clxx
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengabaian masalah-masalah ekonomi dan kesalahan dalam manajemen
pengolahannya serta lebih memberikan prioritas kepada masalah-masalah politik mengakibatkan timbulnya banyak kesulitan-kesulitan di bidang
ekonomi. Di tahun 1966 terjadi peralihan kekuasaan politik yang berangsur- angsur dari Soekarno ke tangan Soeharto yang memungkinkan rezim Orde
Baru mengambil hati rakyat dengan menciptakan kepuasan meterial. Persoalan yang harus segera diselesaikan adalah rendahnya daya beli rakyat sebagai
akibat hiperinflasi yang menganas, defisit anggaran pemerintah yang telah mencapai tingkat yang parah dan merosotnya produksi dalam negeri. Dengan
demikian dapat disimpulakan latar belakang kebijakan moneter pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1966-1971 adalah terjadinya kekacauan di
bidang moneter, terganggunya produksi, defisit neraca perdagangan, serta defisit anggaran pemerintah yang semakin meningkat, utang luar negeri,
demoralisasi yang semua itu merupakan warisan yang ditinggalkan pemerintahan Soekarno.
2. Kebijakan moneter pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1966-1971
didasarkan pada Ketetapan MPRS No. XXIIIMPRS1966 tanggal 5 Juli tentang “Pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan” yang merinci tiga tahap pembangunan yaitu 1 tahap penyelamatan, yakni mencegah kemerosotan ekonomi agar tidak menjadi
lebih buruk lagi; 2 tahap stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonomi; 3 tahap
pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk merealisasikannya Pemerintahan Orde Baru segera membentuk Kabinet
Ampera dengan membagi dalam program jangka pendek dan jangka panjang. Melihat perkembangan ekonomi yang sedang dihadapi Pemerintahan Orde
146
clxxi Baru menjalankan kebijakan ekonomi yang memberikan prioritas kearah
stabilitas moneter yaitu menjalankan koordinasi kebijakan ekonomi makro yaitu kebijakan moneter, kebijakan fiskal maupun kebijakan ekonomi makro
lainya yang mendorong ke arah stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi. 3.
Sebelum pelaksanaan kebijakan moneter dijalankan diperlukan hampir 1 tahun sesudah peristiwa G 30 S digunakan untuk menghancurkan kaum komunis dan
para simpatisannya. Pada Maret 1966 Presiden Soekarno dipaksa memindahkan kekuasaan eksekutifnya kepada tiga serangkai yang terdiri dari
Jenderal Soeharto, Sultan Hamengkubowono IX, dan Adam Malik. Pelaksanaan kebijakan moneter pada masa pemerintahan Presiden Soeharto
tahun 1966-1971 awali dengan usaha pengendalian hiperinflasi yaitu dengan kebijakan moneter-kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal yang dilakukan adalah
kebijakan anggaran berimbang. Mengingat sangat sulitnya pengumpulan pajak, pemerintahan melakukan penjadwalan hutang-hutang luar negeri dan
meminta bantuan luar negeri guna pemulihan dan pembangunan Indonesia. Dengan bantuan organisasi-organisasi keuangan internasional seperti IMF,
Bank Dunia, IGGI dan negara-negara kreditor, seperti Amerika Serikat, Jepang, Belanda dan negara-negara kreditor lainnya Indonesia dibanjiri
bantuan luar negeri guna pemulihan dan pembangunan Indonesia. Sementara itu kebijakan moneter yang erat kaitannya dengan penawaran dan permintaan
uang dilakukan dengan usaha-usaha mobilisasi tabungan, penyaluran kredit ke sektor-sektor prioritas dalam perekonomian, dan melakukan penyesuaian suku
bunga tinggi yang nantinya dapat mendorong masyarakat menyalurkan tabungannya melalui sistem perbankan. Untuk itulah Bank Indonesia
menawarkan suku bunga yang tinggi dalam beberapa jenis deposito berjangka. Selain itu pemerintah juga telah mengurangi campur tangan dalam
perekonomian dan memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha swasta untuk peranan yang lebih besar. Hal dengan terlihat dalam liberalisasi
sistem devisa yang pada masa sebelumnya diberlakukan secara ketat berangsur-angur dikurangi oleh pemerintah Orde Baru.
clxxii 4.
