74
4.3.1 Struktur Organisasi KPAID Sumut
Struktur organisasi merupakan suatu hal yang harus dimiliki oleh suatu lembaga untuk mencapai hasil kerja yang efisien dan efektif. Disamping itu
struktur organisasi merupakan kerangka landasan bagi pengemban tugas untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan hierarki yang ada. Struktur organisasi pada
dasarnya mengandung penetapan batas-batas wewenang dan tanggung jawab masing-masing. Dengan demikian diharapkan adanya satu kesatuan komando
dalam penggerak dan langkah untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Adapun struktur KPAI Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah :
Ketua : Mhd. Zahrin Piliang
Penanggungjawab Pokja Kelembagaan dan Kemitraan: Elvi Hadriany Penanggungjawab Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan: Muslim Harahap,
S.H., M.H Penanggungjawab Pokja Pengaduan dan Fasilitasi Pelayanan: Muslim Harahap,
S.H., M.H Sekretariatstaf
: 1. Nora Liza Fitri, SE 2. Afriana Devyanti Sirait, S.sos
3. Ramadhan Lubis 4. Syarifuddin Ali Khan, S.H., M.H
5. Farid Aziz Zendrato 6. Fitri Yanti Sitanggang
7. T Putri Shuha Dwita Syafira
75
Gambar 4.1 Bagan Struktur Lembaga KPAID Sumut
Sumber : Data Primer KPAID Sumut
4.3.2 Pembagian tugas
Berikut paparan tentang stuktur organisasi sosial KPAID Sumut
1. Ketua
Adapun tugas daripada ketua KPAID Sumut yakni :
KETUA
KELOMPOK KERJA POKJA
Kemitraan dan
kelembagaan Pengaduan dan
fasilitasi pelayanan
Sekretariat
Volunteer
76 a.
Memimpin KPAID baik ke dalam maupun ke luar lembaga
b.
Memimpin seluruh anggota KPAID
c.
Memimpin keseluruhan pelaksanaan program lembaga
d.
Merencanakan dan mengkoordinasikan pelaksanaan program lembaga
e. Melakukan dan berkoordinasi dengan bagian administrasi keuangan dalam
pengelolaan keuangan secara profesional
f.
Melakukan monitoring dan evaluasi atas program yang dilakukan anggota
g. Melaporkan pelaksanaan program kepada Gubernur dan KPAI Pusat atau
lembaga lain yang mendukung pembiayaan program
h.
Menerima dan menilai laporan anggota
i. Melaksanakan hal-hal lain yang bersifat strategis untuk memajukan hal-hal
yang berkaitan dengan hak-hak anak
j.
Membuka jaringan networking
2. Kelompok Kerja Pokja
a. Bidang Pokja Penanggung jawab Bidang Pengaduan dan Fasilitas
Pelayanan KPAID Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas :
1. Membantu pimpinan menyusun rencana strategis dalam pelaksanaan
pengaduan dan fasilitas pelayanan kasus–kasus yang menimpa anak baik
sebagai korban maupun pelaku.
2. Melakukan aktivitas–aktivitas yang terkait dengan pengaduan masyarakat atau
perorangan atas anak–anak yang berkonflik dengan hukum.
3.
Memonitoring kasus yang ditemukan dan melakukan investigasi kasus.
4. Melaksanakan atau membuat forum pengaduan dan melakukan pengolahan
data.
77
b. Bidang Pokja Penanggung jawab Bidang Kemitraan dan Kelembagaan
KPAID Provinsi Sumatera Utara mempunyai tugas :
1. Melakukan kontak dengan beberapa lembaga yang menaruh perhatian besar
terhadap perlindungan hak-hak anak.
2. Melakukan networking dalam bentuk kemitraan untuk bekerjasama dalam
terwujudnya perlindungan hak-hak anak demi kepentingan terbaik untuk anak.
3. Sekretaris
Adapun tugas daripada sekretaris KPAID Sumut yakni :
a. Membantu tugas-tugas Komisi Perlindungan Anak Indonesia KPAID
Sumatera Utara
b. Membantu kegiatan administrasi Komisi Perlindungan Anak Indonesia
KPAID Sumatera Utara
c.
Membantu tugas sekretariat serta Pokja yang ada di KPAID Sumut
d.
