ke 4 hari, kemudian terjadi peningkatan kembali di 7 hari penyimpanan. Fenomena ini terjadi karena adanya fase perubahan dalam daging udang yang
mempengaruhi tekstur selama penyimpanan. Fase kemunduran mutu ikan post- mortem terjadi dalam 4 tahap Huss 1995; FAO 1995, yaitu fase Pre-rigor, Fase
rigor mortis, Fase Post-rigor, Fase Pembusukan. Setelah ikan mati, sirkulasi darah berhenti dan persediaan oksigen berkurang. Hal ini mengakibatkan
terlepasnya lendir dari kelenjar dibawah permukaan kulit. Lendir tersebut mengandung glukoprotein dan musin yang cocok untuk pertumbuhan bakteri.
Pada fase ini otot mulai mengendur karena terjadi perubahan ATP dan penurunan keratin fosfat yang menyebabkan proses glikolisis menjadi aktif. Proses ini
menyebabkan glikogen berubah menjadi asam laktat yang mengakibatkan penurunan pH. Proses mengendurnya otot menyebabkan tekstur udang menjadi
lunak. Hal ini ditandai dengan rendahnya nilai hardness, cohesiveness, springiness dan chewiness setelah ikan mati hingga penyimpanan 1 hari.
Pada penyimpanan 4 hari, nilai hardness, cohesiveness, springiness dan chewiness meningkat. Hal ini disebabkan karena terjadi perubahan kimia
kompleks dalam otot ikan setelah mati. Ikan yang mati dan mengalami penyimpanan menyebabkan sirkulasi darah berhenti dan cadangan oksigen
menurun. Proses ini menyebabkan glikogen berubah menjadi asam laktat, ph menurun dan cadangan ATP berkurang. Hal ini menyebabkan tekstur udang
menjadi keras karena terjadi penumpukan asam laktat dalam otot daging. Fase ini dialami oleh udang setelah penyimpanan 1 hari hingga penyimpanan 7 hari.
Setelah penyimpanan 7 hari, nilai kekerasan hardness, kohesifitas cohesiveness, springiness dan chewiness menurun kembali. Hal ini disebabkan
karena terjadinya proses autolisis dalam tubuh ikan, yaitu proses melunaknya daging ikan kembali akibat adanya perombakan jaringan oleh enzim dalam tubuh
ikan. Enzim yang muncul mulai menghancurkan jaringan dan menyebabkan perubahan pada bau, rasa, tampilan fisik dan warna.
1.3.6 Warna
Analisis warna menunjukkan nilai L, a, b perubahan warna udang kupas selama penyimpanan cenderung berfluktuasi. Berdasarkan hasil analisis terhadap
warna nilai L, a, b terlihat bahwa udang kupas selama penyimpanan berkisar antara 41.71-48.85 untuk nilai L yang menunjukkan terjadi perubahan warna dari
putih cerah menjadi agak kusam. Nilai a berkisar antara 7.41-11.68 dan nilai b berkisar antara 6.86-13.05.
Nilai L menunjukkan pengukuran tingkat kecerahan, menyatakan cahaya pantul yang menghasilkan warna akromatik putih, abu-abu dan hitam. Nilai L
berkisar dari 0 hitam hingga 100 putih. Nilai L pada udang kupas yang diberi penambahan kitosan dan ekstrak lindur cenderung mengalami peningkatan dengan
semakin meningkatnya konsentrasi kitosan dan ekstrak lindur yang ditambahkan ke dalam edible coating. Hal ini disebabkan karena edible coating yang terbentuk
memiliki sifat gel yang stabil, pada saat diaplikasikan pada udang kupas mampu menyelimuti permukaan dengan sempurna sehingga udang menjadi mengkilap
dan cerah selama penyimpanan. Selain itu, tingginya kecerahan pada produk menunjukkan penurunan kadar pH dimana larutan kitosan dan ekstrak lindur
mampu menjaga perubahan oksidasi pada udang kupas sehingga udang tetap cerah dan putih selama penyimpanan. Penambahan kitosan dan ekstrak lindur
menghasilkan proses leaching dalam pigmen otot udang. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan dan ekstrak lindur memberikan
perbedaan nyata p 0.05 terhadap nilai L udang kupas selama penyimpanan Lampiran 24. Uji lanjut Duncan menunjukkan pengaruh nyata antara keenam
perlakuan. Hasil selengkapnya nilai L, a, b perubahan warna daging udang selama penyimpanan 1 hari, 4 hari dan 7 hari dapat dilihat pada Tabel 16, tabel 17
dan Tabel 18.