Dampak kebijakan moneter pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1966- 1972 antara lain dalam bidang ekonomi dan politik, yaitu:
a. Dalam bidang ekonomi telah berhasil menurunkan laju pertumbuhan uang
yang beredar secara berangsur-angsur dari 763 pada tahun 1966 menjadi 121 pada pada tahun 1968, 35 pada tahun 1970, 30 pada tahun 1971.
Sejalan dengan itu laju inflasi turun dari 650 dalam tahun 1966 menjadi 9,9 dalam tahun 1969; dalam tahun 1971 menjadi 2,4. Mobilisasi
tabungan masyarakat juga mengalami peningkatan dalam beberapa jenis tabungan. Dimulai dari kampanye tabungan pada akhir tahun 1968
deposito berjangka baru berjumlah Rp. 4,5 milyar, kemudian pada tahun September 1971 menjadi Rp. 126,1 milyar. Pada tahun 1969 diadakan pula
gerakan tabungan berhadiah untuk menghimpun dana yang berasal dari masyarakat yang penghasilan rendah. Dalam bulan Maret tahun 1969,
tabungan berhadiah baru sebesar Rp. 36 juta kemudian pada akhir Juni tahun 1971 jumlahnya telah menjadi Rp. 1.497 juta. Sejak 1 Agustus
tahun 1971 tabungan berhadiah dihentikan dan diganti dengan Tabanas dan Taska, gerakan ini telah memperlihatkan hasil yang
mengembirakan pada Desember tahun 1971, Tabanas telah mencapai jumlah Rp. 4,992 juta, sedangkan Taska sejumlah Rp.36 juta.
Keberhasilan juga dialami dalam APBN yang menggunakan prinsip anggaran berimbang yang dapat direalisasikan pada tahun 1968, pada
tahun berikutnya penerimaan rutin telah mengalami surplus. Mengenai neraca pembayaran, defisit neraca jasa selalu besar dari pada surplus
neraca perdagangan. Namun, perekonomian Indonesia telah menunjukkan ciri-ciri ke arah perbaikan, yaitu nilai ekspor yang
terus meningkat cukup besar, kenaikan impor ke tingkat yang lebih stabil sesuai dengan kebutuhan perekonomian Indonesia dan
pulihnya aliran modal ke dalam negeri. 5.
Dalam bidang politik antara lain: 1 Pemerintahan Orde Baru menggunakan pembangunan ekonomi untuk memperkokoh legitimasinya,
karena bidang tersebut mempunyai daya tarik yang kuat bagi semua orang
clxxiii yang telah lama menderita akibat stagnasi ekonomi. 2 Pemerintahan
Orde Baru menciptakan birokrasi sipil yang efektif dan setia pada kekuasaan eksekutif untuk mendukung program pembangunan ekonomi.
Untuk itulah Pemerintahan Orde Baru melakukan reformasi birokrasi dengan jalan mengalihkan wewenang pemerintahan ke tingkat birokrasi
yang lebih tinggi, mengikutsertakan perwira ABRI dan teknokrat sipil yang menduduki departemen-departemen dan badan-badan pemerintahan,
penempatan gubernur atau bupati yang dapat dikendalikan langsung Jakarta. 3 Orde Baru muncul sebagai Negara-Borokratik-Otoriter NBO
sebagai konsekuensi terciptanya stabilitas politik yang mendukung pembangunan ekonomi 4 Ketergantungan pada Mafia Berkeley dan
bantuan luar negeri, ini terlihat dari penyerahan sepenuhnya presiden Soeharto kepada kaum teknokrat Mafia Berkeley untuk melakukan
pembenahan ekonomi. Sesuai pandangan kaum teknokrat untuk membiayai pembangunan ekonomi sumber-sumber luar negeri sangat
diperlukan. Sumber-sumber luar negeri ini diperoleh dari IMF, Bank Dunia, IGGI, serta negara donor seperti Jepang, Amerika Serikat.
B. Implikasi