Perumusan Masalah Analisis Tataniaga Kubis (Studi Kasus: Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam, Provinsi Sumatera Selatan)

5 Wilayah di Kota Pagar Alam yang memiliki luas panen dan volume produksi kubis terbesar berada di Kecamatan Dempo Utara. Pada Tahun 2010 menurut data Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam, luas panen dan produksi kubis di Kecamatan Dempo Utara yaitu 155 hektar dan produksi 73,30 persen dari total produksi kubis di Kota Pagar Alam. Kemudian diikuti Kecamatan Pagar Alam Selatan 83 hektar; 20,64 persen , Pagar Alam Utara 43 hektar; 4,10 persen, Dempo Selatan 16 hektar; 1,49 persen, dan Dempo Tengah 9 hektar; 0,47 persen. Keadaan tanah yang subur dan letaknya yang berada di dataran tinggi 705m-1200m diatas permukaan laut sangat mendukung dalam pengembangan kubis di wilayah Kecamatan Dempo Utara. Sentra produksi kubis di Kecamatan Dempo Utara berada di Kelurahan Agung Lawangan. Sebagian besar lahan di Kelurahan tersebut ditanami kubis karena kesesuaian iklim dan jenis tanahnya yang subur. Kubis yang dihasilkan di daerah ini dijual ke pasar lokal yaitu pasar terminal Kota Pagar Alam dan pasar luar kota seperti Kota Muara Enim dan Kabupaten Lahat. Volume penjualan kubis ke luar kota umumnya lebih besar dibandingkan ke pasar lokal.

