Lindur Bruguiera Gymnorrhiza Application of Edible Coating Bases Extract of Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) and Chitosan on Peeled Off Shrimp

Pulau Solomon, buah lindur dijual sebagai sayuran, dapat dimakan dengan cara dimasak terlebih dahulu praperlakuan dibersihkan dari kulitnya, dicuci dan dikeringkan untuk menghilangkan kandungan taninnya. Di Melanesia dan Nauru, buah lindur kadang-kadang dicampur dengan kelapa Allen dan Duke 2006.

2.3 Pelapis Edible Coating

Edible coating merupakan bahan pengemas yang dibentuk langsung pada bahan dan produk pangan biasanya dengan cara pencelupan Gennadios 2002. Pelapis edible adalah berbagai bahan yang digunakan untuk melapisi coating and wrapping bahan pangan, tujuannya untuk memperpanjang masa simpan produk dan dapat dimakan bersama bahan yang dilapisisnya Pavlath dan Orts 2009. Menurut Krotcha dan Johnston 1997 pelapis edible adalah suatu lapisan tipis yang rata, dibuat dari bahan yang dapat dimakan, dibentuk di atas komponen makanan coating atau diletakkan di antara komponen makanan film dan dapat berfungsi sebagai penahan barrier perpindahan massa seperti kelembaban, oksigen, lipida, zat terlarut dan atau sebagai pembawa carrier bahan tambahan makanan seperti bahan pengawet untuk meningkatkan kualitas dan umur simpan makanan. Di bidang pangan pelapis edible digunakan untuk melapisi manisan, produk konfeksioneri, buah-buahan, sayur-sayuran dan beberapa produk daging, unggas maupun hasil laut. Edible coating adalah lapisan tipis bahan yang dibentuk secara langsung dengan mencelupkan dipping, penyemprotan spraying pada permukaan produk makanan yang bertujuan melindungi serta meningkatkan nilai tambah dari produk. Selain itu tujuan penggunaan edible film atau edible coating adalah untuk mencegah migrasi uap air, gas, aroma dan lipid yang membawa ingredient makanan seperti antioksidan, antimikroba dan flavor Krochta dan Johnston 1997. Hal yang sama juga disampaikan oleh McHugh dan Senesi 2000 yang menyebutkan bahwa edible coating berfungsi sebagai penahan barrier dalam pemindahan panas, uap air, O 2 dan CO 2 . Dengan penambahan bahan tambahan seperti bahan pengawet dan zat antioksidan, edible coating tersebut memiliki kemampuan antimikroba dan antioksidan. Gennadios 2002 mendefinisikan edible coating merupakan lapisan tipis yang dapat dimakan yang digunakan pada makanan dengan cara pencelupan atau penyemprotan untuk memberikan penahan yang selektif terhadap pemindahan gas, uap air dan perlindungan terhadap kerusakan mekanik. Menurut Wong et al. 1994, beberapa teknik aplikasi dalam edible coating diantaranya adalah pencelupan dipping, penyemprotan spraying dan pemolesan brushing.