Menyiapkan segala keperluan kegiatan yang ada di KPAID Sumut
4. Volunteer
a. Membantu kegiatan-kegiatan pokja perihal tanggap kasus yang ada di KPAID
Sumut b.
Membantu kegiatan-kegiatan KPAID-Sumut yang berkaitan tentang pengaduan masyarakat
c. Membantu staff-staff yang ada di KPAID-Sumut dalam melayani masyarakat
yang memiliki kasus.
78
4.4 Pola pendanaan
Pola pendanaan KPAID Provinsi Sumatera Utara sesuai dengan pasal 19 Kepres RI No. 77 Tahun2003 yaitu segala biaya yang diperlukan untuk
melaksanakan tugas, fungsi, dan wewenang KPAID Provinsi Sumatera Utara merupakan dana hibah yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
APBD Provinsi Sumatera Utara. Dana yang diperoleh digunakan untuk:
1. Biaya operasional kantor
2. Biaya gaji Komisioner dan staf
3. Biaya program kerja, sosialisasi, advokasi dan fasilitas
4.5 Fasilitas di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi
Sumatera Utara KPAID Sumut
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara KPAID Sumut awalnya terletak di Kantor Gubernur Provinsi Sumatera Utara.
Tetapi sejak tahun 2006 KPAID Sumut sudah menetap di jalan Perintis Kemerdekaan No. 39 Medan tepat di belakang RSU Pirngadi di Komplek
BAPEMMAS hingga saat ini. KPAID Sumut ini dirancang dengan nuansa dunia anak-anak yang bertujuan untuk memberikan kenyamanan serta sesuai dengan anak
sehingga anak-anak yang datang tidak merasakan seperti berada di kantor polisi. Adapun fasilitas-fasilitas yang disediakan oleh KPAID Sumut antara lain :
a. Ruang mediasi
Fasilitas ini diperuntukkan bagi para orang tua atau keluarga yang mempunyai masalah terhadap anaknya. Ketika permasalahan yang dialami tidak
mendapatkan titik terang dari suatu lembaga negara seperti pengadilan, maka dari
79 pihak KPAID Sumut memberikan jalan penengah dibalik permasalahan tersebut.
KPAID Sumut sendiri akan membuka percakapan dari pihak pelapor dan terlapor dengan segala keinginan kedua pihak untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi
anak, maka dari pihak KPAID Sumut akan menampung segala harapan dan keinginan dari masing-masing pihak lewat notulensi.
Setiap percakapan yang terjadi selama mediasi akan dituliskan kembali ke berita acara, agar jika suatu saat salah satu pihak menginginkan hasil dari
percakapan selama mediasi dapat diberikan kepada pihak terlapor maupun pelapor sebagai pertimbangan atau catatan pribadi. Apabila segala kesepakatan yang
tercatat dilanggar, maka segala keinginan dan harapan salah satu pihak akan dicabut.
b. Ruang sholat
KPAID Sumut juga menyediakan tempat ibadah bagi setiap pengaduan yang datang. Ruangan ini digunakan untuk melakukan kegiatan kerohanian bagi setiap
orang khususnya yang beragama Muslim yang datang ke KPAID Sumut untuk ibadah sholat. Adapun luas ruangan ini adalah 5 x 4,5 m dengan dilengkapi 2 buah
kitab Al-Qur’an, 2 pasang mukenah dan sebuah tempat berwudhu.
c. Ruang bimbingan konseling
Fungsi ruang ini adalah sebagai tempat konsultasi dan evaluasi perkembangan psikologis korban. Ruang ini khususnya digunakan oleh konselor
untuk memberikan bimbingan dan penyuluhan bagi korban. Sehingga korban dapat memperoleh terapi psikologi dari ahlinya. Disini juga nantinya korban akan diajak
bicara tentang apa yang dialaminya.