1.2. Perumusan Masalah

Tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan melibatkan beberapa lembaga tataniaga seperti pedagang pengumpul tingkat desa, pedagang pengumpul pasar lokal, pedagang pengumpul pasar luar kota non-lokal, pedagang pengecer lokal dan pedagang pengecer luar kota non-lokal. Keterlibatan lembaga-lembaga tataniaga tersebut dipengaruhi oleh jarak antara produsen dan konsumen konsumen akhir luar kota yang cukup jauh sehingga umumnya membentuk saluran tataniaga yang panjang. Lembaga-lembaga tataniaga dalam menyalurkan kubis ke tangan konsumen akhir sebelumnya melakukan fungsi-fungsi tataniaga untuk meningkatkan nilai tambah. Fungsi-fungsi tataniaga yang dijalankan memiliki hubungan positif dengan biaya yang dikeluarkan. Semakin banyak fungsi yang dijalankan maka biaya yang dikeluarkan juga semakin besar dan sebalikya semakin sedikit fungsi yang dijalankan biaya tataniaga akan semakin kecil. Lembaga-lembaga tataniaga juga menginginkan keuntungan atas fungsi-fungsi 6 yang telah dijalankan tersebut. Besaran biaya yang dikeluarkan dan keuntungan yang didapat oleh masing-masing lembaga tataniaga mencerminkan besaran margin yang terbentuk. Umumnya saluran tataniaga yang panjang akan membentuk total margin yang nilainya relatif besar. Margin yang terbentuk juga dapat dilihat melalui perbedaan harga yang diterima petani dan harga yang dibayarkan konsumen akhir. Harga rata-rata kubis yang diterima petani kubis di Kota Pagar Alam termasuk Kelurahan Agung Lawangan dan yang dibayarkan konsumen akhir lokal Kota Pagar Alam cenderung fluktuatif setiap bulannya. Harga rata-rata kubis yang diterima petani dan konsumen akhir di Kota Pagar Alam Tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 4. Pada tahun 2010 harga rata-rata tertinggi yang diterima petani kubis yaitu Rp 1.700,00 per kilogram dan harga terendah yaitu Rp 250,00 per kilogram, sedangkan harga rata-rata tertinggi yang dibayarkan konsumen akhir yaitu Rp 5.000,00 per kilogram dan harga terendah Rp 1.250,00 per kilogram. Harga tertinggi kubis pada bulan Januari hingga Maret 2012 yaitu Rp 3.000,00 per kilogram dan harga terendah Rp 500,00 per kilogram. Dampak fluktuasi harga tersebut berpengaruh pada pendapatan petani kubis karena petani tidak bisa memprediksi harga kubis yang akan mereka terima setelah panen. Selisih harga rata-rata kubis yang diterima petani dan yang dibayarkan konsumen akhir di Kota Pagar Alam cukup besar, mencapai Rp 4500,00. Nilai inilah yang disebut margin tataniaga. Margin tataniaga yang tinggi menggambarkan bahwa lembaga-lembaga tataniaga memperoleh bagian pendapatan yang lebih besar dibandingkan petani sehingga tataniaga diindikasikan tidak efisien jika dilihat dari indikator margin tataniaga. Margin tataniaga dan bagian yang diterima petani atas harga yang dibayarkan konsumen akhir farmer’s share memiliki hubungan negatif. Semakin tinggi nilai margin tataniaga maka nilai farmer’s share akan semakin rendah dan sebaliknya semakin rendah nilai margin tataniaga, nilai farmer’s share akan semakin tinggi. Pada Tabel 4 juga digambarkan bahwa pada saat margin tinggi Rp 4500,00 nilai farmer’s share akan rendah 10,00 persen dan sebaliknya pada saat nilai margin tataniaga rendah Rp 800,00, nilai farmer’s sharenya menjadi tinggi 68,00 persen. Nilai farmer’s share yang rendah yaitu 10,00 persen 7 menunjukkan bahwa petani menerima 10,00 persen atas harga yang dibayarkan oleh konsumen akhir. Nilai farmer’s share yang rendah juga mengindikasikan bahwa tataniaga tidak efisien jika dilihat dari indikator farmer’s share. Tabel 4. Harga Rata-rata Kubis yang Diterima Petani dan Konsumen Akhir di Kota Pagar Alam Tahun 2010, Margin Tataniaga, dan Farmer’s Share No. Bulan Harga Rata- rata yang Diterima Petani RpKg Harga Rata- rata yang Diterima Konsumen Akhir RpKg Margin Tataniaga RpKg Farmer’s Share 1. Januari 1.700,00 2.500,00 800,00 68,00 2. Februari 600,00 3.500,00 2.900,00 17,14 3. Maret 700,00 3.750,00 3.050,00 18,67 4. April 500,00 5.000,00 4.500,00 10,00 5. Mei 700,00 3.000,00 2.300,00 23,33 6. Juni 600,00 4.500,00 3.900,00 13,33 7. Juli 600,00 3.000,00 2.400,00 20,00 8. Agustus 900,00 2.500,00 1.600,00 36,00 9. September 700,00 2.250,00 1.550,00 31,11 10. Oktober 250,00 1.250,00 1.000,00 20,00 11. November 300,00 1.250,00 950,00 24,00 12. Desember 1.000,00 2.000,00 1.000,00 50,00 Rata-rata Tahun 2010 712,50 2.875,00 2.162,50 27,63 Sumber: Sub Terminal Agribisnis dan Badan Pusat Statistik Kota Pagar Alam 2011, diolah Permasalahan yang juga dihadapi petani kubis yaitu dalam posisi tawar- menawar sering tidak seimbang dimana petani dikalahkan dengan kepentingan lembaga tataniaga lain seperti pedagang yang lebih dahulu mengetahui harga posisi tawar petani rendah. Petani sebagai produsen merupakan pihak yang menerima harga price taker sehingga tidak memiliki pengaruh dalam penentuan harga. Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu: 1. Bagaimana saluran tataniaga dan fungsi-fungsi yang dijalankan oleh lembaga-lembaga tataniaga, serta struktur pasar dan perilaku pasar yang terjadi dalam tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam? 2. Apakah tataniaga kubis di Kelurahan Agung Lawangan, Kecamatan Dempo Utara, Kota Pagar Alam sudah efisien? 8

1.3. Tujuan Penelitian