2.4 Udang Kupas

Udang merupakan salah satu komoditi perikanan yang banyak digemari oleh masyarakat karena selain rasanya enak juga merupakan sumber protein hewani. Kandungan protein udang vannamei Litopenaeus vannamei yang dimasak melalui proses perebusan adalah 23.25. Udang putih atau white shrimp Litopenaeus vannamei merupakan salah satu jenis udang yang banyak terdapat di Indonesia. Menurut habitatnya, udang ini termasuk kategori udang laut tetapi dapat dibudidayakan di tambak. Udang putih merupakan salah satu dari 80 jenis udang penaeid yang telah diusahakan secara komersial. L. vannamei juga dikenal sebagai west coast white shrimp, camaron patiblanco. Sedangkan udang windu atau yang biasa dikenal dengan black tiger, tiger shrimp atau tiger prawn merupakan udang laut atau udang penaeidae yang dapat dibudidayakan di tambak. Disebut tiger karena memiliki corak tubuh berupa garis-garis loreng mirip harimau tetapi warnanya hijau kebiruan. Panjang dan berat udang windu hasil tangkapan dari laut bisa mencapai 35 cm dan 260 gramekor. Jika dipelihara di tambak, panjang tubuh maksimum udang windu bisa mencapai 20-25 cm dan berat rata-rata 140 gramekor Amri 2003. Udang kupas adalah produk yang diolah dari udang segar yang mengalami perlakuan pemotongan kepala dan pengupasan kulit dengan atau tanpa ekor. Udang kupas biasanya diekspor dalam bentuk beku udang beku mentah dan udang beku rebus atau segar. Menurut Murtidjo 1992 kualitas komoditas udang ekspor terbagi dalam 3 klasifikasi: 1. Udang beku segar fresh frozen shrimp, merupakan udang ukuran besar yang memiliki bobot rata-rata 50 gekor, dengan kualitas prima. 2. Udang kupas segar Peeled Shrimp, merupakan udang-udang ukuran besar yang dikupas kulitnya dan mutunya masih cukup baik. 3. Udang kupas rebus Precooked Shrimp, merupakan udang yang rata-rata memiliki ukuran kecil, sehingga kurang cocok untuk dibekukan dalam keadaan segar. Dengan demikian dapat dijadikan komoditas udang rebus beku. Pengupasan dilakukan setelah perebusan dalam larutan garam yang mendidih selama 5-40 menit. Salah satu cara untuk menghambat kerusakan udang kupas adalah dengan menerapkan teknik suhu rendah berupa pemberian es, pendinginan dan pembekuan Ilyas 1983. Pendinginan adalah penyimpanan bahan pangan diatas suhu pembekuan yaitu 2 °C sampai dengan 10 °C Winarno 2008. Menurut Ilyas 1983 bahwa selama penyimpanan dingin tersebut udang akan mengalami perubahan mutu seperti permukaan udang mengering dehidrasi akibat kehilangan uap air, sedangkan rupa dan warnanya akan mengalami perubahan dari aslinya dan teksturnya menjadi lunak lembek. Untuk mengurangi perubahan yang terjadi pada udang selama masa simpan tersebut maka dilakukan pelapisan dengan edible coating berbahan kitosan dan ekstrak lindur. 3 METODE

3.1 Bahan Penelitian

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah udang jenis black tiger Penaeus monodon yang diperoleh dari pasar tradisional di Bogor, udang jenis vanname Litopenaeus vannamei yang diperoleh dari perusahaan everfresh di Jakarta, buah lindur Bruguiera gymnorrhiza yang diperoleh dari daerah mangrove di sekitar kepulauan Kei, Maluku Tenggara, kitosan yang diperoleh dari perusahaan Biotech Surindo di Cirebon, isolat Staphylococcus aureus dan Salmonella yang diperoleh dari Laboratorium Mikrobiologi Seafast Center LPPM-IPB. Bahan kimia yang digunakan adalah dietil eter, etanol 96 , asam asetat 100 , asam fosfat 85 H3PO4, natrium hidroksida NaOH, asam klorida HCl 37 , gliserol 87 , sorbitol 70 , trikloroasetat TCA 7 . Selain itu digunakan pula kertas Whattman No. 41 dan No. 42, nutrien agar dan nutrien broth.

3.2 Peralatan Penelitian

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini adalah texture analyzer TA- XT plus, kromameter colorflex EZ hunterLab, pH meter dari Autech Instrument dan pH meter Thermo Scientific, timbangan digital Sartorius dan Adventurer, spektrometer FTIR Fourier Transform Infra Red PerkinElmer C69526, hot plate, oven pengering Memmert dan oven pengering Binder, colony counter Chiltern ZC301, laminar flow Britain, heating bath Butchi B-491, rotavapor Butchi R-215, stomacher Seward 400 Circulator, sonikator Memmert, pompa vakum Butchi V-700, inkubator, autoclave, dan blender Tokeby dan blender Philips.

3.3 Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di laboratorium pengolahan, laboratorium kimia, laboratorium fisik, laboratorium mikrobiologi dan laboratorium instrumen, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan BBP4BKP, Slipi, Jakarta serta di laboratorium mikrobiologi dan laboratorium biokimia, Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan selama delapan bulan mulai bulan Maret hingga November 2013.

3.4 Prosedur Percobaan

Metode penelitian ini dilakukan dalam 2 tahapan percobaan meliputi penelitian pendahuluan dan penelitian utama. Penelitian pendahuluan meliputi karakterisasi bahan baku analisis kimia meliputi uji kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar karbohidrat, kadar lemak, kadar HCN, kadar tanin dan uji fitokimia, karakterisasi kitosan meliputi uji kadar air, kadar abu dan derajat deasetilasi, pembuatan tepung lindur dari buah lindur, pembuatan ekstrak dari bahan lindur, dan pengujian aktivitas antimikroba kitosan dan ekstrak lindur pada bakteri Staphylococcus aureus dan Salmonella serta pengujian vibrio untuk