lxxxviii Dari tabel dapat diketahui bahwa defisit yang dilakukan pemerintah untuk
membiayai proyek-proyek pemerintah di atas telah mencapai jumlah yang mengkhawatirkan yaitu pada tahun 1966 telah mencapai 174.
5. Demoralisasi
Defisit yang disebabkan tidak adanya perimbangan antara pengeluaran dan penerimaan negara, merosotnya angka ekspor, serta terus membengkaknya utang
luar negeri dan akumulasi permasalahan tersebut menyebabkan inflasi yang kian hari kian menghebat. Angka inflasi yang mencapai angka 650 pada 1966
merupakan kondisi yang sudah tidak dapat ditoleransi oleh siapapun. Harga pangan kebutuhan pokok tidak terjangkau lagi oleh rakyat. Tan Goan Tiang
memberikan gambaran inflasi yang menyebabkan orang tidak suka menabung. Hal ini karena nilai mata uang terus merosot, sebagai berikut. Patmnono SK,
1998: 62: “Seorang temannya mengadakan polis studi verzekering untuk anaknya
yang berumur 3 tahun pada 1951. Menurutnya penghitungannya, pada tahun 1966 anaknya sudah masuk universitas dan berdasarkan tingkat harga pada
1951 biaya perguruan tinggi itu Rp 2.500; per tahunnya. Kalau anaknya itu kuliah 6 tahun berarti dibutuhkan biaya Rp 15.000; karena itu ia mengambil
tanggungan sebesar Rp 15.000; dengan premi sebesar Rp 100; per bulan. Gaji orang itu Rp 1.000; sebulan sehingga ia masih dapat membayar premi
dengan setia, pada tahun 1966 ia menutup premi polisnya. Ia menerima uang sebesar Rp 2,50 uang baru, sedangkan untuk mengambilnya ia
memerlukan biaya untuk naik becak sebesar Rp 10;”.
Dari gambaran tersebut menunjukkan bahwa dalam situasi ekonomi yang penuh inflasi, dalam Pemerintahan yang korup, menabung merupakan pekerjaan
mulia yang menjadi cemoohan orang. Kejujuran dalam bekerja menjadi tidak populer karean penghasilan tetap yang diperoleh pekerja atau pegawai negeri
tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Inflasi telah membuat orang yang jujur menjadi hancur, sedang orang yang pandai bermanipulasi, korupsi dan
bersilat lidah, justru memperoleh lisensi-lisensi istimewa. Artinya orang yang tidak jujur menjadi makmur.
lxxxix Kerugian akibat inflasi memang dapat diukur dengan angka-angka, tetapi
sebenarnya kerugian itu sebenarnya jauh lebih besar, karena akhlak dan mentalitas manusia yang merosot tidak dapat dihitung dengan uang. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Radius Prawiro, sebagai berikut: 1 meluas dan mendalamnya intervensi pemerintah dalam proses perekonomian menyebabkan seluruh bidang
usaha harus melalui prosedur yang panjang dan berbelit-belit. Walaupun begitu meningkatnya aktivitas-aktivitas dan intervensi Pemerintah di segala bidang tidak
seimbang dengan kemampuan administrasi nasional. Akibatnya, bahwa satu pihak Pemerintah kini dibebani dengan aparatur yang amat sarat, sedangkan lain pihak
birokratisme yang timbul karenanya mengakibatkan kemacetan dan kesulitan- kesulitan dimana-mana; 2 inflasi yang semakin meningkat mengakibatkan
berbagai ketegangan dan wanverhoudingen dengan masyarakat. Pendapatan riil dari golongan-golongan yang dikenal sebagai berpendapatan tetap makin lama
makin merosot sampai tingkat yang tidak cukup lagi untuk mencukupi kebutuhan minimal, sedangkan golongna-golongan yang termasuk pejabat-pejabat
pemerintah yang wewenangannya menentukan di bidang ekonomi. Hal ini yang kemudian menyebabkan goyahnya disiplin dan kejujuran. Kalau kemudian hal
seperti itu meluas, maka masyarakat akan menganggapnya sebagai sesuatu yang wajar dan biasa; 3 usaha-usaha penguasaan harga yang dilakukan telah
menimbulkan ketidakseimbangan dan perbedaan harga yang membuka kesempatan terjadinya manipulasi. Sebuah contoh pada tahun 1962 ketika
dilancarkan Operasi Budi di Bandung, ternyata dalam pemeriksaan salah satu pegawai yang bertidak sebagai penyalur benang tenun bahwa suatu waktu untuk
semacam benang tenun harga resminya Rp 60.000; per bal, sedang di pasaran berharga 200.00;. Dengan wewenangnya sebagai seorang pejabat yang mungkin
hanya bergaji Rp 15.000; dalam keadaan inflasi dia dapat mendapatkan untung ± Rp 140.000; per bal dari pengusaha atas lisensi yang diberikannya; 4 pemberian
economic privelege sebagai alat publik telah menimbulkan sorotan masyarakat
karena merupakan penyalahgunaan wewenang. Sebuah contoh pembentukan dana revolusi dan cara-cara yang digunakan untuk memupuk dana itu serta pemberian
xc kredit khusus, dilakukan dengan pemberian privilese ekonomi. Patmnono SK,
1998: 63-64 Secara sederhana inflasi berasal dari dua sumber yaitu kekurangan pasokan
barang atau surplus permintaan barang yang sering kali terjadi akibat pertumbuhan pasokan uang yang terlalu cepat. Menjelang pertengahan 1960-an,
Indonesia mengalami dua jenis penyebab yang eksterm. Laju inflasi negara pada tahun 1966 lebih dari 650. Hiperinflasi mengelabuhi semua konsumen: dalam
tempo singkat, secepat waktu orang meletakkan uang ke dalam suku dan mengambilnya kembali, sebagian besar dari nilai mata uang lenyap. Radius
Prawiro, 1998: 11
6. Utang Luar Negeri