Menurut Sudiyono 2010, batas normal kadar HCN yang dapat dikonsumsi manusia adalah 50 ppm sehingga kadar HCN buah lindur yang dijadikan bahan
baku edible coating dalam penelitian ini masih di bawah batas aman untuk dikonsumsi. Asam sianida merupakan zat berbahaya. Menurut Purnomoadi
2008, kandungan sianida dapat diturunkan dengan menggunakan berbagai metode misalnya pengeringan dengan sinar matahari dan pemanasan buatan. Dua
faktor dari proses pengeringan diketahui membantu proses penurunan sianida yaitu proses dehidrasi penghilangan air dan perusakan sel akibat panas.
Berdasarkan proses pengujian untuk menjadi tepung, buah lindur mengalami proses pemanasan perebusan, perendaman dan pengeringan. Ketiga proses
tersebut sangat berpengaruh dalam menurunkan kadar sianida. Akibatnya penurunan HCN dari buah segar menjadi tepung sangat signifikan. Hasil analisis
kadar tanin rata-rata adalah 34.11 mg100 g untuk buah lindur segar dan 25.25 mg100 g tanin untuk penepungan langsung. Hal ini menunjukkan bahwa
kandungan tanin dalam buah lindur masih sangat aman untuk dikonsumsi karena nilai ADI tanin adalah 560 mgkg berat badanhari. Kadar tanin yang tinggi
menyebabkan rasa pahit pada bahan makanan. Senyawa ini bersifat karsinogenik apabila dikonsumsi dalam jumlah berlebih dan kontinyu Sofro et al. 1992.
Berdasarkan uji fitokimia secara kualitatif didapatkan bahwa ekstrak lindur memiliki kandungan senyawa steroid, flavonoid dan tanin sehingga lindur
memiliki kapasitas sebagai antibakteri.
4.1.2 Karakteristik Kitosan
Sebelum digunakan sebagai bahan pengawet dan antibakteri, dilakukan analisis kitosan untuk mendapatkan informasi sifat dan karakteristik kitosan untuk
selanjutnya dibandingkan
dengan karakteristik
kitosan komersil
dari Laboratorium Protan. Berikut adalah hasil analisis kitosan dan perbandingannya
dengan standar mutu kitosan seperti yang terlihat pada Tabel 3. Tabel 3 Karakteristik kitosan hasil produksi
Parameter Karakteristik
Kitosan komersil Kitosan uji
Warna Coklat terang hingga putih
Coklat terang hingga putih Ukuran partikel
Flake hingga bubuk powder Serpihan kecil flake Derajat deasetilasi
≥ 80 - 85 80.25
Kadar air ≤ 10
13.6 Kadar abu
≤ 2 1.67
pH 1 7 - 8
7 Suptijah et al. 1992
Ukuran partikel kitosan sangat dipengaruhi oleh bahan baku yang digunakan. Bahan baku yang berasal dari kulit udang memiliki bentuk yang lebih
halus dan mudah hancur selama proses pembuatan kitosan. Ukuran partikel akan mempengaruhi kelarutan kitosan, semakin kecil ukuran partikel maka semakin
mudah kitosan larut dalam pelarut. Pada Tabel 3 terlihat bahwa ukuran partikel kitosan uji tidak terlalu berbeda dengan standar yang ada. Bentuk kitosan uji
berupa serpihan kecil diakibatkan oleh perbedaan bahan baku karena kitosan uji berasal dari cangkang kepiting yang diproduksi oleh perusahaan Biotech Surindo.
Kadar air merupakan parameter mutu yang ditetapkan untuk kitosan. Pada Tabel 3 dapat dilihat bahwa kadar air kitosan diketahui sebesar 13.6 . Nilai ini
sedikit lebih tinggi dibandingkan dengan standar mutu kitosan ≤ 10 yang
telah ditetapkan oleh Protan laboratories dalam Suptijah et al. 1992. Kadar abu pada kitosan merupakan parameter penting yang dapat mempengaruhi kelarutan,
mengakibatkan viskositas rendah atau dapat mempengaruhi karakteristik produk akhir No dan Meyers 1995. Analisis proksimat kitosan menunjukkan nilai kadar
abu adalah 1.67 dan telah sesuai dengan persyaratan mutu yang telah ditetapkan. Faktor yang mempengaruhi nilai kadar abu kitosan adalah proses
demineralisasi dan air yang digunakan ketika penetralan pH. Proses demineralisasi yang efektif akan banyak menghilangkan mineral Angka dan
Suhartono 2000, sehingga pengotor dapat tereduksi dan kinerja kitosan semakin optimal Rahardyani 2011. Air yang digunakan untuk penetralan tidak
mengandung mineral karena dapat meningkatkan kadar mineral dalam bahan, sehingga jumlah pengotor semakin meningkat Suptijah 2006.
Derajat deasetilasi merupakan salah satu parameter mutu yang penting untuk kitosan. Derajat deasetilasi yang tinggi menunjukkan kemurnian kitosan
yang dihasilkan Bastaman 1989. Derajat deasetilasi kitosan menentukan seberapa banyak gugus asetil yang hilang selama proses deasetilasi kitin. Hasil
analisis kitosan uji menunjukkan derajat deasetilasi sebesar 80.25 , sesuai
dengan standar mutu yang telah ditetapkan oleh Protan Laboratories yakni ≥ 70. Muzarelli dan Peter 1997 menyatakan bahwa semakin besar derajat deasetilasi,
maka kitosan akan semakin aktif karena banyaknya gugus amina yang menggantikan gugus asetil. Gugus amina lebih reaktif dibandingkan gugus asetil
karena adanya pasangan elektron bebas pada atom nitrogen dalam struktur kitosan.
4.1.3 Pengujian Aktivitas Antibakteri
Pengujian aktivitas antibakteri dilakukan pada kitosan dengan variasi konsentrasi 1 , 2 dan 3 bv dalam larutan asam asetat 1 vv,
sedangkan pengujian aktivitas antibakteri dari ekstrak lindur dengan konsentrasi 1, 2 dan 3 vv dalam pelarut etanol. Kontrol yang digunakan adalah
etanol yang merupakan pelarut ekstrak lindur. Hasil difusi sumur agar menunjukkan bahwa pelarut etanol tidak bersifat menghambat pertumbuhan
bakteri uji, dengan demikian tidak mempengaruhi aktivitas antibakteri senyawa ekstrak lindur. Etanol merupakan pelarut universal yang dapat melarutkan hampir
sebagian besar komponen senyawa yang terkandung dalam ekstrak. Etanol yang digunakan sebagai pelarut dalam penelitian ini yaitu etanol 96 . Etanol 96
berarti mengandung 4 air di dalamnya, sehingga etanol ini memiliki titik didih lebih rendah dibandingkan titik didih masing-masing penyusunnya. Etanol ini
tidak memiliki aktivitas antibakteri karena berbeda dengan etanol yang digunakan sebagai antiseptik etanol 70 .
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antibakteri dari kitosan dan ekstrak lindur terhadap pertumbuhan bakteri uji. Bakteri yang diujikan adalah
Staphylococcus aureus dan Salmonella. Selain itu, juga bertujuan untuk