BAB II LANDASAN TEORI
2.1. Teori Belajar
2.1.1. Teori Behaviorisme
Behaviorisme adalah suatu studi tentang kelakuan manusia. Timbulnya aliran ini disebabkan rasa tidak puas terhadap teori psikologi daya dan teori
mental state. Sebabnya ialah karena aliran-aliran terdahulu hanya menekankan
pada segi kesadaran saja Hamalik, 2009:43.
Aspek penting yang dikemukakan oleh aliran behavioristik dalam belajar adalah bahwa hasil belajar perubahan tingkah laku itu tidak disebabkan oleh
kemampuan internal manusia insight, tetapi karena faktor stimulus yang menimbulkan respon. Untuk itu, agar aktivitas belajar siswa di kelas dapat
mencapai hasil belajar yang optimal, maka stimulus harus dirancang sedemikian rupa menarik dan spesifik sehingga mudah direspon
siswa Rifa‟i Anni, 2009:90.
Hubungan stimulus-respon ini akan menimbulkan kebiasaan-kebiasaan otomatis dalam belajar. Dengan latihan-latihan maka hubungan-hubungan itu
akan semakin menjadi kuat. Inilah yang disebut S-R Bond Theory Hamalik, 2009:43. Guru-guru yang menganut pandangan ini berpendapat, bahwa tingkah
laku siswa merupakan reaksi-reaksi terhadap lingkungan siswa pada masa lalu dan masa sekarang, dan bahwa segenap tingkah laku merupakan hasil belajar. Dengan
demikian dalam tingkah laku belajar terdapat jalinan yang erat antara reaksi-reaksi behavioral dengan stimulusnya. Dalyono, 2007:30.
2.1.2. Teori Koneksionisme Thorndike
Prinsip Teori Thorndike adalah belajar asosiasi antara kesan panca indra sense impression dengan implus untuk bertindak impulse to action. Asosiasi
itulah yang menjadi lebih kuat atau lebih lemah dalam terbentuknya atau hilangnya kebiasaan-kebiasaan. Oleh karena itulah, TeoriThorndike disebut
Connectionism atau Bond Psychology Bahrudin, 2010:166. Thorndike menyatakan pandangan bahwa tipe pembelajar yang paling fundamental adalah
pembentukan asosiasi-asosiasi koneksi-koneksi antara pengalaman-pengalaman indrawi persepsi terhadap stimulus atau peristiwa dan impuls-impuls saraf
respon-respon yang memberikan manifestasinya dalam bentuk perilaku. Thorndike percaya bahwa pembelajaran sering terjadi melalui rangkaian
eksperimen menyeleksi dan mengkoneksikanatau biasa disebut trial and error Schunk, 2012:101.
Teori belajar trial and error mempunyai empat ciri-ciri,yaitu adanya motif yang mendorong aktivitas, adanya berbagai respon terhadap situasi, adanya
eliminasi respon-respon yang gagal atau salah, dan adanya kemajuan reaksi-reaksi dalam mencapai tujuan Bahrudin, 2010:166. Dalam penelitiannya, Thorndike
menemukan tiga hukum pokok dalam proses belajar berupa “Law of Readiness”
dimana jika reaksi terhadap stimulus didukung oleh kesiapan untuk bertindak atau bereaksi itu, maka reaksi menjadi memuaskan.
“Law of Exercise” dimana makin banyak dipraktekkan atau digunakannya hubungan stimulus respon, makin kuat
hubungan itu dan praktek perlu disertai dengan “reward”. Terakhir adalah “Law
of Effect” dimana jika terjadi hubungan antara stimulus dan respon, dan dibarengi
dengan “state of affairs” yang memuaskan, maka hubungan menjadi lebih kuat.
Bilamana hubungan dibarengi “state of affairs” yang mengganggu, maka kekuatan hubungan menjadi berkurang Dalyono, 2007.
Law of Effect juga berarti bahwa segala tingkah laku yang berakibatkan suatu keadaan yang memuaskan akan diingat dan dipelajari dengan sebaik-
baiknya, sedangkan segala tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan akan dihilangkan dan dilupakan Purwanto, 2009:99. Namun dalam perkembangan
teorinya diketahui bahwa tingkah laku yang berakibat tidak menyenangkan hukuman merupakan sarana yang efektif untuk mengubah perilaku karena
hukuman tidak mengajari siswa perilaku yang benar, tetapi lebih berperan memberitahukan apa yang seharusnya tidak dilakukan. Hal ini juga berlaku pada
keterampilan kognitif. Jadi hukuman menekan respon, tetapi respon tersebut tidak dilupakan Schunk, 2012:105.
2.2. Prestasi Belajar Ekonomi