Simulasi Model IS – LM

89 dari pergerakan indikator IHSG, yang mencerminkan kinerja dari pasar modal stock exchange market. Akibat adanya penarikan modal ke luar negeri tersebut, indeks mengalami tekanan hebat dan sempat anjlok. Secara bersamaan, nilai tukar juga mengalami tekanan sehingga membuat nilainya merupakan yang tertinggi terhitung sejak Januari 2002. Akibat lain dari terjadinya penarikan modal ke luar negeri adalah tekanan terhadap suku bunga kredit yang akan naik, sebagaimana diperlihatkan dari hubungan langsung IHSG dalam mempengaruhi besarnya tingkat suku bunga kredit investasi. Sementara, adanya untuk tekanan terhadap nilai tukar tersebut, secara tidak langsung juga akan mempengaruhi tingkat suku bunga domestik, yaitu suku bunga deposito melalui hubungan kondisi paritas suku bunga interest parity condition, dimana pada saat terjadi depresiasi nilai tukar domestik, imbal hasil yang diberikan suku bunga simpanan akan lebih kecil dibanding di luar negeri. Konsekuensinya, suku bunga dalam negeri akan naik agar imbal hasil yang diberikan sama dengan yang diberikan di luar negeri. Oleh karenanya, suku bunga simpanan akan naik. Dengan naiknya suku bunga simpanan, yang dalam model diwakili oleh suku bunga deposito, maka suku bunga kredit atau pinjaman akan naik juga dan tentunya akan berakibat pada kesulitan pada pembiayaan ekonomi.

5.11. Simulasi Model IS – LM

Salah satu kegunaan dari model IS – LM adalah melakukan simulasi analisis dampak terhadap perubahan pendapatan nasional akibat perubahan variabel eksogen. Namun sebelum memulai kegiatan simulasi, maka harus 90 diperiksa kembali hasil t-test dari kesebelas persamaan struktural untuk mengeluarkan variabel-variabel yang secara parsial tidak memberi pengaruh signifikan pada model. Dengan mengeluarkan variabel-variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan maka akan diperoleh persamaan baru yang akan diestimasi kembali dengan metode Two Stage Least Squared 2SLS. Estimasi ulang juga dilakukan apabila besarnya konstanta adalah negatif terutama pada koefisien autonomus. Hasil estimasi persamaan baru dapat dilihat pada lampiran dengan diberi tanda panah bertuliskan “REVISI”, kecuali untuk persamaan penawaran uang, suku bunga JIBOR dan suku bunga kredit investasi tidak dilakukan estimasi ulang. Adapun seluruh persamaan, baik persamaan yang diestimasi ulang maupun tidak diestimasi ulang adalah sebagai berikut : 1. C t = 32,958  10 12 + 0,242878 Y t-1 + 0,474711 C t-1 2. I FIXt = 0,117677 Y t + 0,164307 Y t-1 – 1,934  10 12 r IVt 3. G t = 0,108899 Y t-1 – 0,375457 G t-1 4. EX t = 7,075198 Y F t + 8,100  10 9 E t 5. IM t = 0,361916 Y t 6. M d t = 0,399693 Y t 7. M s t = 106,676  10 12 + 7,938  10 9 E t – 4,610  10 12 r JIBt 8. E t = – 0,26705  10 - 9 NX t – 1,834121 Q t 9. R JIBt = 3,725227 + 0,886846 r SBIt – 19,583  10 - 15 M s t 10. r DPt = 1,056528 r SBIt – 7,747  10 - 15 M s t 11. r IVt = 12,423461 + 0,424670 r DPt – 0,01316 Q t Sebagaimana dilakukan pada persamaan sebelumnya, maka hasil estimasi persamaan baru untuk model konsumsi, investasi, pengeluaran pemerintah, impor, 91 permintaan uang, dan model nilai tukar harus diuji secara statistik dulu, yaitu dengan melihat besarnya koefisien determinasi, F-test dan t-test. Proses pengujian ini harus tetap