Masyarakat Tionghoa yang Menganut Agama Buddha dan Konghucu Masyarakat Tionghoa yang Menganut Agama Kristen

5.2 Sikap Masyarakat Tionghoa di Medan terhadap Nilai-Nilai Kepemimpinan dalam Taoisme

Masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman Medan memiliki sistem kepercayaan yang berbeda-beda. Secara umum, masyarakat Tionghoa kebanyakan menganut agama Buddha, Konghucu dan agama Kristen. Sistem kepercayaan yang mereka miliki, mempengaruhi sikap mereka terhadap nilai-nilai kepemimpinan dalam Taoisme. Di sisi lain, ada pula masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman yang menyikapi nilai-nilai kepemimpinan dalam Taoisme sebagai hiburan. Berdasarkan hasil observasi lapangan, sikap masyarakat Tionghoa terhadap nilai- nilai kepemimpinan dalam Taoisme, dibagi ke dalam 3 bagian.

5.2.1 Masyarakat Tionghoa yang Menganut Agama Buddha dan Konghucu

Masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman yang menganut agama Buddha dan Konghucu, masih memiliki kepercayaan terhadap ajaran Lao Tzu tentang nilai-nilai kepemimpinan. Mereka percaya bahwa ajaran Lao Tzu masih perlu dijadikan sebagai pedoman hidup. Mereka menganggap bahwa nilai praktis dari ajaran Lao Tzu tentang kasih sayang, kejujuran dan berbagai nilai lainnya, merupakan ajaran yang sangat baik dan patut dipraktekkan. Perkembangan agama Buddha dan Konghucu, sangat berkaitan erat dengan perluasan ajaran Taoisme. Nilai ajaran dari agama Buddha dan Konghucu, menekankan hubungan keharmonisan dalam kehidupan keluarga maupun sosial. Nilai-nilai luhur yang terdapat dalam agama Buddha dan Konghucu, memiliki keseteraan dan tujuan yang tidak jauh berbeda dengan ajaran Taoisme. Nilai-nilai Universitas Sumatera Utara luhur seperti keadilan, kebaikan, kesatuan dan kesetiaan, merupakan ajaran yang ditekankan dalam agama Konghucu. Sedangkan agama Buddha menekankan pentingnya ketenangan hati dalam pencarian arti hidup yang sebenarnya. Jadi, baik Taoisme, Buddha maupun Konghucu merupakan 3 ajaran yang saling mempengaruhi satu sama lain. Kemunculan ke-3 ajaran ini, berada dalam periode waktu yang sangat berdekatan. Itulah sebabnya, masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman Medan, lebih mudah untuk menerima ajaran Taoisme tentang nilai-nilai kepemimpinan. Bagi Alex dan Santi, ajaran Taoisme adalah ajaran yang sangat menarik dan menggugah rasa kemanusiaan. Sebagai penganut agama Buddha, mereka tidak lagi sepenuhnya mengingat seluruh aspek dari ajaran Lao Tzu. Namun, mereka berupaya untuk mempraktekkan nilai ajaran Taoisme yang masih mereka ingat. Mereka berpendapat bahwa ajaran Lao Tzu telah membantu sistem kepemimpinan mereka membuahkan hasil.

5.2.2 Masyarakat Tionghoa yang Menganut Agama Kristen

Biasanya, masyarakat Tionghoa yang telah menganut agama Kristen, menganggap ajaran Taoisme sebagai sebagai falsafah turun-temurun yang berasal dari nenek moyang mereka. Masyarakat Tionghoa yang telah menganut agama Kristen ini, tidak lagi menjadikan ajaran Taoisme tentang nilai-nilai kepemimpinan, sebagai jalan hidup mereka. Nilai ajaran Kekristenan, mengubah sudut pandang mereka tentang ajaran Taoisme mengenai nilai-nilai kepemimpinan. Ada berbagai prinsip dalam agama Kristen, yang mungkin tidak Universitas Sumatera Utara sejalan dengan ajaran Lao Tzu dalam pandangan mereka. Namun, tidak berarti bahwa mereka sama sekali tidak mempercayai ajaran Lao Tzu atau menganggapnya tidak berguna. Mereka hanya menjadikan ajaran Lao Tzu sebagai bagian dari sejarah kebudayaan, yang akan selalu mereka ingat. Paulus adalah masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman Medan yang telah menganut agama Kristen. Paulus mengenal Lao Tzu sebagai filsuf yang berasal dari Cina. Namun, Paulus tidak sepenuhnya setuju dengan ajaran Taoisme tentang nilai kepemimpinan. Meskipun beliau telah menerapkan ajaran Lao Tzu tentang nilai kepemimpinan, Paulus berkata bahwa dia tidak menjadikan ajaran Lao Tzu sebagai pedoman hidup. Bagi Paulus, ajaran Lao Tzu hanyalah wawasan secara umum yang masih perlu untuk diingat.

5.2.3 Masyarakat Tionghoa Penikmat Filsafat