Karakteristik Kitosan Penelitian Pendahuluan .1 Karakteristik Kimia Tepung dan Buah Lindur

mendapatkan perlakuan terbaik yang dapat diaplikasikan ke dalam penelitian tahap selanjutnya. Hasil uji antibakteri dari kitosan dan ekstrak lindur terhadap bakteri uji Salmonella dan S. aureus dapat dilihat pada Tabel 4 dan Tabel 5. Tabel 4 Diameter daya hambat kitosan dalam pelarut asam asetat terhadap bakteri uji Salmonella dan S. aureus Konsentrasi kitosan dalam pelarut asam asetat 1 Salmonella mm S. aureus mm 1 8.30 6.98 2 6.48 6.57 3 Diameter zona hambat ekstrak lindur dan kitosan pada pertumbuhan bakteri S. aureus dan Salmonella cukup kecil sehingga efektivitasnya tergolong rendah terutama pada konsentrasi rendah. Pada Tabel 4 terlihat bahwa diameter zona hambat kitosan 1 adalah 8.30 mm pada Salmonella dan 6.98 mm pada S. aureus. Diameter zona hambat kitosan 2 adalah 6.48 mm pada Salmonella dan 6.57 mm pada S. aureus. Tidak ada zona hambat pada kitosan 3 . Penghambatan kitosan lebih besar terhadap Salmonella dibandingkan dengan S. aureus. Hal ini menunjukkan bahwa S. aureus lebih tahan terhadap senyawa antibakteri dalam kitosan dibandingkan dengan Salmonella. Semakin tinggi konsentrasi kitosan akan semakin menurunkan efektivitas kitosan dalam menghambat bakteri. Hal ini disebabkan karena peningkatan konsentrasi yang disebabkan dengan semakin tinggi konsentrasi, maka viskositas akan semakin meningkat hingga kitosan akan lebih sulit berdifusi dalam media agar Komariah et al. 2013. Hal senada juga diungkapka oleh Kurniasih dan Kartika 2009 bahwa semakin besar konsentrasi larutan kitosan yang digunakan semakin kecil aktivitas antibakteri yang diberikan. Hal ini disebabkan karena mekanisme muatan positif kitosan berinteraksi dengan DNA bakteri mengakibatkan terhambatnya sintesis RNA dan protein. Pada mekanisme ini, kitosan harus memiliki berat molekul kecil agar dapat masuk dalam sel mikroorganisme. Untuk itu, kitosan 1 dianggap sebagai konsentrasi optimum yang memiliki aktivitas antibakteri dibandingkan dengan persentase lainnnya. Aktivitas antibakteri kitosan dapat dipengaruhi oleh derajat deasetilasinya. Hal ini selaras dengan penelitian yang dilakukan oleh Hongpattarakere dan Riyaphan 2008, kitosan yang memiliki DD tertinggi menunjukkan KHM konsentrasi hambat minimal terendah, baik terhadap Escherichia coli, S. aureus dan C. albican. Pada penelitian Yuliana 2011 diungkapkan bahwa kitosan dengan DD 99.36 memiliki diameter hambat terhadap Escherichia coli dan S.aureus lebih besar dibandingkan dengan kitosan yang memiliki derajat deasetilasi 87.81 . Kitosan yang memiliki derajat deasetilasi tinggi akan memiliki muatan positif yang tinggi mengakibatkan adanya aktivitas antibakteri yang tinggi pula, dengan adanya NH 2 terprotonasi yang semakin meningkat jumlahnya Tsai et al. 2002. Kitosan yang digunakan dalam pengujian memiliki derajat deasetilasi 80.25 , tidak cukup tinggi sebagai antibakteri sehingga aktivitas antibakteri yang ditunjukkannya belum maksimal. Terbentuknya zona hambat pada kitosan membuktikan bahwa kandungan senyawa dalam larutan kitosan mampu berfungsi sebagai zat penghambat pertumbuhan bakteri. Hal ini didukung karena kitosan mengandung gugus amino bebas yang bermuatan positif sehingga dapat berikatan dengan senyawa lain yang mempunyai muatan negatif. Sebagai kation, kitosan mempunyai potensi untuk mengikat banyak komponen, seperti protein, pektin, alginat, dan polielektrolit anorganik. Muatan positif dari gugus NH 3 + pada kitosan dapat berinteraksi dengan muatan negatif pada permukaan sel bakteri, yaitu asam tekoat pada bakteri gram positif dan lipopolisakarida pada bakteri gram negatif. Interaksi ini diperkirakan akan mengganggu pembentukan peptidoglikan sehingga sel tidak mempunyai selubung yang kokoh dan mudah mengalami lisis sehingga aktivitas metabolisme akan terhambat dan pada akhirnya mengalami kematian Komariah et al. 2013. Tabel 5 Diameter daya hambat ekstrak lindur dalam pelarut etanol terhadap bakteri uji Salmonella dan S. aureus Konsentrasi lindur dalam pelarut etanol Salmonella mm S. aureus mm 1 7.55 7.47 2 6.75 6.77 3 6.42 6.23 Diameter zona hambat ekstrak lindur dan kitosan pada pertumbuhan bakteri S. aureus dan Salmonella cukup kecil sehingga efektivitasnya tergolong rendah terutama pada konsentrasi rendah. Diameter zona hambat ekstrak lindur 1 diketahui adalah 7.55 mm pada Salmonella dan 7.47 mm pada S. aureus. Diameter zona hambat ekstrak lindur 2 adalah 6.75 mm pada Salmonella dan 6.77 mm pada S. aureus. Diameter zona hambat ekstrak lindur 3 adalah 6.42 mm pada Salmonella dan 6.23 mm pada S. aureus. Penghambatan ekstrak lindur lebih besar terhadap Salmonella dibandingkan dengan S. aureus. Hal ini menunjukkan bahwa S. aureus lebih tahan terhadap senyawa antibakteri dalam ekstrak lindur dibandingkan dengan Salmonella. Peningkatan konsentrasi ekstrak lindur dapat meningkatkan senyawa metabolit sekunder yang lebih banyak Marliana dan Saleh 2011. Pada tabel 5 terlihat bahwa semakin tinggi konsentrasi akan semakin menurunkan efektivitas daya hambat ekstrak lindur terhadap bakteri uji. Hal ini disebabkan karena adanya kerja yang tidak sinergis antara senyawa metabolit sekunder dalam ekstrak lindur dalam perannya sebagai antibakteri. Sehingga konsentrasi 1 dan 2 dianggap sebagai konsentrasi optimum yang memiliki keharmonisan kerja yang sinergisantar senyawa metabolit sekunder sebagai antibakteri. Ekstrak lindur dapat mengakumulasi senyawa aktif fenol seperti steroid, flavonoid, tanin dan HCN sehingga akan semakin baik untuk merusak dinding sel bakteri. Interaksi senyawa-senyawa tersebut dalam jumlah besar dapat menyebabkan lisis dinding sel bakteri dengan efektivitas lebih besar. Penelitian utama dilakukan dengan menggunakan perlakuan konsentrasi optimum dari kitosan dan ekstrak lindur yang dapat menghambat aktivitas antibakteri. Penelitian utama meliputi dua seri penelitian dengan jenis udang yang berbeda. Penelitian Utama Seri Pertama untuk Udang Black Tiger dan Penelitian Utama Seri kedua untuk Udang Vannamei.