dilalui karena tidak hanya sekedar untuk melihat signifikan atau tidaknya pengaruh dari masing-masing koefisien variabel penjelas dari setiap persamaan, tetapi juga melihat seberapa besar pengaruh tersebut terhadap variabel yang dipengaruhi. Besarnya koefisien determinasi untuk kesebelas persamaan tersebut, termasuk untuk persamaan yang diestimasi ulang menunjukkan bahwa koefisien determinasi terendah adalah 78,97 persen; yaitu untuk persamaan penawaran uang, artinya seluruh persamaan dapat menjelaskan sebesar minimal 78,97 persen variasi yang terjadi pada variabel yang dijelaskan. Untuk pengujian koefisien persamaan secara simultan, F-test menunjukkan hasil yang signifikan untuk semua persamaan pada tingkat kesalahan 1 persen. Sedangkan pada pengujian koefisien persamaan secara parsial, t-test menunjukkan hasil yang signifikan pada tingkat kesalahan 10 persen untuk variabel pendapatan nasional pada fungsi investasi, variabel pengeluaran pemerintah pada periode sebelumnya pada fungsi pengeluaran pemerintah, dan varibel suku bunga JIBOR pada fungsi penawaran uang. Sementara variabel lainnya menunjukkan hasil yang signifikan pada taraf kesalahan maksimal 5 persen. Dari hasil pengujian statistik tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa semua variabel dalam sebelas persamaan tersebut mempunyai pengaruh yang signifkan pada taraf kesalahan 10 persen, dan semua variabel dapat digunakan untuk mengestimasi besarnya pengaruh dari variabel penjelas terhadap variabel yang dijelaskan. 92 Selanjutnya, setelah melewati proses pengujian statistik, maka dari kesebelas persamaan tersebut dapat diturunkan menjadi persamaan kurva IS dan kurva LM, yaitu kurva yang menyatakan hubungan antara besarnya pendapatan nasional Y dan tingkat suku bunga r. Variabel selain pendapatan nasional dan tingkat suku bunga yang nantinya akan tetap ada dalam persamaan kurva IS dan kurva LM dianggap sebagai variabel eksogen dan akan digunakan sebagai shock dalam simulasi. Berdasarkan hasil substitusi kesebelas persamaan ke dalam persamaan identitas, persamaan ekspor netto dan persamaan keseimbangan uang riil real money balances, maka didapatkan dua buah persamaan, dimana persamaan pertama merupakan persamaan awal untuk kurva IS dan persamaan kedua tidak lain adalah persamaan awal untuk kurva LM. Secara lengkap, persamaan pertama dan kedua dituliskan sebagai berikut : Y t = 121.458.548.004.481 – 2.323.635.376.754 r SBIt + 9.450.745.414 Q t + 6,327480883 Y F t + 0,335356772 Y t-1 + 0,308472164 C t-1 – 0,487951757 G t-1 + 0,676331804 I INVt Y t = 77.675.044.899.643 + 3.548.251.286.245 r SBIt + 3.994.517.151 Q t + 23,92316775 Y F t Dari kedua persamaan tersebut, selanjutnya dengan menganggap variabel selain pendapatan nasional Y dan tingkat suku bunga r sebagai variabel eksogen maka didapat persamaan kurva IS yaitu kurva yang menggambarkan kondisi keseimbangan umum di pasar barang dan kurva LM yang menggambarkan kondisi keseimbangan umum di pasar uang, adalah sebagai berikut : 93 Y t = 121.458.548.004.481 – 2.323.635.376.754 r SBIt → kurva IS Y t = 77.675.044.899.643 + 3.548.251.286.245 r SBIt → kurva LM Dari persamaan kurva IS dan kurva LM yang disajikan pada Gambar 4.11, maka pada kondisi keseimbangan umum secara serempak di pasar barang dan pasar uang