80 Konseling ini bertujuan untuk memberikan kebebasan bicara buat korban
dalam berinteraksi dengan konselor. Diharapkan ketika korban diberi pertanyaan soal kejadian yang dia alami, dapat memberikan informasi yang dijadikan sebagai
kronologis dari kejadian yang korban alami dengan memberikan kenyamanan agar si korban tidak takut untuk berinteraksi dengan konselor.
d. Ruang pengaduan
Ruangan ini digunakan dimana seseorang atau kelompok yang datang dengan membawa permasalahan yang berkaitan dengan anak dan mengadukan
segalanya dengan harapan pihak KPAID dapat membantu masalah tersebut sampai tuntas. Pengaduan yang datang ke KPAID Sumut akan memberikan informasi dari
apa yang dialami oleh anak mereka. Segala pengaduan yang datang akan diijinkan untuk mengutarakan apa yang dirasakan oleh anak. Sehingga dari pihak KPAID
Sumut dapat segera melakukan upaya terkait dengan kasus yang dialami anak tersebut.
e. Ruang rapat
Ruangan ini digunakan untuk melakukan pertemuan antara para staff di KPAID Sumut untuk membahas program-program apa yang akan dibuat untuk
kegiatan selanjutnya. Luas ruangan ini berukuran 9 x 6 m dan berada di belakang tepat di sebelah tempat pengambilan air wudhu. Ruangan ini bukan hanya digunakan
untuk rapat antar staff saja melainkan bisa digunakan untuk pertemuan antar instansi lain yang terkait dengan permasalahan anak seperti Perlindungan Perempuan dan
Anak PPA, Pekerja Sosial Kemensos dan lain-lain.
81
f. Gudang
Ruangan ini digunakan sebagai tempat penyimpanan segala berkas-berkas pengaduan dari tahun-tahun lalu, penyimpanan makalah-makalah tentang informasi
yang berkaitan dengan masalah anak yang diperoleh dari media cetak. Ruangan ini
mempunyai ukuran luas 4,5 x 4,5 m.
g. Rumah aman
shelter
Shelter atau rumah aman milik KPAID Sumut dinamakan RUPA Rumah Perlindungan Anak, rumah aman merupakan tempat tersembunyi yang digunakan
untuk memberikan perlindungan bagi anak–anak yang merasa ataupun mengalami suatu ancaman akan jiwa dan keselamatannya. Begitu juga halnya dengan
penindasan dari orang-orang yang tidak bertanggungjawab, sehingga diharapkan dapat memberikan ketenangan dalam jiwa dan berpikir si anak. Biasanya shelter atau
rumah aman hanya dilakukan dalam kurun waktu sementara. Ini dilakukan agar anak-anak tersebut dapat merasakan ketenangan danmenghilangkan ketakutan pada
diri anak ketika melihat orang banyak.
4.6 Proses Penanganan kasus di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah
Provinsi Sumatera Utara KPAID Sumut
Ada beberapa tahapan-tahapan atau proses yang akan dilakukan ketika
menangani kasus kekerasan di KPAID Sumut yaitu : a.
Pengaduan
Proses pengaduan ini merupakan langkah awal ketika seseorang, instansi, atau kelompok yang datang mengajukan suatu kasus yang terkait dengan permasalahan
anak. Biasanya seseorang atau kelompok yang datang mengadu disebut pelapor,
82 dimana orang tersebut merupakan yang pertama kali mengetahui secara lengkap
kronologis akan persitiwa tersebut. Pelapor akan memberikan informasi yang akurat dengan apa yang menjadi masalah terhadap anak tersebut, sehingga lembaga ini akan
mencatat kronologis tersebut untuk dijadikan sebagai bukti penerimaan pengaduan. Adapun syarat yang akan dipenuhi ketika pelapor datang dan memberikan
pengaduannya kepada KPAID Sumut seperti memberikan data diri pelapor, identitas korban dan menceritakan kronologis kejadian secara benar. Jika semuanya terpenuhi
maka tahapan selanjutnya pelapor dan terlapor akan diundang untuk menghadiri proses mediasi baik secara via telepon atau melalui pos.
Tata cara pengaduan
1. Langsung, melalui menerima pelaporan atau pengaduan masyarakat yang
datang langsung ke Kantor KPAID Sumut secara langsung. 2.
Tidak langsung, menerima pengaduan atau pelaporan dari masyarakat baik melalui telepon, surat serta via e-mail.
Prinsip-prinsip pengaduan
Dalam penanganan pengaduan, harus memperhatikan beberapa prinsip: 1.
Non diskriminasi Dalam penerimaan pengaduan anak harus didudukkan sebagai subyek atau manusia
yang mempunyai martabat yang harus dihormati dan dilindungi. Penerimaan pengaduan sebaiknya menghindari perbedaan yang menyangkut SARA, kondisi fisik
dan mental anak. 2.