Tabel 16. Perubahan warna L udang kupas selama penyimpanan
Perlakuan Kode
Penyimpanan Kitosan
bv Lindur
vv 1 hari
4 hari 7 hari
K0L0 43.64 ± 0.01
a
41.60 ± 0.04
a
43.62 ± 0.02
b
1 K0L1
45.71 ± 0.03
b
41.71 ± 0.03
b
48.17 ± 0.02
d
2 K0L2
46.97 ± 0.03
c
46.00 ± 0.02
c
47.96 ± 0.03
c
1 K1L0
48.28 ± 0.04
d
53.81 ± 0.01
f
42.34 ± 0.01
a
1 K1L1
48.66 ± 0.01
e
47.55 ± 0.00
d
48.67 ± 0.03
e
2 K1L2
48.85 ± 0.04
f
50.37 ± 0.05
e
48.18 ± 0.04
d
Pada tiap kolom, nilai TPC yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata satu sama lain Uji Duncan pada p = 0.05
Tabel 17. Perubahan warna a udang kupas selama penyimpanan
Perlakuan Kode
Penyimpanan Kitosan
bv Lindur
vv 1 hari
4 hari 7 hari
K0L0 11.47 ± 0.01
e
8.06 ± 0.02
e
10.12 ± 0.04
f
1 K0L1
11.01 ± 0.02
d
8.56 ± 0.01
f
7.64 ± 0.02
a
2 K0L2
11.68 ± 0.01
f
7.41 ± 0.01
a
9.13 ± 0.02
e
1 K1L0
7.42 ± 0.01
a
8.06 ± 0.00
c
8.99 ± 0.02
d
1 K1L1
8.57 ± 0.02
b
7.87 ± 0.01
b
8.2 ± 0.02
b
2 K1L2
8.7 ± 0.02
c
8.11 ± 0.01
d
8.91 ± 0.02
c
Pada tiap kolom, nilai TPC yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata satu sama lain Uji Duncan pada p = 0.05
Nilai a merupakan nilai yang menerangkan warna kromatik yang terkandung di dalam sampel. Nilai a menentukan warna kromatik campuran
merah-hijau. Nilai a+ positif dari 0 sampai +80 untuk warna merah dan a- negatif dari 0 sampai -80 untuk warna hijau. Hasil analisis ragam menunjukkan
bahwa konsentrasi kitosan dan ekstrak lindur memberikan perbedaan nyata p 0.05 terhadap nilai a udang kupas selama penyimpanan. Uji lanjut ltern
menunjukkan pengaruh nyata antara keenam perlakuan Lampiran 22. Semakin tinggi nilai a menunjukkan bahwa udang semakin merah yang berarti telah
terjadi perubahan warna secara enzimatis akibat proses oksidasi dalam tubuh udang dimana sudah terjadi proses degradasi. Udang tanpa diberi perlakuan
K0L0 mengalami perubahan warna yang paling tinggi dibandingkan dengan udang yang diberi penambahan kitosan dan ekstrak lindur. Konsentrasi kitosan
0; lindur 1 K0L1 merupakan konsentrasi optimum dalam mempertahankan
warna pada udang kupas. Hal ini mengindikasikan bahwa ekstrak lindur dapat menjadi bahan pewarna alami pada udang sehingga dapat menarik minat
konsumen dibandingkan udang tanpa perlakuan.
Tabel 18. Perubahan warna b udang kupas selama penyimpanan
Perlakuan Kode
Penyimpanan Kitosan
bv Lindur
vv 1 hari
4 hari 7 hari
K0L0 13.05 ± 0.05
f
8.08 ± 0.02
e
12.88 ± 0.03
d
1 K0L1
12.31 ± 0.01
e
7.54 ± 0.02
d
9.83 ± 0.01
a
2 K0L2
12.00 ± 0.01
d
7.09 ± 0.03
b
10.89 ± 0.01
b
1 K1L0
9.75 ± 0.00
a
6.86 ± 0.05
a
10.97 ± 0.03
c
1 K1L1
10.02 ± 0.01
c
7.29 ± 0.02
c
9.83 ± 0.00
a
2 K1L2
9.90 ± 0.00
b
7.26 ± 0.04
c
10.86 ± 0.00
b
Pada tiap kolom, nilai TPC yang diikuti huruf yang sama, tidak berbeda nyata satu sama lain Uji Duncan pada p = 0.05
Nilai b menentukan warna kromatik gradasi kuning-biru. Nilai b+ positif dari 0 sampai +70 untuk warna kuning dan b- negatif dari 0 sampai -70 untuk
warna biru. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa konsentrasi kitosan dan ekstrak lindur memberikan perbedaan nyata p 0.05 terhadap nilai b udang
kupas selama penyimpanan. Uji lanjut Duncan menunjukkan pengaruh nyata antara keenam perlakuan Lampiran 23. Semakin tinggi nilai b menunjukkan
bahwa udang semakin kuning yang berarti telah terjadi perubahan warna secara enzimatis akibat proses oksidasi dalam tubuh udang dimana sudah terjadi proses
degradasi. Udang tanpa diberi perlakuan K0L0 mengalami perubahan warna yang paling tinggi dibandingkan dengan udang yang diberi penambahan kitosan
dan ekstrak lindur. Konsentrasi kitosan 0 ; lindur 1 K0L1 merupakan konsentrasi optimum dalam mempertahankan warna pada udang kupas. Hal ini
mengindikasikan bahwa ekstrak lindur dapat menjadi bahan pewarna alami pada udang sehingga dapat menarik minat konsumen dibandingkan udang tanpa
perlakuan.