang tua tunggal lebih sering melakukan tindakan kekerasan terhadap anak dibandingkan dengan orang tua
utuh. Hal ini disebabkan keluarga-keluarga dengan orang tua tunggal biasanya lebih sedikit mendapatkan uang daripada keluarga lainnya, sehingga hal ini dapat
meningkatnya risiko tindak kekerasan. Keluarga-keluarga yang sering bertengkar antar pasangan mempunyai
tindakan kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan
47 keluarga yang tanpa mempunyai masalah. Selain itu, keluarga di mana baik suami
atau istri mendominasi di dalam membuat keputusan penting, seperti di mana mereka akan bertemplat tinggal dan beberapa keputusan lainnya, mempunyai
tingkat kekerasan terhadap anak yang lebih tinggi daripada keluarga keluarga yang di dalamnya para orang tua membagi tanggung jawab untuk membuat
keputusan-keputusan. Sementara itu, Moore dan Parton dalam Huraerah, 2007:52 menyatakan
bahwa kekerasan terhadap anak lebih disebabkan oleh faktor individual dan adanya faktor sosial. Mereka yang menekankan faktor individual mengatakan bahwa
orangtua yang memiliki potensi untuk menganiaya anak mempunyai karakteristik tertentu, yaitu mempunyai latar belakang yang juga penuh kekerasan, ia sudah
terbiasa menerima pukulan; ada anggapan bahwa anak sebagai individu seharusnya memberikan dukungan dan perhatian kepada orangtua sehingga ketika anak tidak
dapat memenuhi harapan tersebut, orangtua merasa bahwa anak harus dihukum; karakter lainnya adalah ketidaktahuan perkembangan anak.
Sedangkan bagi mereka yang berpendapat bahwa perspektif sosial lebih penting menyatakan bahwa seorang individu tidak mungkin dapat di pahami tanpa
memahami konteks sosialnya. Dalam hal kekerasan, seseorang mungkin saja tidak mempunyai jaringan sosial yang memuaskan, yang tidak cukup mendukung dalam
menghadapi masalah atau juga mungkin ketidakpuasan melihat struktur sosial dimana ia berada pada kondisi yang kurang beruntung.
Secara garis besar terdapat dua faktor yang mempengaruhi demikian kompleks kekerasan terhadap anak yang umumnya di sebabkan oleh faktor internal
yang berasal dari kondisi sang anak sendiri maupun faktor eksternal yang berasal di luar diri anak seperti kondisi keluarga.
48
a. Faktor Internal
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam individu. Kekerasan terhadap anak-anak sesungguhnya dapat bersumber dari kondisi sang anak
sendiri. Kekerasan dan pelanggaran terhadap hak anak dipengaruhi karakter dari anak itu sendiri seperti masalah tingkah laku anak yang sangat aktif, anak yang
sulit diatur sikapnya, anak yang tidak dikehendaki kelahirannya, anak yang mengalami kelahiran prematur, anak yang mengalami sakit sehingga
mendatangkan masalah, hubungan yang tidak harmonis sehingga mempengaruhi watak, anak yang memiliki kelainan baik fisik dan mental serta anak yang
meminta perhatian khusus Ismail dalam Suyanto, 2010: 33-35.
b. Faktor Eksternal
Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri anak yang mempengaruhi terjadinya kekerasan pada anak, dalam hal ini faktor dari keluarga
orangtua yang meliputi: 1.
Faktor ekonomi Kemiskinan yang dihadapi sebuah keluarga sering kali membawa keluarga
tersebut pada situasi kekecewaan yang pada gilirannya menimbulkan kekerasan. Problematika finansial keluarga yang memprihatinkan atau kondisi
keterbatasan ekonomi dapat menciptakan masalah dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari, pendidikan, kesehatan, pembayaran sewa rumah,
pembelian pakaian yang dapat mempengaruhi jiwa dan tekanan orangtua yang sering kali dilampiaskan terhadap anak-anakSiti Fatimah dalam Suyanto,
2010: 33.