clxviii pembangunan yang dilahirkan, sejak dari proses perencanaan sampai pada
evaluasinya sepenuhnya berada pada tangan birokrat dan teknokrat. Kelima, dalam menanggapi kritik dan para penentangnya, pemerintah Orde Baru tidak
segan-segan melakukan tindakan tegas. Terakhir, dan merupakan ciri khusus untuk Indonesia, dapat dijumpai pada otonomi dan besarnya peran kantor
kepresidenan, yang diwujudkan dengan demikian luas wewenang yang ada pada Sekretariat Negara. Implikasi kebijakan stabilitas politik dengan munculnya NBO
telah membawa imbas yang positif terhadap pembangunan ekonomi, seperti yang telah dijelaskan diatas.
d. Ketergantungan Pada Mafia Berkeley dan Bantuan Luar Negeri
Pemerintah Orde Baru menggunakan pendekatan yang sangat pragmatis sebagai konsep utamanya, yang berlawanan sepenuhnya dengan kebijakan
Demokrasi Terpimpin, pemerintah Orde Baru pada tanggal 10 Januari 1967 memberlakukan UU No.1 tahun 1967 yakni UU Penanaman Modal Asing PMA
selanjutnya pada tanggal 3 Juli 1968 memberlakukan UU No 6 Tahun 1968 yakni UU Penanaman Modal Dalam Negeri PMDN. Kedua Undang-Undang itu
dimaksudkan untuk membuka perekonomian dan menggiatkan kembali dunia usaha swasta. Selain itu UU PMA diharapkan mendorong investasi sebesar-
besarnya, terutama investasi asing guna menciptakan pertumbuhan ekonomi. Pemerintah yakin bahwa pertumbuhan ekonomi yang ditimbulkan oleh suntikan
modal dan teknologi akan meluber secara spontan ke seluruh lapisan masyarakat. Salah satu implikasi terpenting dari teori “Trickle Down Effect” tetesan ke
bawah, yang hampir selama periode pemerintahan Orde Baru sangat di percaya sebagai suatu model pembangunan ekonomi. Teori ini sangat erat kaitannya
dengan teori yang dikembangkan oleh Evsey Domar dan Roy Harrod, tentang tabungan dan investasi modal. Menurut kedua peneliti tersebut, kalau tabungan
dan investasi rendah, pertumbuhan ekonomi masyarakat atau negara tersebut juga rendah.
http:dhenov.blogspot.com200903analisa-kebijakan-ekonomi-post- orde.html
Kepercayaan seperti inilah yang mendasari Mafia Berkeley untuk mengejar kebangkrutan ekonomi yang di wariskan Orde Lama dengan mencari tambahan
modal, baik dari dalam negeri dengan mengusahakan peningkatan tabungan
clxix dalam negeri, maupun dari luar negeri melalui penanaman modal dan utang luar
negeri. Presiden Soeharto sendiri menyerahkan sepenuhnya pembenahan ekonomi kepada Mafia Berkeley yang sebelumnya pernah menjadi Dosen ketika
menempuh pendidikan ilmu-ilmu dasar ekonomi di SESKOAD Bandung. H.W. Arndt, 1983:117 Pemerintahan Orde Baru guna melakukan pembangunan
ekonomi meminta dukungan IMF, Bank Dunia, IGGI, serta negara donor seperti Jepang, Amerika Serikat mulai mengucurkan dananya untuk memperbaiki
kemerosotan ekonomi Indonesia. Patmnono SK, 1998: 76 Hubungan baru antara organisasi-organiasai keuangan internasional serta negara kapitalis dengan
pemerintahan Orde Baru bisa dikatakan sebagai momentum awal dari pada ketergantungan dependen pembangunan ekonomi Indonesia terhadap pihak
eksternal atau luar negeri. Hubungan yang erat tersebut oleh pemerintahan Orde Baru dengan melihat
pertimbangan bahwa tidak tersedianya dana dalam negeri untuk program ekonomi. Posisi Indonesia di dunia internasional waktu itu juga lemah. Untuk
itulah dipilih pendekatan yang “berorientasi keluar” yaitu stabilisasi dratis dan pertumbuhan yang cepat dengan sebagian besar pembiayaan dari sumber-sumber
luar negeri. Sumber-sumber luar negeri tersebut diperoleh dari IMF, Bank Dunia, IGGI, serta negara donor seperti Jepang, Amerika Serikat. Memang dengan
pendekatan berorientasi keluar telah berhasil mengurangi defisit APBN secara dratis dan kemudian dapat mengendalikan laju inflasi dari 600 pada akhir 1966
menjadi 15 pada tahun 1968. Penggunaan barang-barang impor dalam program stabilisasi telah menyingkirkan barang-barang produksi dalam negeri di pasar, dan
gilirannya menyebabkan kebangkrutan dalam masyarakat bisnis pribumi. Mothar Mas’oed, 1989: 199
clxx
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Pengabaian masalah-masalah ekonomi dan kesalahan dalam manajemen
pengolahannya serta lebih memberikan prioritas kepada masalah-masalah politik mengakibatkan timbulnya banyak kesulitan-kesulitan di bidang
ekonomi. Di tahun 1966 terjadi peralihan kekuasaan politik yang berangsur- angsur dari Soekarno ke tangan Soeharto yang memungkinkan rezim Orde
Baru mengambil hati rakyat dengan menciptakan kepuasan meterial. Persoalan yang harus segera diselesaikan adalah rendahnya daya beli rakyat sebagai
akibat hiperinflasi yang menganas, defisit anggaran pemerintah yang telah mencapai tingkat yang parah dan merosotnya produksi dalam negeri. Dengan
demikian dapat disimpulakan latar belakang kebijakan moneter pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1966-1971 adalah terjadinya kekacauan di
bidang moneter, terganggunya produksi, defisit neraca perdagangan, serta defisit anggaran pemerintah yang semakin meningkat, utang luar negeri,
demoralisasi yang semua itu merupakan warisan yang ditinggalkan pemerintahan Soekarno.
2. Kebijakan moneter pada masa pemerintahan Soeharto tahun 1966-1971
didasarkan pada Ketetapan MPRS No. XXIIIMPRS1966 tanggal 5 Juli tentang “Pembaharuan Kebijakan Landasan Ekonomi, Keuangan dan
Pembangunan” yang merinci tiga tahap pembangunan yaitu 1 tahap penyelamatan, yakni mencegah kemerosotan ekonomi agar tidak menjadi
lebih buruk lagi; 2 tahap stabilisasi dan rehabilitasi ekonomi, yang mengendalikan inflasi dan memperbaiki infrastruktur ekonomi; 3 tahap
pembangunan ekonomi dengan pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Untuk merealisasikannya Pemerintahan Orde Baru segera membentuk Kabinet
Ampera dengan membagi dalam program jangka pendek dan jangka panjang. Melihat perkembangan ekonomi yang sedang dihadapi Pemerintahan Orde
146