Mengutamakan kepentingan terbaik bagi anak
83 Dalam penerimaan pengaduan harus memperhatikan kepentingan yang terbaik bagi
anak yang diperlakukan secara manusiawi, mempunyai akses informasi dan menjaga privacy anak dan pengadu.
3. Menghormati pandangan anak
Dalam penerimaan pengaduan anak, anak mempunyai kebebasan untuk menyampaikan pendapat menyampaikan pendapat dan sikapnya tanpa ada tekanan
dari pihak manapun.
Mekanisme pengaduan
1.
Penerimaan pendaftaran pengaduan
Setiap pengaduan harus didaftar terlebih dahulu sehingga kasus aduan dapat dicatat dengan jelas dan akurat sebelum memberikan saran.
2.
Analisis dan klasifikasi kasusmasalah
Setiap pengaduan diberikan analisis kemudian diklasifikasi, dan dicarikan alternatif solusi terbaik bagi anak.
3.
Tindak lanjut penyelesaian
Upaya mempertemukan pihak yang bermasalah untuk penyelesaian kasus demi kepentingan terbaik bagi anak.
4.
Rujukan pada pihak pendampingan
KPAID dapat memberikan saran rujukan untuk pendampingan bagi anak dalam penyelesaian masalah hukum,psikologis atau sosial.
84
Gambar 4.6 Mekanisme penerimaan dan penanganan pengaduan oleh KPAID Sumut
Sumber : Data Primer KPAID Sumut Pelapor
Tidak langsung: 1.
Via telepon 2.
Via surat 3.
Via E-mail Datang
sendiri Kelompok kerja
pengaduan
Berkas laporan
Analisa kasus
Hasil analisa kasus
Diproses lebih lanjut Ditolakkarena
tidak terkait isu anak
Assessment Home School
visit Koordinasi internal
KPAID Koordinasi antar
lembaga Pengawasan
terhadap tindak lanjut
rekomendasi
Follow up kasus rekomendasi
KPAID Kasus pidana
a. Komunal
b. Individual
Kasus perdata dan umum
a. Komunal
b. Individual
Pemanggilan terlapor dan para pihak
85
b. Mediasi
Proses mediasi merupakan proses dimana merespon pengaduan pelapor yang datang. Mediasi bertujuan untuk memberikan jalan penengah dibalik permasalahan
yang diperuntukkan bagi para orang tua atau keluarga yang mempunyai masalah terhadap anaknya guna untuk mendapatkan hasil yang terbaik bagi anak. Keinginan
pelapor akan dilakukannya mediasi karena tidak mendapatkan hasil yang maksimal dari putusan pengadilan sehingga diharapkan kepada lembaga ini untuk dapat
membantu dalam menemukan jalan tengah dari permasalahan tersebut. Dalam mediasi ini juga para pihak pelapor dan terlapor akan dipertemukan dan duduk
bersama dalam satu ruangan, ini dilakukan agar masing-masing pihak dapat saling
mendengar dan menyimak secara seksama dengan apa yang diinginkan pelapor.
Proses mediasi ini dilakukan sebanyak 3 kali pemanggilan kepada pihak terlapor, apabila dalam setiap undangan pihak terlapor tidak menghadiri proses
mediasi maka akan dinyatakan tidak berhasil dalam menempuh hasil bersama yang telah dibuat oleh pihak KPAID Sumut, maka terlapor akan dinyatakan sebagai klien
yang tidak kooperatif. Hasil yang didapat dari proses mediasi ini adalah adanya
kesepakatan tertulis terkait dengan keinginan masing-masing pihak.
c. Pemantauan atau rekam aduan
Pemantauan atau rekam aduan ini dimaksudkan untuk memantau dan memonitoring anak setelah kembali ke lingkungan keluarganya pengasuh dengan
apa yang sudah disepakati melalui proses mediasi yang pernah dilakukan. Pemantauan ini bisa dilakukan dengan cara berkomunikasi dengan pelapor atau
melakukan tindak lanjut ke tempat kediaman pengasuh ataupun terlapor. Rekam aduan dapat dijadikan sebagai bukti bahwasanya pihak pelapor dan terlapor diketahui
86 melanggar atau tidak memenuhi segala kesepakatan yang sudah diketahui oleh
lembaga. Maka jika hal ini terjadi, dipastikan salah satu pihak akan dikenakan sanksi karena melanggar surat kesepakatan yang sudah diketahui oleh beberapa pihak.
