124 minim sehingga apabila semua pihak saling memegang teguh tanggungjawab
tersebut maka tindak kekerasan terhadap anak bisa diatasi.
5.3 Analisis Data
Anak sebagai penerus cita-cita perjuangan bangsa dan peradaban manusia, sudah seharusnya mendapatkan perlakuan sebaik-baiknya. Tidak dapat dipungkiri
bahwa keberlangsungan hidup manusia, bangsa dan negara kedepannya tergantung pada kondisi dan kualitas anak-anak pada masa kini. Kasih sayang, perhatian,
pendidikan dan perlindungan merupakan syarat yang tidak dapat ditawar-tawar lagi agar setiap anak dapat tumbuh dan berkembang secara wajar. Keluarga atau orang
tualah yang menjadi salah satu pilar penanggungjawab dalam mengasuh, mendidik dan melindungi anak.
Berbagai kasus kekerasan anak yang terjadi kini, justru dilakukan oleh orang-orang terdekat anak yaitu berasal dari keluarga orang tuanya sendiri.Terdapat
dua faktor yang mempengaruhi tindakan kekerasan terhadap anak yang umumnya di sebabkan oleh faktor internal yang berasal dari kondisi sang anak sendiri maupun
faktor eksternal yang berasal di luar diri anak seperti kondisi keluarga.
Berdasarkan penelitian yang telah dilaksanakan maka diperoleh beberapa faktor-faktor yang mempengaruhi tindakan kekerasan pada anak dalam keluarga di
Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah KPAID Provinsi Sumatera Utara. Adapun faktor yang mempengaruhi terjadinya kekerasan pada anak dalam keluarga
di Komisi Perlindungan Anak Indonesia Daerah Provinsi Sumatera Utara adalah:
5.3.1 Fakor internal
Faktor internal yaitu faktor yang berasal dari dalam individu. Kekerasan terhadap anak-anak sesungguhnya dapat bersumber dari kondisi sang anak sendiri.
125 Menurut Wong 2009, anak secara tidak sengaja juga ikut andil dalam
menyebabkan terjadinya situasi kekerasan dan penganiayaan. Kekerasan terhadap anak dipengaruhi karakteristik tertentu pada anak yang dapat memicu terjadinya
kekerasan. Anak yang tingkah lakunya sangat aktif, anak yang sulit diatur sikapnya Ismail dalam Suyanto, 2010: 37, dan anak dengan perilaku menyimpang
cenderung mengalami kekerasan serta menjadi penyebab atau risiko terjadinya
kekerasan terhadap anak Huraerah: 2007:52.
Secara umum, terdapat sejumlah stigma yang berkembang di masyarakat tentang karakter anak tertentu yang dibilang nakal atau susah diatur. Apabila si
anak dianggap lalai, tidak patuh, dan menentang kehendak orang tua, maka anak akan memperoleh sanksi atau hukuman. Karakter anak yang demikian sering
menjadi pemicu kemarahan orangtua, sehingga anak menerima hukuman dan jika di sertai emosi maka orangtua tidak segan untuk memukul atau melakukan
kekerasan pada anak. Sebagian besar dari orangtua juga masih percaya kalau kenakalan anak dapat diselesaikan dengan tindak kekerasan, seperti memarahi,
membentak, memukul, mencubit, dan tindakan lainnya yang merugikan anak
sebagai hal yang wajar untuk mendispilinkan anak.
Dari hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata dikarenakan sikap dan tingkah laku anak yang melanggar peraturan, tidak menurut dan sering tidak
melaksanakan tanggungjawabnya dengan baik mengakibatkan informan anak juga sering mengalami kekerasan emosional atau kekerasan verbal. Kekerasan
emosional atau kekerasan verbal, biasanya dilakukan dalam bentuk memarahi, mengomel dan membentak anak dengan cara berlebihan termasuk mengeluarkan
kata-kata yang tidak patut di dengar oleh anak Huraerah: 2007:66.
126 Hal ini dialami oleh informan I, II, III, IV dan V yang menyatakan pernah
dimarahi oleh orangtuanya dikarenakan telah melakukan kesalahanlalai dan tidak bertanggungjawab dalam menyelesaikan pekerjaan rumah yang menjadi kewajiban
mereka. Seperti penuturan informan I yakni HSS :
“Mamak biasanya akan marah kalau aku tidak menyapu lantai dan mencuci piring kak”
Hasil kutipan wawancara dengan IR informan II : “Mama akan marah kalau aku tidak merapikan tempat tidur dan juga
kalau melihat kamarku berantakan. Mamaku sangat cerewet. Aku juga pernah dimarahi habis-habisan sama mama karena aku pernah
menyembunyikan mainan action figure kesayangan adikku. Adikku sampai menangis, kami pun bertengkar. Mama kemudian langsung mencubit dan
memarahiku.” Hal yang senada juga dikatakan oleh AL informan III :
“Mamak akan marah-marah ke aku kalau aku tidak mau kerja gitu kayak tidak mau mencuci piring, malas menyapu rumah dan mengepel
lantai di rumah. Mamak akan marah dan selalu bilang “kamu udah dewasa, jangan kayak gitu, masa kerja mesti disuruh-suruh.”
Hasil kutipan wawancara dengan RHP informan IV : “Aku dimarahi mamak kalau tidak menyapu rumah, tidak membersihkan
pekarangan rumah. Mamak juga akan marahi aku kalau aku tidak menjaga adek baik-baik saat mamak pergi jualan”
Sedangkan menurut penuturan GHN informan V :
127 Aku pernah pulang kemalaman dan sampai di rumah itu sekitar jam
setengah sebelas malam karena asyik main game online di warnet. Aku memang lupa ngasih kabar ke rumah. Bapak yang kebetulan lagi di rumah
waktu itu, langsung marah dan memukulku pakai gagang sapu. Kondisi kekerasan yang dialami oleh para informan anak, sesuai dengan
hasil temuan Heddy dalam Suyanto, 2010 : 71-72, yang menyatakan sebab terjadinya tindak kekerasan terhadap anak umumnya sangat situasional dan bersifat
pribadi. Terjadinya kekerasan pada anak karena anak berada dalam kondisi dan situasi tertentu berinteraksi dengan individu lain orang dewasa yang tengah
berada dalam kondisi tertentu pula. Pada informan I, III, IV dan V, adanya kekerasan terhadap anak berawal
dari keengganan anak untuk melakukan hal yang diperintahkan oleh ibu atau ayahnya. Oleh karena orang tua telah capek bekerja seharian, dan si anak tidak
bersedia disuruh membantu dan melaksanakan tugasnya, maka si ibu atau ayah pun marah dan melakukan tindakan kekerasan terhadap anak-anaknya.
Sedangkan pada IR informan II, karena si anak menyembunyikan mainan saudaranya yaitu adiknya, dan suasana ribut yang mereka timbulkan
membangkitkan kemarahan orangtua ibu mereka, maka akhirnya tindakan kekerasan pun menimpa IR.
Menurut Sitompul 2012, yang melakukan penelitian di Kota Medan, tepatnya di Kelurahan Tanjung Mulia Hilir Kecamatan Medan Deli, faktor
perlakuan atau sikap anak yang ditampilkan oleh anak di rumah menjadi salah satu faktor yang memberikan pengaruh bagi terjadi kekerasan pada anak dalam rumah
tangga. Seperti halnya perasaan kekecewaan yang dialami orang tua dengan
128 tingkah laku anak yang tidak sesuai dengan harapan orang tua di dalam rumah
tangga dapat mengakibatkan timbulnya kemarahan orang tua.
5.3.2 Faktor eksternal