IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, beberapa uji statistik akan digunakan untuk melihat kekuatan model dalam model simultan, pertama adalah
uji Goodness of fit R
2
, untuk melihat kekuatan faktor-faktor yang mempengaruhi model dalam menjelaskan variasi variabel yang dipengaruhi dalam model. Kedua
adalah F-test, yaitu uji parameter model secara simultan dan ketiga adalah t-test yang merupakan pengujian parameter model secara parsial. Khusus untuk statistik
uji-F dan uji-t besarnya tingkat kesalahan yang akan dilihat adalah sebesar 1 persen, 5 persen dan 10 persen.
5.1. Analisis Model Konsumsi
Hasil regresi terhadap variabel yang mempengaruhi fungsi konsumsi untuk kondisi Indonesia, diperoleh persamaan berikut :
C
t
= 34,127 10
12
+ 0,013710 Y
t
+0,238305 Y
t-1
+ 0,454483 C
t-1
Tabel 5.1. Hasil Pengujian Statistik Model Konsumsi
Variabel Koefisien
T Sig T
F – test dan R square
Y
t
,013710 ,331
,7438 F – test = 1835,16909
Y
t-1
,238305 6,858
,0000 Sig F = ,0000
C
t-1
,454483 4,734
,0001 Constant
34127428496168,2 4,802
,0001 R square = ,99819
Berdasarkan uji statistik terhadap fungsi konsumsi seperti terlihat pada Tabel 5.1, dapat diketahui bahwa model persamaan konsumsi dapat menjelaskan
99,82 persen variasi dari konsumsi dalam model, sementara untuk uji parameter secara simultan dapat dilihat F-test menunjukkan derajat kesalahan yang kecil
65
yaitu 1 persen. Lebih lanjut mengenai uji parameter secara parsial, t-test untuk variabel pendapatan nasional pada periode berjalan t ternyata tidak mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap konsumsi pada periode berjalan pada tingkat kesalahan 10 persen, sedang variabel lainnya mempunyai pengaruh yang
signifikan pada tingkat kesalahan 1 persen. Interpretasi dari model persamaan fungsi konsumsi adalah besarnya
konsumsi autonomus adalah 34,127 triliun rupiah. Konsumsi autonomus ini bisa diartikan sebagai basic consumption yaitu standar minimal konsumsi yang harus
dikeluarkan untuk mencukupi kebutuhan dasar. Bagi beberapa negara maju telah mencapai tingkat pendapatan per kapita yang cukup tinggi, konsumsi autonomus
merupakan life style, karena kebutuhan dasar tentunya sudah tercukupi, sehingga kenaikan pendapatan akan menggeser konsumsi autonomus lebih tinggi.
Selain konsumsi autonomus, konsumsi saat ini sangat dipengaruhi oleh konsumsi dan pendapatan nasional periode sebelumnya. Besarnya pengaruh
konsumsi periode sebelumnya terhadap konsumsi saat ini adalah 0,454483; artinya bila kenaikan konsumsi pada periode sebelumnya sebesar 1 triliun rupiah,
dengan asumsi ceteris paribus maka konsumsi pada saat ini akan naik sebesar 454,483 miliar rupiah. Selanjutnya untuk pengaruh pendapatan periode
sebelumnya terhadap konsumsi saat ini adalah 0,238305 atau setiap terjadi kenaikan pendapatan pada periode sebelumnya sebesar 1 triliun rupiah, dengan
asumsi ceteris paribus konsumsi saat ini akan merespon dengan kenaikan sebesar 238,305 miliar rupiah.
66
Masih dari estimasi fungsi konsumsi, pendapatan nasioanal pada periode berjalan ternyata tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap konsumsi
periode berjalan. Artinya jika ada kenaikan pendapatan nasional pada saat ini tidak direspon langsung dalam pengeluaran konsumsi. Bukti adanya kenaikan
pendapatan nasional periode berjalan tidak berpengaruh pada konsumsi periode berjalan dapat dilihat pada bab sebelumnya dimana kenaikan pendapatan nasional,
termasuk pendapatan rumah tangga ternyata menurunkan persentase andil konsumsi terhadap pendapatan nasional. Fakta ini menunjukkan hipotesis dari
Fisher mengenai fungsi konsumsi saat ini yang dipengaruhi oleh tingkat pendapat dan perilaku konsumsi sebelumnya.
5.2. Analisis Model Investasi