87
BAB V ANALISIS DATA
5.1 Pengantar
Berdasarkan pengumpulan data yang telah dikumpulkan melalui teknik wawancara dan observasi dengan informan, peneliti berhasil mengumpulkan data
informasi mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya tindakan kekerasan terhadap anak dalam keluarga.
Pengumpulan data dilakukan melalui beberapa tahapan utama yaitu: 1.
Peneliti dilakukan atau diawali dengan mengumpulkan berbagai dokumen dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah KPAID Provinsi
Sumatera Utara mengenai anak-anak korban kekerasan dalam keluarga. Pengumpulan data tersebut berupa case record yang meliputi biodata anak
korban kekerasan dalam keluarga, kronologis kasus, dan dokumen lainnya yang berhubungan dengan korban kekerasan dalam keluarga yang pernah di
dampingi Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah KPAID Provinsi Sumatera Utara.
2. Melakukan diskusi terbuka dengan staf Komisi Perlindungan Anak Indonesia
Daerah KPAID Provinsi Sumatera Utara khususnya Kelompok Kerja Pokja bidang Pengaduan dan Fasilitas Pelayanan dalam proses penentuan
informasi dan kronologis kasus kekerasan dalam keluarga yang dialami korban.
Hasil penelitian yang telah dilakukan di lapangan diperoleh berbagai data- data melalui observasi dan wawancara mendalam dengan informan. Untuk melihat
gambaran yang lebih jelas dan rinci, maka penulis mencoba menguraikan petikan
88 wawancara dengan informan serta narasi penulis tentang data-data tersebut diteliti,
ditelaah, maka selanjutnya adalah mengadakan kategorisasi perbandingan- perbandingan sebelum akhirnya menarik kesimpulan.
Informan yang digunakan dalam penelitian ini sebanyak 11 orang, dengan komposisi 1 orang informan tambahan pangkal, 5 orang informan kunci dan 5
orang informan utama. Informan tambahan berperan sebagai penghubung antara peneliti dengan informan kunci dan informan utama sekaligus sebagai sumber
informasi mengenai kronologis kejadian dan data-data anak korban kekerasan dalam keluarga. Pada informan kunci dan informan utama dilakukan wawancara mendalam
untuk memperoleh data mengenai faktor-faktor terjadinya kekerasan pada anak dalam keluarga.
Informan tambahan dalam penelitian ini adalah Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara KPAID Sumut yaitu Bapak Muslim
Harahap, S.H.,M.H. Informan kunci dalam penelitian ini adalah lima orang anak korban kekerasan dalam keluarga yang pernah didampingi oleh KPAID Sumut.
Dalam tahapan analisis ini informasi mengenai informan kunci dan informan utama disamarkan demi kepentingan perlindungan anak korban kekerasan dalam keluarga.
Informan utama dalam penelitian ini adalah HSS, IR, AL, RHP dan GHN. Ibu R yang merupakan ibu kandung HSS, Bapak ER yang merupakan ayah kandung IR,
Ibu W yang juga merupakan ibu kandung AL, Ibu R yang merupakan ibu kandung dari RHP, serta Ibu SM yang merupakan ibu kandung dari GHN adalah informan
utama dalam penelitian ini.
5.2 Hasil temuan
5.2.1 Informan I
89 Nama
:H S S Jenis kelamin
:Perempuan Umur
:14 Tahun Agama
: Islam Anak ke
: 2 dari 3 bersaudara Pendidikan
: Kelas VII SMP Alamat
: Jl. Ayahanda gg sendok No. 35 Kec. Medan Petisah
Korban :Kekerasan psikis
HSS merupakan anak ke dua dari tiga bersaudara. HSS saat ini berusia 14 tahun. Jika dilihat dari bentuk fisiknya, HSS memiliki mata yang sedikit sayu,
dengan rambut hitam lurus tergerai dan warna kulit coklat. Kala itu HSS bersama R, Ibu kandungnya dan adik perempuannya HYS berusia 5 tahun sedang berada di
RUPA Ruman Perlindungan Anak KPAID Sumut. HYS terlihat lebih cerewet dan bijak daripada kakaknya yang memiliki sifat yang sedikit agak pendiam. Saat peneliti
mencoba untuk mendekati HSS dengan mengajak berkenalan, awalnya HSS sedikit malu, namun setelah peneliti berhasil berkenalan dengannya, ternyata dia anak yang
baik dan mau diajak berkomunikasi. Berdasarkan kronologisnya, HSS lahir dari pasangan Ibu R dan Bapak HS
yang telah menikah selama 21 tahun. HSS merupakan pelajar tidak aktif siswa kelas VII di salah satu sekolah swasta di Kota Medan. Ia mengalami kekerasan secara
psikis, dimana pelakunya adalah ayah kandungnya sendiri yang berumur 43 tahun. Bapaknya HSS tidak memiliki pekerjaan, sementara ibunya hanya mengurus rumah
tangga.
