Analisis Model Nilai Tukar

78 cadangan wajib bank reserve requirement atau lebih dikenal masyarakat dengan istilah Giro Wajib Minimum GWM. Akibat kebijakan bank sentral tersebut, bank yang mempunyai kelebihan cadangan excesses reserve memiliki tingkat likuiditas yang tinggi sehingga dapat memberi pinjaman pada bank yang memiliki kesulitan likuiditas. Proses pinjam-meminjam antar bank inilah yang kemudian menimbulkan penciptakan simpanan deposit creation yang akan mempengaruhi jumlah uang beredar M1 yang merupakan penawaran uang. Menurut model, besarnya pengaruh dari suku bunga JIBOR terhadap penawaran uang adalah – 4,610  10 12 ; artinya jika variabel lainnya dianggap tetap, kenaikan suku bunga JIBOR sebesar 1 persen akan mengurangi jumlah uang beredar M1 sebanyak 4,610 triliun rupiah. Sementara besarnya pengaruh nilai tukar terhadap jumlah uang beredar adalah 7,938  10 9 ; artinya jika variabel lainnya dianggap tetap, adanya kenaikan nilai dolar AS atau terjadi depresiasi rupiah sebesar 1 rupiah, maka jumlah uang beredar akan bertambah senilai 7,938 miliar rupiah.

5.8. Analisis Model Nilai Tukar

Model regresi dari variabel-variabel yang mempengaruhi nilai tukar, diperoleh persamaan berikut : E t = – 437,636291 – 0,27830  10 - 9 NX t – 1,800071 Q t Tabel 5.8. Hasil Pengujian Statistik Model Nilai Tukar Variabel Koefisien t Sig t F – test dan R square NX t 2,783020E-010 , 944 , 0655 F – test = 15,64802 Q t 1,800071 2,335 ,0296 Sig F = ,0001 Constant -437,636291 -,124 ,9023 R square = ,77359 79 Dari Tabel 5.8 dapat dilihat besarnya koefisien determinasi dari model regresi persamaan nilai tukar adalah 77,36 persen; artinya model dapat menjelaskan keragaman nilai tukar sebesar 77,36 persen, sementara sisanya dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Selanjutnya, hasil penghitungan F-test model menunjukkan bahwa secara bersama-sama, penduga parameter model mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap nilai tukar dengan tingkat kesalahan 1 persen. Pengujian statistik berikutnya adalah uji keberartian penduga parameter model secara parsial melalui t-test yang menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kesalahan sebesar 5 persen untuk variabel Indeks Harga Saham Gabungan IHSG atau diberi notasi “Q” dan pada tingkat kesalahan 1 persen untuk variabel ekspor netto NX. Dengan demikian, baik secara bersama-sama atau secara simultan maupun secara parsial, variabel IHSG dan variabel ekspor netto memberikan pengaruh yang berarti terhadap nilai tukar. Penggunaan IHSG sebagai salah satu variabel yang mempengaruhi nilai tukar dalam pemodelan struktural analisis keterkaitan pasar barang dan pasar uang memang jarang digunakan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Namun perlu dicermati dalam beberapa tahun terakhir, IHSG sebagai leading indicator ekonomi menunjukkan kinerja pasar saham domestik yang sudah cukup terintegrasi dengan pasar saham internasional Bank Indonesia, 2009. Memburuknya kinerja pasar saham domestik yang diperlihatkan dengan anjloknya IHSG secara tidak langsung memberi sinyalemen telah terjadinya penarikan modal dari investor asing capital outflow. Berdasarkan penjelasan tersebut, hasil pemodelan menunjukkan besarnya pengaruh IHSG terhadap nilai tukar adalah 80 – 1,800071; artinya jika IHSG naik sebesar 100 basis poin sementara variabel lainnya dianggap konstan, maka nilai tukar akan terapresiasi 183,52 rupiah. Dengan kata lain, jika indeks terkoreksi naik sebesar 100 poin, maka nilai tukar akan turun sebesar 180,01 rupiah. Masih dari pemodelan, dapat dilihat besarnya pengaruh ekspor netto terhadap nilai tukar adalah – 0,27830  10 - 9 ; artinya jika ekspor netto naik sebesar 1 miliar rupiah sementara variabel lainnya dianggap konstan, maka nilai tukar akan turun sebesar 0,28 rupiah, sehingga terjadi apresiasi terhadap nilai tukar. Untuk kasus Indonesia dengan perekonomian negara kecil terbuka, besarnya stabilitas ekspor netto harus dijaga mengingat pengaruhnya terhadap nilai tukar cukup besar, karena jika terjadi apresiasi nilai tukar yang demikian besar akan mengakibatkan nilai barang-barang ekspor Indonesia di pasar internasional menjadi lebih mahal sehingga berdampak pada penurunan ekspor dan pada akhirnya akan membuat ekspor netto menjadi negatif. Perlu diingat dalam pembahasan sebelumnya, impor tidak terpengaruh oleh nilai tukar karena sebagian besar barang impor untuk Indonesia adalah jenis bahan baku dari sektor industri manufaktur.

5.9. Analisis Model Suku Bunga