diperoleh tingkat pendapatan nasional sebesar Rp. 105.934.324.188.866,- dan tingkat suku bunga sebesar 8,8807 persen. Kurva IS, kurva LM dan kondisi keseimbangan umum tersebut merupakan kecenderungan perilaku besaran makro ekonomi di pasar barang dan di pasar uang pada periode triwulanan untuk tahun 2003 – 2008. Gambar 4.11. Kurva IS dan Kurva LM Model Makro Ekonomi Indonesia Bila melihat dari bentuk kurva IS yang terlihat lebih tegak dibandingkan dengan kurva LM, maka dugaan awal atas kondisi ini adalah kebijakan fiskal akan lebih efektif dibandingkan dengan kebijakan moneter. Akan tetapi dugaan awal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 7 5 7 7 7 9 8 1 8 3 8 5 8 7 8 9 9 1 9 3 9 5 9 7 9 9 1 1 1 3 1 5 1 7 1 9 1 1 1 1 1 3 1 1 5 1 1 7 1 1 9 1 2 1 1 2 3 1 2 5 Pendapatan Nasional Y dalam triliun rupiah T in g k a t su k u b u n g a r d a la m p e rs e n 104,132 ; 7,46 LM IS 94 tersebut harus dibuktikan, dan salah satunya dengan memberi guncangan shock melalui perubahan variabel eksogen. Dari guncangan yang diberikan oleh variabel eksogen tersebut kemudian akan dilihat seberapa besar persentase perubahan dari pendapatan nasional dan seberapa besar selisih dari tingkat suku bunga yang dihasilkan. Perlu diingat kembali bahwa model IS–LM yang digunakan adalah model Keynesian yang menggunakan asumsi sticky price, sehingga persentase perubahan pendapatan nasional dan selisih tingkat suku bunga yang dihasilkan sudah dalam nilai riil atau atas dasar harga konstan tahun 2000. Pada model ini, pendapatan nasional dan tingkat suku bunga dianggap sebagai variabel target. Selanjutnya untuk melihat tingkat keakurasian data hasil estimasi dari model IS – LM yang telah dibangun sebelumnya maka akan dilakukan simulasi terhadap model dengan memberikan guncangan shock terhadap seluruh variabel eksogen, untuk membandingkan kondisi perubahan yang terjadi pada model makro ekonomi Indonesia dengan kondisi riil yang terjadi pada perekonomian Indonesia. Simulasi ini akan menggunakan data riil yang diambil dari kondisi makro ekonomi Indonesia pada triwulan IV tahun 2008, dimana pada periode sebelumnya konsumsi naik 1,89 persen atau setara dengan 5.564 miliar rupiah; pengeluaran pemerintah naik 5,60 persen atau sebesar 2.269 miliar rupiah dan pendapatan nasional naik sebesar 19.208 miliar rupiah atau naik 3,70 persen. Pada periode berjalan, besarnya perubahan inventori adalah – 2.091 miliar rupiah, sedangkan perubahan IHSG dari Oktober ke Desember 2008 adalah – 817 basis poin. Sementara besarnya perubahan pendapatan luar negeri menurut IMF diperkirakan turun sebesar 4 persen atau setara dengan – 612 miliar US . 95 Berdasarkan simulasi tersebut, diketahui bahwa kurva IS bergerak ke kanan dari posisi semula sedang kurva LM bergerak ke arah yang sebaliknya dari kedudukannya semula sehingga menyebabkan pendapatan nasional turun sebesar 4,12 persen sementara suku bunga SBI naik 33,69 persen. Harap diingat bahwa pada model IS – LM yang dibangun berdasarkan persamaan struktural, perubahan variabel target ini merupakan perubahan total akibat perubahan seluruh variabel. Tabel 4.12. Simulasi Model IS – LM dengan Variabel Makro Ekonomi Riil terhadap Pendapatan Nasional dan Suku Bunga secara Simultan Variabel Simulasi Besarnya Perubahan Pendapatan Nasional