lxxxv Pemerintah mengikis cadangan devisa. Hal ini dimaksudkan untuk kestabilan
moneter, nilai tukar rupiah dijaga pada tingkat artifisial yang tinggi. Kebijakan ini menyebabkan harga produk Indonesia melonjak, sehingga daya saingnya dalam
pasar internasional menurun. Dampak buruk ini diperparah dengan kebijakan yang mencoba membangun industri dengan memajak ekspor hasil pertanian.
Selain minyak, produk perdagangan yang utama adalah karet, kopi, minyak kelapa, dan beberapa produk pertanian lainnya. Pemajakan ekspor pertanian
membuat para pedagang Indonesia memiliki tiga pilihan: mereka bisa menyerap biaya pajak dan membuat biaya mereka menjadi mahal, atau mencoba
meneruskan biaya ini kepada pemasok atau pelanggan mereka. Bila pedagang menaikkan harga untuk mengkompensasi ketidaktepatan mata uang dan tarif
ekspor, harga mereka tidak akan laku. Oleh karena itu pedagang tidak bisa meneruskan biaya tambahan ini kepada para pedagang mereka. Para pedagang
tidak mau menyerap biaya itu sendiri, karena biaya biasanya mereka hanya mendapatkan laba tipis dari barang mereka. Hal ini berarti bahwa para petani
Indonesia akan tergencet: produk pertanian Indonesia bisa berhasil di pasar internasional hanya bila petani mau menjual dengan merugi atau dengan untung
yang sangat tipis. Rupiah yang mahal dan pajak ekspor menghalangi petani untuk memasuki sektor ekspor, dan hal ini kemudian berperan menciutkan cadangan
devisa. Radius Prawiro, 1998: 10
4. Defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Pada dasawarsa 1960-an kebutuhan anggaran pemerintah semakin membengkah antara lain untuk membiayai pengeluaran militer, impor beras,
subsidi, proyek mercusuar, dan dana bebas Radius Prawiro, 1998: 6-8. a.
Pengeluaran militer Pada Desember 1961 pemerintah meluncurkan kampanye untuk
membebaskan Irian Barat. Program Trikora tersebut pada tahun 1962 telah menelan biaya Rp 11.751 juta sendiri atau 24 dari anggaran belanja. Pada tahun
1963 timbul sengketa regional di Asia Tenggara dengan dibentuknya Negara
lxxxvi Federasi Malaysia yang kemudian berlanjut dengan Politik Konfrontasi. Tim
Penulis LP3ES, 1995: 146-147 Pemberontakan tahun 1957 di Sumatra dan Sulawesi menyebabkan peningkatan pengeluaran pemerintah untuk pertahanan
dan keamanan. Karena kerawanan keamanan di dua daerah ini maka barter ilegal barang-barang ekspor Indonesia meningkat, sehingga menurunkan volume ekspor
Indonesia secara keseluruhan. b.
Proyek mercusuar Tanpa menghiraukan besarnya defisit anggaran pada awal 1960 pemerintah
melakukan program besar membangun monumen publik dan proyek-proyek mercusuar. Pada tahun 1961 diadakan pembangunan gedung besar untuk
penyelenggaraan CONEFO Conference of the New emerging Forces. Pada tahun 1962 diadakan Asian Games yang menimbulkan defisit. Pada tahun 1963
diadakan Pekan Olah Raga GANEFO Games of the New Emerging Forces, selain itu pembangunan Monumen Nasional, pendirian Masjid Istiqal, juga
pendirian Toko Serba Ada Sarinah atau Hotel Banteng. Tim Penulis LP3ES, 1995: 146-147
c. Impor beras
Selama periode 1957-1965 Indonesia mengalami kekurangan pasokan beras secara besar- besaran. Untuk mencukupi kebutuhan beras pemerintah mengimpor
beras secara besar-besaran. Hal ini menyebabkan pengurasan besar-besaran cadangan devisa negara. Walaupun begitu harga beras impor tetap mengalami
kenaikkan dari Rp 3,75 sampai rata-rata Rp,- per kg Rp 5,50 untuk Jabar, Rp 5,- untuk Jateng,- Rp 4,75 untuk Jatim, dan 5,50 di luar Jawa. Jadi kenaikan rata-rata
33-40. Daniel Dhakidea Frans M. Parera, 1992: 55. Untuk memecahkan masalah tersebut pemerintah melakukan larangan impor beras, tapi larangan ini
justru menimbulkan kepanikan dan pembelian beras besar-berasan sehingga memperparah inflasi. Pada akhirnya pemerintah menarik larangannya, namun
tingkat impor beras dibuat menjadi jauh di bawah jumlah yang diperlukan oleh konsumen. Hal ini melunturkan kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan
perkonomian negara. Radius Prawiro, 1998: 7
lxxxvii d.
Subsidi Sebagai pelindung nilai terhadap inflasi, pemerintah menyediakan subsidi
besar terhadap banyak barang konsumsi, khususunya produk-produk minyak dan beras. Pada tahun 1965, lebih dari seperlima penghasilan pemerintah dialokasikan
untuk mensubsidi produk-produk minyak pada tahun 1965 subsidi terhadap produk-produk minyak berjumlah Rp. 150 milyar sementara total penghasilan
pemerintah tahun itu sekitar 671 milyar.. Pemerintah mencoba menurunkan subsidi terhadap produk minyak, namun mendapatkan protes dari masyarakat,
akhirnya pemerintah mengalah dan membatalkan pemotongan subsidi tersebut. Radius Prawiro, 1998: 7
e. Dana bebas
Dana bebas adalah dana khusus yang disebut dana revolusi. Dana ini sengaja diciptakan untuk membiayai proyek-proyek serba-serbi dan untuk
membalas jasa teman-teman dari rezim yang berkuasa. Dana ini digunakan oleh presiden dan penasehat-penasehat dekatnya, yang dengan sewenang-wenang
menguncurkan banyak devisa kepada lembaga pemerintah dan individu yang biasanya besarnya tergantung kebijakan presiden. Dana ini berada diluar anggaran
namun diambil dari dana negara. Radius Prawiro, 1998: 8 Berikut ini adalah tabel Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 1959-1966.
Tabel 10 : Pendapatan dan Belanja Negara Tahun 1959-1966
Tahun Pendapatan Belanja Defisitsurplus Defisit sebagai
terhadap pendapatan
1959 30
44 -14
47 1960
50 58
-8 16
1961 62
88 -26
42 1962
75 122
-47 60
1963 162
330 -168
104 1964
283 681
-398 141
1965 923
2.526 -1.603
174 1966
13.142 29.433
-16.291 124
Sumber: Mohtar Mos’oed 1989: 220
lxxxviii Dari tabel dapat diketahui bahwa defisit yang dilakukan pemerintah untuk
membiayai proyek-proyek pemerintah di atas telah mencapai jumlah yang mengkhawatirkan yaitu pada tahun 1966 telah mencapai 174.
5. Demoralisasi