90 Pada saat peneliti ingin mengajak HSS berkomunikasi untuk menanyakan
kehidupan tentang keluarga baik ayah dan ibunya, HSS tampak sedikit terkejut dan enggan. Peneliti melihat wajah HSS yang penuh dengan ketegangan. Peneliti
kemudian meyakinkan HSS dengan memberikan rasa nyaman padanya. Lalu dengan berjalannya waktu saat pembicaraan, HSS sudah lebih rileks dan menurutnya tidak
ada hal-hal yang menekannya sehingga ia mulai terbuka untuk mau membicarakan terkait seputar hal-hal yang peneliti tanyakan.
HSS termasuk anak yang rajin, ia menyatakan bahwa setiap pagi ia selalu bangun tepat waktu pada pukul lima pagi atas kehendaknya sendiri. Sebelum ia
berangkat ke sekolah, ia akan terlebih dahulu membantu ibunya memasak sarapan bagi mereka. Dia juga anak yang sopan, selalu berpamitan dan meminta izin pada
orangtuanya dengan mencium tangan ibunya ketika akan berangkat ke sekolah atau saat ingin pergi meninggalkan rumah. Begitu juga pada saat pulang sekolah
dikarenakan ia tidak mengikuti bimbingan atau les tambahan, HSS akan berusaha selalu pulang kerumah tepat waktu.
HSS juga menyatakan adakalanya ia akan merasa bosan dan tidak betah dirumah terutama saat mengingat sikap bapaknya yang suka marah-marah pada
semua anggota keluarga. Dia akan memilih untuk bermain dengan teman-teman yang berada disekitar tempat tinggalnya saat merasa bosan dirumah. HSS juga menuturkan
bahwa ia selalu mengerjakan tugas yang diberikan oleh guru di rumah. Dia sangat menyukai sekolah dan teman-temannya. Ketika temannya ingin mengajaknya
bermain atau bepergian meninggalkan rumah, maka terlebih dulu ia akan kembali meminta izin dari orangtuanya. Dia akan mengikuti keinginan orangtuanya seperti
halnya apabila orangtua melarangnya untuk bermain dengan temannya, maka ia akan mendengar dan mengikuti kehendak orangtuanya.
91 Adapun aktivitas yang biasa dilakukannya di rumah dalam meringankan
pekerjaan orangtuanya seperti menyapu dan mencuci piring. HSS menyatakan ibunya akan memarahinya jika ia tidak melakukan tugas tersebut. Di rumah,
bapaknya juga menetapkan suatu aturan jam malam yang tidak mengizinkan HSS dan saudara yang lainnya pulang lewat pukul sembilan setiap malam. Menurut HSS,
peraturan tersebut sulit untuk ditaati olehnya karena hal itu seperti hanya membatasi waktu bermain dengan teman-temannya.
Saat peneliti ingin menanyakan tentang kebersamaannya dengan HS bapak kandungnya, HSS kelihatan tidak bersemangat. HSS menyatakan hubungan
interaksinya dengan bapaknya tidak baik. HSS jarang berbicara dengan ayahnya. Dia menyatakan tidak merindukan sosok HS dalam kehidupannya sebagai bapak
kandungnya. Hal tersebut dilakukan karena HSS masih trauma dengan apa yang diterimanya saat bersama bapaknya.
HSS juga menuturkan bahwa ia tidak suka dengan sikap bapaknya yang suka membentak dan berbicara kasar kepadanya, ibu serta adiknya. Baginya, HS
merupakan sosok ayah yang suka memaksakan kehendak tanpa mempertimbangkan perasaan anggota keluarga lainnya.