Y Tingkat Suku Bunga r Variabel Makro Ekonomi Riil secara simultan Triwulan IV 2008 Triwulan IV 2008 Konsumsi : + 5.564 M Dalam Model : – 4,12 Dalam Model : +33,69 Belanja Pemerintah : + 2.269 M Inventori : – 2.091 M Kondisi Riil : – 3,65 Kondisi Riil : + 2,54 Pendapatan Nas : + 19.208 M Kebijakan BI Pendapatan Luar : – 612 M US IHSG : – 817 basis poin Keterangan : menunjukkan periode sebelumnya Dibandingkan kondisi riil dengan pendapatan nasional turun sebesar 3,65 persen dan suku bunga SBI yang naik 2,54 persen, hasil simulasi tersebut setidaknya cukup memperlihatkan arah perubahan variabel makro yang menjadi target. Sayangnya perubahan pada tingkat suku bunga hasil simulasi sangat jauh dibandingkan dengan kondisi riilnya. Hal ini tidak bisa dihindari karena dengan dengan dilakukan estimasi ulang dengan mengeluarkan variabel-variabel yang 96 tidak signifikan pada t-test, termasuk juga mengeluarkan konstanta yang tidak sesuai dengan teori umum yang berlaku maka akan berpengaruh pada naiknya nilai estimasi pada variabel lainnya yang berpengaruh signifikan pada model. Perhatikan saja pada persamaan model konsumsi saat variabel pendapatan nasional periode berjalan dimasukkan dalam model dan saat dikeluarkan dari model akibat tidak memberi pengaruh yang signifikan pada pengeluaran konsumsi pada periode berjalan. Sebelumnya nilai estimasi untuk koefisien variabel pendapatan nasional dan konsumsi pada periode sebelumnya masing-masing adalah 0,238305 dan 0,454483; tetapi pada saat variabel pendapatan nasional periode berjalan dikeluarkan dari model, koefisien dari keduanya masing-masing menjadi 0,242878 dan 0,474711. Dapat dilihat dari kedua variabel tersebut terjadi perbedaan estimasi koefisien masing-masing sebesar 0,004573 dan 0,020228. Harap dicatat bahwa ini baru dilihat dari 1 persamaan model, bagaimana bila estimasi ulang ini dilakukan terhadap 8 persamaan model. Sudah tentu akan membuat pengaruh dari variabel eksogen menjadi semakin besar terhadap variabel endogen. Akibatnya, pada saat pemberian shock pada beberapa variabel eksogen menyebabkan pergeseran yang cukup jauh pada kurva IS dan kurva LM, sebagai alat analisis yang digunakan untuk menjelaskan terjadinya krisis finansial global. Berdasarkan simulasi model IS – LM dengan menggunakan nilai riil beberapa variabel makro ekonomi Indonesia, dapat disimpulkan bahwa model cukup baik dalam menjelaskan terjadinya perubahan pendapatan nasional akibat adanya perubahan dari variabel eksogen, dimana selisih antara perubahan pendapatan nasional dalam model dengan kondisi riil kurang dari 1 persen. 97 Kekurangan dari model adalah ketidakakuratannya dalam menjelaskan terjadinya perubahan pada tingkat suku bunga, dimana hasil dari simulasi model memperlihatkan dugaan yang sangat jauh dengan kondisi riil meski arah perubahannya sudah sama. Berangkat dari hasil simulasi tersebut, maka model akan digunakan untuk simulasi dengan memasukkan guncangan shock pada beberapa variabel makro ekonomi yang biasa digunakan sebagai perangkat kebijakan dari pemerintah atau variabel makro ekonomi yang rawan terkena guncangan atau bahkan yang rawan terhadap serangan spekulan. Variabel-variabel makro ekonomi dimaksud yaitu pengeluaran konsumsi pemerintah, nilai tukar, ekspor netto dan Indeks Harga Saham