68 kota non lokal. Pedagang pengecer lokal melakukan pembelian kubis ke
petani dan pedagang pengumpul pasar lokal, kemudian menjualnya ke konsumen akhir.
6.5.2. Sistem Penentuan Harga
Harga kubis yang diterima petani ditentukan oleh pedagang. Harga tersebut terbentuk dari hasil penyesuaian terhadap harga yang berlaku dipasar.
Harga kubis sangat fluktuatif sehingga lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, pedagang pengumpul
pasar luar kota non-lokal, dan pedagang pengecer menentukan suatu rentang harga dalam melakukan penjualan kubis agar dapat memperoleh keuntungan.
Artinya, masing-masing pedagang tersebut dapat menjual kubisnya mulai dari harga terendah yang mereka tetapkan hingga harga tertinggi yang mampu
ditawarkan dalam mekanisme tawar-menawar. Namun sebenarnya pedagang telah memiliki acuan atau patokan sendiri dalam menentukan harga. Berbeda
halnya dengan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan, lembaga-lembaga tataniaga kubis di Desa
Argalingga, Majalengka dan Desa Cimenyan Kabupaten Bandung dalam sistem penentuan harga dilakukan secara tawar menawar.
6.5.3. Sistem Pembayaran
Sistem pembayaran yang dilakukan oleh masing-masing lembaga tataniaga dikategorikan menjadi dua sebagai berikut.
1. Pembayaran tunai. Pembayaran tunai dilakukan oleh pedagang pengumpul
pasar lokal yang membeli kubis ke pedagang pengumpul tingkat desa. Selain itu, pembayaran tunai juga dilakukan oleh pedagang pengecer yang
membeli kubis ke petani secara langsung dan ke pedagang pengumpul pasar lokal. Pedagang pengecer luar kotapun langsung membayar secara
tunai atas kubis yang dibelinya dari pedagang pengumpul pasar luar kota non-lokal.
2. Pembayaran kemudian hutang. Petani sebagai produsen yang menjual
kubis ke pedagang pengumpul pasar luar kota non-lokal dan ke pedagang pengumpul tingkat desa akan menerima pembayaran setelah beberapa hari
dari waktu penyerahan komoditi tersebut. Artinya, pedagang pengumpul
69 tingkat desa dan pedagang pengumpul pasar luar kota non-lokal tidak
membayar kubis yang dijual oleh petani secara tunai melainkan dibayar kemudian hutang. Umumnya pembayaran dilakukan setelah kubis yang
dibeli dari petani habis terjual ke lembaga tataniaga berikutnya. Sebenarnya sistem pembayaran kemudian hutang menyulitkan petani
karena bertani merupakan mata pencarian pokok dan petani membutuhkan modal untuk melakukan budidaya sayuran selanjutnya. Namun petani
tidak memiliki banyak pilihan karena petani hanya dapat menjual kubis dalam jumlah besar ke pedagang pengumpul tingkat desa dan pedagang
pengumpul pasar luar kota non-lokal. Sistem pembayaran tunai dan hutang juga dilakukan oleh lembaga-
lembaga tataniaga di Desa Cimenyan, Kabupaten Bandung dan di Desa Argalingga, Majalengka. Namun masih terdapat satu jenis sistem pembayaran
yang dijalankan oleh lembaga-lembaga tataniaga di kedua desa tersebut yaitu sistem bayar di muka atau bayar setengah dimana para pedagang membayar
terlebih dahulu setengah dari harga kubis yang mereka borong sebelum dibawa ke pasar tujuan untuk dijual.
6.5.4. Kerjasama Antar Lembaga Tataniaga