“Aku takut sama bapak. Pernah waktu itu aku tidak mengikuti kehendaknya, bapak bentak aku, bapak kalau bicara juga kasar. Dia itu
kalau keinginannya harus diikuti tapi gak pernah ngerti sama perasaan orang lain. Kayak bapak nyuruh aku, mamak dan adek harus sama seperti
dia pindah agama ke Kristen. Mana mau aku, kami dari kecil udah diajarkan agama Islam kak”
Setelah peneliti selesai berbicara dengan HSS, kemudian peneliti mendekati Ibu R yang merupakan Ibu kandung dari HSS. Ibu R bekerja sebagai tukang cuci
buruh cuci pada satu keluarga di dekat rumahnya, sepulang mencuci ibu R juga bekerja membantu di sebuah rumah makan. Penghasilan ibunya hanya sedikit yang
92 di dapat dari hasil jerih payahnya bekerja mungkin sekitar Rp 900.000 perbulan. Ibu
R berusaha untuk selalu bersyukur atas penghasilan yang didapatnya. Sementara suaminya HS tidak memiliki pekerjaan. Ibu R hanya mengecap pendidikan sampai
Sekolah Dasar SD dan suaminya tamatan Sekolah Menengah Pertama SMP. Ibu R memiliki 3 anak, anak laki-laki pertama yaitu HSS berusia 18 tahun dan saat ini
sedang berada di penjara karena penyalahgunaan narkoba, anak kedua perempuan yaitu HSS, sedangkan anak perempuan yang ketiga yaitu HYS berusia 5 tahun dan
belum bersekolah. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu R, yang menyatakan bahwa
kondisi keluarga mereka memang mengalami kesulitan ekonomi. Adanya keterbatasan ekonomi dalam keluarga menjadi penghambat dalam pemenuhan
kebutuhan rumah tangga mereka sehari-hari. Bahkan untuk menyekolahkan anak- anak terutama dalam hal pembayaran uang sekolah anak-anaknya saja masih terasa
sulit bagi ibu R. Ibu R dan suaminya pernah membahas permasalahan yang sedang mereka alami tersebut, namun mereka selalu bertengkar saat membicarakan hal
tersebut. Ibu R bahkan pernah meminjam uang tetangganya untuk melunasi dua bulan pembayaran uang sekolah anaknya. Begitu juga apabila anak-anaknya sedang
dalam keadaan sakit, Ibu R hanya akan memberikan obat dari warung sekitar tempat tinggal mereka jika sakit yang dialami anggota keluarganya tidak terlalu serius. Ibu R
juga menyatakan bahwa mereka tidak memiliki tabungan. Penghasilan orangtua yang pas-pasan, membuat HSS memutuskan untuk bekerja juga sebagai penjaga toko
setelah pulang dari sekolah. Ibu R mendidik HSS dan saudaranya yang lain dengan memberi kebebasan
pada anak-anaknya untuk berbuat apa saja terutama dalam hal pemilihan aktivitas di rumah. HSS diberi kebebasan oleh ibunya untuk melakukan aktivitas seperti mencuci
93 piring, dan menyapu rumah. Kesibukan ibunya sebagai tulang punggung keluarga,
membuat HSS dituntut menjadi anak yang mandiri. Ibunya sudah percaya pada HSS untuk mengatur aktivitas-aktivitasnya sendiri. HSS dianggap sudah dewasa dan
harus dapat mengerti apa yang menjadi tanggungjawabnya. Ibu R juga mengajarkan agar anak-anaknya bersikap sopan terutama kepada
orang yang lebih tua dari usia anaknya. Apabila HSS lalai dalam melakukan tugas- tugasnya, sang ibu tidak memberikan hukuman secara fisik seperti memukulnya
dengan benda-benda tumpul tetapi Ibu R hanya memarahi anaknya dengan harapan agar HSS dapat merubah perilakunya menjadi lebih baik lagi. Ibu R juga menyatakan
jika anaknya sulit diatur biasanya ibu akan memarahi anaknya. Pada saat peneliti menanyakan tentang dampak perlakuan kasar pada anak, ibu R mengaku tidak
pernah mendengar tentang hal itu. Hubungan ibu R dan para tetangganya terjalin biasa saja. Ibu dan suaminya
menyatakan tidak memiliki hambatan dalam berinteraksi dengan lingkungannya meski mereka tidak pernah mengikuti kegiatan yang dilakukan di lingkungan sekitar
rumahnya. Sementara suaminya merupakan sosok ayah yang kaku dan tidak mendorong anak-anaknya untuk dapat menyatakan pendapatnya. Anak-anak harus
mematuhi setiap peraturan yang dibuat olehnya. Suaminya juga menerapkan tentang aturan jam malam di rumah yang mewajibkan semua anaknya termasuk HSS tidak
diperbolehkan pulang ke rumah lewat pukul sembilan malam. Sikapnya yang terlalu memaksakan kehendak, mengakibatkan HSS tidak menyukai perilaku ayahnya.