Gabungan IHSG, semuanya pada periode berjalan. Sebelum memulai simulasi dengan memberi shock terhadap keempat variabel makro ekonomi tersebut, perlu diingat bahwa variabel pengeluaran konsumsi pemerintah, nilai tukar, dan ekspor netto merupakan variabel endogen dalam persamaan struktural yang dibangun untuk menyusun model IS – LM. Untuk itu akan diturunkan kembali model IS – LM yang dapat mengadopsi pemberian guncangan terhadap ketiga variabel endogen tersebut. Satu hal yang perlu difahami adalah dalam penurunan kembali model IS – LM tersebut mungkin saja tidak ditemukan model yang sama persis dengan model awal. Dalam penyusunan model IS – LM yang dapat mengadopsi pemberian guncangan terhadap variabel konsumsi pemerintah, nilai tukar, dan ekspor netto, harus diingat bahwa prosesnya diawali dengan memasukkan semua variabel ke persamaan identitas dan persamaan keseimbangan uang riil. Hanya saja untuk 98 variabel endogen yang akan diberi guncangan untuk keperluan simulasi dianggap sebagai variabel eksogen. Oleh karena itu pengaruh variabel lain terhadap variabel tersebut dianggap tidak ada, meski dalam persamaan struktural hubungan tersebut jelas dituliskan. Lebih lanjut, pada penulisan model IS – LM selanjutnya tidak akan dirinci seperti penurunan model IS – LM awal, tetapi diringkas dengan memasukkan variabel makro ekonomi yang akan diberi guncangan pada simulasi model saja. - Simulasi dengan pemberian shock pada pengeluaran pemerintah Hasil penurunan kembali model IS – LM dengan menganggap variabel pengeluaran pemerintah sebagai variabel eksogen adalah sebagai berikut : Y t = 121,458  10 12 – 2,323  10 12 r SBIt  0,676 G t → kurva IS Y t = 77,675  10 12 + 3,548  10 12 r SBIt → kurva LM Dengan memberi shock sebesar 1 triliun rupiah atau setara dengan 1,86 persen dari besarnya pengeluaran pemerintah pada triwulan IV tahun 2008, diperoleh perubahan pendapatan nasional sebesar 0,3925 persen dengan suku bunga naik sebesar 0,1152 persen. - Simulasi dengan pemberian shock pada jalur perdagangan internasional Hasil penurunan kembali model IS – LM dengan menganggap variabel pengeluaran pemerintah sebagai variabel eksogen adalah sebagai berikut : Y t = 203,536  10 12 – 2,323  10 12 r SBIt  1,133 NX t → kurva IS Y t = 77,675  10 12 + 3,548  10 12 r SBIt  1,840 NX t → kurva LM 99 Untuk mendapatkan hasil yang kurang lebih sama dengan perubahan pendapatan nasional akibat pemberian shock pada pengeluaran pemerintah, maka shock yang diberikan pada ekspor netto adalah sebesar 360 miliar rupiah atau setara dengan 0,6356 persen dari besarnya ekspor pada triwulan IV tahun 2008. Dari hasil simulasi, diperoleh perubahan pendapatan nasional sebesar 0,3930 persen dengan suku bunga turun sebesar 0,0342 persen. - Simulasi dengan pemberian shock pada pasar valuta asing Hasil penurunan kembali model IS – LM dengan menganggap variabel pengeluaran pemerintah sebagai variabel eksogen adalah sebagai berikut : Y t = 113,607  10 12 – 2,323  10 12 r SBIt  10,548  10 9 E t → kurva IS Y t = 077,675  10 12 + 3,548  10 12 r SBIt  06,889  10 9 E t → kurva LM Dengan cara yang sama pada perlakuan terhadap ekspor netto, shock yang diberikan pada pada pasar valuta asing adalah dengan menaikkan dolar AS sehingga mata uang domestik terdepresiasi sebesar 43 rupiah. Dari