Kebijakan Perkreditan Kebijakan Moneter Pada Masa Pemerintahan Soeharto Tahun 1966-1972

cvii tersebut merupakan salah satu komponen yang terpenting dalam mengendalikan inflasi. Selanjutnya diikuti dengan pengembalian bank-bank pemerintah sebagai bank komersial sesuai dengan alokasi yang telah ditetapkan pemerintah.

2. Kebijakan Perkreditan

Melihat pengalaman pada masa lalu dimana kredit perbankan lebih banyak ditujukan untuk konsumsi. Maka Orde Baru melakukan kebijakan yang berbeda. Dalam situasi inflasi yang sedang berlangsung pemerintah melaksanakan kebijakan di bidang perkreditan secara kualitatif sebagai usaha untuk meningkatkan produksi dan ekspor. Pemberian kredit tersebut didasarkan likuiditas dari perbankan sendiri sedangkan arahnya arus ditujukan ke sektor- sektor sandang, pangan, prasarana, dan peningkatan ekspor. Selain itu pengusaha sendiri harus mendapatkan dana dari luar perbankan dan pemerintah dengan memperoleh kredit dari penjualan dan pembelian. Patmnono SK, 1998: 80 Pada tanggal 17 Januari 1966 dikeluarkan Surat Keputusan Menteri Urusan Bank Sentral No. 6UBS66 yang mengarahkan alokasi kredit perbankan sesuai dengan sektor-sektor ekonomi, yaitu sebesar 85 dari pemberian kredit bank- bank pemerintah diberikan untuk pembiayaan produksi barang-barang eskpor dan 15 untuk pembiayaan perdagangan dalam negeri dan impor. Selain itu, 60 dari kredit-kredit bank-bank pemerintah tersebut untuk membiayai sektor pemerintah, termasuk koperasi dan sebesar 40 untuk membiayai sektor swasta. Laporan BNI Unit I, 1966-1967: 77 Selain itu dikeluarkan Instruksi Presidesium Kabinet No.15EKIN1066 tanggal 3 Oktober 1966 mengenai Pedoman di Bidang Perkreditan. Dalam pedoman tersebut ditetapkan kenaikan suku bunga kredit pada bank-bank pemerintah menjadi sekitar 6-9 per bulan. Dalam Peraturan 3 Oktober juga memberikan ketentuan-ketentuan suku bunga ditetapkan pula ketentuan-ketentuan yang mewajibakan bank-bank untuk membatasi pemberian kreditnya kepada usaha-usaha yang sangat urgen, menghilangkan diskriminasi antara perusahaan- perusahaan negara dan perusahaan swasta, menertibkan pemberian kredit dengan cviii menggunakan akad kredit, melarang bank-bank memberikan kredit jangka panjang, melarang bank-bank memberikan kredit untuk impor, kredit untuk usaha- usaha yang tidak sehat dan akan membawa kerugian. Kredit untuk ekspor hanya diberikan apabila bank yakin keberhasilan ekspor tersebut. Kebijakan kredit secara kualitatif dilakukan dengan mengarahkan perbankan untuk memberikan kredit secara selektif dan terarah ke sektor-sektor produksi dengan prioritas pada bidang pangan, sandang, dan ekspor.

3. Kebijakan Deposito Berjangka Dan Tabungan