Apabila telah membuat suatu keputusan maka ayahnya tidak boleh dibantah dan keputusan itu harus dilaksanakan oleh semua anggota keluarga lainnya.
Saat peneliti ingin menanyakan tentang kondisi keluarganya, Ibu R terlihat termenung. Menurut pengakuan ibu R, kondisi keluarganya tidak harmonis, diantara
94 dirinya dan suami sering terjadi perbedaan pendapat baik tentang masalah keuangan
hingga masalah anak-anak. Adapun dampak dari perbedaan pendapat tersebut membuat mereka saling tidak bertegur sapa satu dengan lainnya. Biasanya hal
tersebut dapat bertahan dalam waktu yang tidak tentu. Penghasilan yang rendah juga membuat keluarga mereka jarang melakukan rekreasi secara bersama-sama. Begitu
juga untuk melakukan ibadah secara bersama, hal itu hanyalah utopis yang tidak pernah akan terwujud. Perbedaan keyakinan yang dipeluk oleh orangtuanya
membuat anak-anak dan orangtua tidak pernah melaksanakan ibadah secara bersama. Dampak terburuk dari semua masalah perbedaan tersebut adalah ibu R
beserta anaknya harus pergi meninggalkan kos yang selama ini menjadi tempat tinggal mereka. Sejak tanggal 3 Desember 2014, mereka tinggal sementara di rumah
aman milik KPAID Sumut. Hal tersebut dikarenakan ibu R sudah tidak dapat bertahan dengan sikap suaminya yang suka mengintimidasi dan mengancam dirinya
beserta anak-anak yang harus mengikuti kehendaknya yang sudah tidak dapat ditolerir oleh ibu dan HSS. Tampak jelas dari ekspresi wajah Ibu R yang masih kesal
dan sorot matanya yang terlihat sendu ketika mengingat dan menceritakan kembali bagaimana perlakuan HS selama tinggal bersama-sama dengan anggota keluarga
lainnya. Menurut penuturan ibu R, kehendak suaminya yang memaksa dan
mengancam mereka untuk pindah agama semata-mata agar suaminya mendapatkan harta warisan dari ibu mertuanya. Mengingat keadaan bapak HSS yang tidak
memiliki pekerjaan mengakibatkan ia akan melakukan apa saja untuk dapat memperoleh uang termasuk melalui harta warisan yang telah dijanjikan. Demi
mendapatkan hal tersebut, ia akan melakukan apa saja termasuk juga dengan cara memaksa dan mengintimidasi anak-anak. Berikut penuturan Ibu R:
95 “Kalau dia bisa mengajak kami semua masuk Kristen sama kayak dia,
dia nanti dapat warisan dari almarhum ibunya,mertua saya,seperti itu kata mertuaku dulu sama dia, tapi kami gak mau nak. Dia terus mengancam
kami untuk masuk ke agamanya biar sama-sama dia terutama anak-anak. Dia itu kalaubicara kasar, kata-kata kotor terus diucapkan sama kami.
Anak-anak jadi gak betah dan merasa terancam, terutama anak saya yang paling kecil jadi selalu takut sama dia bahkan si HSS inipunsudah tidak
suka lagi lihat bapaknya. Ibu tidak kuat kalau lihat anak-anak yang selalu ketakutan gitu. Itu makanyakami semua lari dari tempat kos-kosan kami.”
Kondisi tersebut membuat anak-anak menjadi takut, cemas dan tidak betah jika berada dirumah. Adanya ancaman dan sikap yang selalu mengintimidasi dari
ayahnya membuat HSS hingga mengalami kekerasan secara psikis.
5.2.1 Informan II