Kebijakan Deposito Berjangka Dan Tabungan Kredit Bank Sentral Untuk Pengadaan Pangan

cviii menggunakan akad kredit, melarang bank-bank memberikan kredit jangka panjang, melarang bank-bank memberikan kredit untuk impor, kredit untuk usaha- usaha yang tidak sehat dan akan membawa kerugian. Kredit untuk ekspor hanya diberikan apabila bank yakin keberhasilan ekspor tersebut. Kebijakan kredit secara kualitatif dilakukan dengan mengarahkan perbankan untuk memberikan kredit secara selektif dan terarah ke sektor-sektor produksi dengan prioritas pada bidang pangan, sandang, dan ekspor.

3. Kebijakan Deposito Berjangka Dan Tabungan

Serangan terhadap inflasi juga ditujukan dalam menghentikan pengeluaran uang masyarakat dan mengerahkan dana masyarakat menuju sistem perbankan. Untuk mencapai tujuan tersebut pemerintah melakukan penarikan yang uang beredar melalui deposito berjangka dengan suku bunga yang tinggi. Kebijkaan tersebebut dilakukan berdasarkan Instruksi Presiden No. 28 Tahun 1968 tanggal 19 September 1968. Suku bunga deposito berjangka pada bank-bank pemerintah mulai 1 Oktober 1968 ditetapkan 1½ per bulan untuk deposito berjangka waktu satu bulan, 5 per bulan untuk yang berjangka waktu 6 bulan, 6 per bulan untuk yang berjangka waktu 1 tahun, 4 per bulan untuk yang berjangka waktu 3 bulan. Selain itu, untuk merangsang masyarakat agar mendepositokan uangnya pada bank-bank, bank sentral menetapkan beberapa ketentuan yang menarik, yaitu pembayaran kembali deposito oleh bank-bank dijamin sepenuhnya oleh bank sentral, pemerintah tidak akan mengusut asal usul uang yang didepositokan untuk keperluan pajak dan tidak mengenakan pajak kekayaan atas jumlah uang yang didepositokan serta membebaskan pajak pendapatan atas bunga yang dibayarkan. Bank sentral juga mengkokmpensir sebagian pembayaran bunga deposito oleh bank pemerintah, yaitu sebesar 33 1 3 untuk deposito berjangka waktu enam bulan sampai 12 bulan. Laporan BNI Unit I, 1968: 64 Kebijakan deposito berjangka dan tabungan diharapkan akan membawa masyarakat kepada kegiatan formal yaitu sistem perbankan dan meninggalkan cix sistem informal antara lain barter, spekulasi, dan pasar gelap. Dengan kebijakan tersebut akan mengurangi dan mengatur jumlah uang yang beredar di dalam masyarakat sehingga memperlambat laju inflasi dan memberi bank-bank likuiditas yang selanjutnya dapat disalurkan ke investasi-investasi yang lebih produktif.

4. Kredit Bank Sentral Untuk Pengadaan Pangan

Sebagian besar penduduk pedesaan hidup dalam tingkat subsisten. Dengan populasi yang terus bertambah sedangkan luas lahan pertanian tidak bertambah. Selain itu, masih terjadi sistem barter yang dijalankan masyarakat pedesaan. Dengan tingkat produksi yang rendah dan kenaikan penduduk yang tinggi, Indonesia pada waktu itu termasuk negara pengimpor beras. Beras bukan saja dapat mengakibatkan inflasi tetapi juga mengakibatkan kelaparan, kematian dan pergolakan sosial. Beras juga menjadi barometer dari tingkat kesejahteraan nasional, khususnya dalam penggunaan devisa untuk melakukan impor beras. Korelasi antara kekurangan beras dan inflasi tersebut bersifat langsung, artinya bila suplai beras jatuh, harganya naik, sehingga harga-harga komoditas lainnya akan bersama-sama naik. Suplai beras yang jatuh mengakibatkan penimpunan, penimpunan akan mengakibatkan spekulasi, dan spekulasi mengakibatkan ketidakpuasan masyarakat. Untuk mengatasi keadaan tersebut, pemerintah menempuh kebijakan dalam produksi, pengadaan dan distribusi beras. Kebijakan pertama ditujukan untuk memperbaiki aspek teknis produksi beras. Termasuk antara lain investasi di bidang penelitian, khususnya untuk mengembangkan benih unggul, prasarana irigasi, dan program intensifikasi tanaman padi. Perangkat kedua berupa campur tangan langsung di pasar beras dalam bentuk stabilisasi harga beras domestik. Kebijakan ini ditempuh antara lain dengan menyelenggarakan buffer stock, yang dilakukan oleh BULOG. Perangkat ketiga dilakukan melalui subsidi sarana produksi beras berupa kredit bersuku bunga rendah, subsidi pupuk, air, peptisida, dan alat-alat pertanian. Patmono SK, 1998: 119 cx Mengenai program upaya mencapai swasembada beras, operasionalisasi dicapai dengan menempuh Panca Usaha Intensifikasi Pertanian yang mencakup penggunaan dan pengendalian air yang lebih teratur, pemakain bibit unggul, pupuk dan peptisida, cara bercocok tanam yang baik, dan koperasi yang tangguh. Dalam upaya ini pemerintah telah mengusahakan penyediaan berbagai jenis sarana produksi melalui kredit yang menguntungkan petani, antara lain sarana pengairan, benih unggul, pupuk, dan obat-obatan. Selain itu, pemerintah juga memberikan bantuan penyuluhan secara berkesinambungan menuju usaha tani intensif, dengan menerapkan teknologi anjuran dan penetapan harga sarana produksi yang seimbang dengan harga produksinya. Patmono SK, 1998: 120 Awal pemerintahan Orde Baru mengupayakan peningkatan produksi beras dengan dilaksanakan program Bimas Nasional pada tahun 1966. Bimas merupakan kelanjutan program Padi Sentra tahun 1959 yang dilaksanakan pemerintah atas anjuran Bank Indonesia. Kebijakan Bimas Pada tahun 1968, melalui Instruksi Presiden No 1 Tahun 1968 tentang Pengerahan Dana Pembiayaan Pengadaan Beras, BNI Unit I selaku bank sentral ditetapkan sebagai single financing agency bagi pengadaan beras bagi pegawai negeri, karyawan perkebunan dan pertambangan, serta penjualan injeksi di pasar. Bank Indonesia juga berperan menunjang produksi, pengadaan, dan distribusi beras yaitu melalui kredit kepada Bulog untuk pengadaan beras dalam negeri dan impor, dan kepada PN Pertani untuk pengadaan pupuk dan sarana produksi padi. Selain itu, Bank Indonesia juga menyediakan Kredit Likuiditas Bank Indonesia KLBI kepada BRI untuk mendukung program peningkatan produksi pangan melalui program Bimas. Tim Penulis Bank Indonesia, 2006: 51-53 Campur tangan pemerintah secara langsung dalam penanganan beras didasari bahwa beras merupakan sumber utama bahan pangan rakyat Indonesia. Selain itu, kekurangan beras dapat menyebabkan ketidakstabilan ekonomi secara keseluruhan. Dimana nantinya pengurasan devisa akan terjadi dalam mencukupi kebutuhan pangan. cxi

5. Kebijakan Pemerintah yang ikut mempengaruhi Perkembangan Moneter