hasil simulasi, diperoleh perubahan pendapatan nasional sebesar 0,3937 persen dengan suku bunga turun sebesar 0,0268 persen. - Simulasi dengan pemberian shock pada pasar modal Hasil penurunan kembali model IS – LM dengan menganggap variabel pengeluaran pemerintah sebagai variabel eksogen adalah sebagai berikut : Y t = 121,458  10 12 – 2,323  10 12 r SBIt  9,451  10 9 Q t → kurva IS Y t = 077,675  10 12 + 3,548  10 12 r SBIt  3,995  10 9 Q t → kurva LM 100 Seperti telah dilakukan sebelumnya, shock yang diberikan pada pada pasar modal adalah dengan menaikkan IHSG sebesar 56 basis poin. Dari hasil simulasi, diperoleh perubahan pendapatan nasional sebesar 0,3921 persen dengan suku bunga turun sebesar 0,0520 persen. Tabel 4.13. Rangkuman Hasil Simulasi Model IS – LM dengan Variabel Eksogen terhadap Pendapatan Nasional dan Suku Bunga secara Parsial Variabel Simulasi Besarnya Perubahan Pendapatan Nasional Y Tingkat Suku Bunga r Variabel Eksogen secaraParsial Pengeluaran Pemerintah naik sebesar  0,3925  0,1152 1 triliun rupiah Ekspor netto naik sebesar  0,3930  0,0268 360 miliar rupiah Mata uang domestik turun sebesar  0,3937 – 0,0342 43 rupiah IHSG naik sebesar 56 basis poin  0,3921 – 0,0520 Rangkuman hasil simulasi model IS – LM dengan variabel eksogen pada Tabel 4.5, memperlihatkan bahwa shock yang diberikan pada pengeluaran pemerintah yaitu dengan menaikan belanja pemerintah sebesar 1 triliun rupiah mengakibatkan perubahan pada pendapatan nasional sebesar 0,3925 persen, dan diikuti kenaikan suku bunga sebesar 0,1152 persen. Perubahan terhadap pendapatan nasional dan suku bunga ini merupakan perubahan total akibat kenaikan pengeluaran pemerintah dengan asumsi variabel makro ekonomi lainnya dianggap konstan. Untuk mendapatkan perubahan pendapatan nasional yang hampir setara dengan kenaikan pengeluaran pemerintah tersebut, ternyata ekspor 101 netto harus dijaga agar naik sebesar 360 miliar rupiah. Sementara untuk shock pada pasar valuta asing dan pasar modal, dapat disiasati dengan membiarkan mata uang domestik terdepresiasi sebesar 43 rupiah dan membuat sentimen positf terhadap pasar modal agar terjadi kenaikan indeks sebesar 56 basis poin, dengan catatan model dalam kondisi ceteris paribus. Berdasarkan hasil simulasi parsial yang menyebabkan perubahan total pada pendapatan nasional dan suku bunga, dapat dilihat bahwa variabel makro ekonomi pada pasar uang lebih sensitif dibanding variabel makro ekonomi pada pasar barang. Ini bisa dilihat dari pengeluaran pemerintah yang harus naik sampai 1 triliun rupiah untuk memperoleh perubahan pendapatan nasional yang hampir sama akibat kenaikan ekspor netto sebesar 360 miliar rupiah, namun diikuti dengan kenaikan suku bunga. Sementara untuk mendapatkan perubahan pendapatan nasional yang hampir sama, mata uang domestik cukup terdepresiasi sebesar 43 rupiah dan kenaikan indeks pada pasar modal domestik cukup sebesar 56 basis poin dengan suku bunga yang mengalami penurunan. Merujuk pada hasil simulasi tersebut, sudah sepantasnya pihak otoritas meneter menjaga stabilitas pasar uang domestik, utamanya pasar valuta asing dan pasar modal domestik yang merupakan pintu masuk dari proses transmisi pasar internasional ke dalam pasar domestik, baik pasar barang maupun pasar uang.

VI. KESIMPULAN DAN SARAN