Teori Dekonstruksi Landasan Teori

2.3.1 Teori Dekonstruksi

Teori Dekonstruksi merupakan ciri khas teori-teori postrukturalisme, yaitu pembongkaran terhadap logosentrisme metafisika kehadiran dan fonosentrisme. Metafisika kehadiran adalah asumsi bahwa sesuatu yang bersifat fisik penanda dan yang melampaui fisik petanda dapat hadir secara bersamaan, dan hal ini hanya mungkin dalam tuturan, bukan tulisan, Norris 2003 : 10. Meskipun kita tidak dapat membayangkan ataupun menyimpulkan tujuan dari metafisika, kita dapat melaksanakan suatu kupasan tentangnya dengan mengidentifikasi serta memutarbalikkan hirarki yang telah dibentuk. Toeri ini menerapkan suatu mode ganda dalam pembacaan yang menunjukkan teks yang harus dirangkai dari uraian yang tak pernah dapat dihasilkan di dalam suatu sintesa namun secara berkesinambungan menggantikan satu sama lainnya, Sturrock 2004 : 250. Fonosentrisme adalah anggapan tentang ekspresi murni bahasa dari kedalaman diri pembaca. Ketika budaya muncul, bahasa bunyi telah dikorupsi oleh bahasa tulisan. Menurut Derrida, pemahaman fonos dan logos inilah yang menjadi fondasi peradaban Barat. Baik logosentrisme dan fonosentrisme sebagai konsep murni metafisika Barat, bagi Derrida adalah mistifikasi, yang harus didekonstruksi atau dilakukan pembongkaran, Norris 2003 : 47. Dekonstruksi pada dasarnya diartikan sebagai antitesis aktif terhadap segala sesuatu yang telah dicapai kritik sastra jika nilai-nilai dan konsep tradisionalnya telah diterima orang-orang secara luas. Dekonstruksi bertujuan untuk menghidupkan kekuatan-kekuatan tersembunyi yang turut membangun teks. Universitas Sumatera Utara Teori ini berkutat pada kerelaan untuk membuka diri pada kenyataan bahwa yang pasti menurut kita atau orang lain hanyalah jejak dari sesuatu yang tidak akan kita temukan tetapi ada, Norris 2003 : 15. Teori dekonstruksi juga bertujuan untuk menunjukkan ketidakberhasilan upaya penghadiran kebenaran absolut, menelanjangi agenda tersembunyi yang mengandung banyak kelemahan dan kepincangan dibalik teks-teks. Konsep kunci teori dekonstruksi, di antaranya : differance membedakan sekaligus menunda ideologi yang sudah baku bahkan dianggap universal, trace makna sebagai jejak, decentering pusat yang berpindah-pindah. Menurut Derrida, differance merupakan sebuah struktur dan dan sebuah pergerakan yang tak dapat dibayangkan dengan dasar pertentanganketidakhadiran, Sturrock 2004 : 268. Dekonstruksi merupakan poststrukturalis ketika tidak mau menerima ide tentang struktur sebagai sesuatu yang given atau yang secara objektif telah berada didalam teks. Dengan menggunakan teori ini, penulis akan berupaya untuk mengungkapkan kebenaran dibalik teks-teks dalam buku Tao Te Ching yang berkaitan nilai-nilai kepemimpinan, untuk melihat apakah setiap bentuk nasihat dalam teks-teks tersebut masih relevan terhadap kehidupan masyarakat dewasa ini, mengingat ilmu pengetahuan tentang kepemimpinan selalu bertambah dan berkembang dari waktu ke waktu seiring dengan kemajuan teknologi dan berbagai hal lain yang mempengaruhinya. Universitas Sumatera Utara

BAB III METODE PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian terhadap nilai kepemimpinan dalam Taoisme untuk studi kasus masyarakat keturunan Tionghoa di Medan adalah metode deskriptif dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Fokus penulisan ini yaitu dengan memperhatikan dinamika hubungan antara nilai- nilai kepemimpinan dalam Taoisme terhadap masyarakat Tionghoa di Medan dengan menggunakan logika ilmiah. Metode penelitian deskriptif bertujuan untuk menyajikan fakta secara sistematis sehingga lebih mudah untuk dipahami dan disimpulkan. Kemudian, penulis akan melakukan observasi lapangan yang akan dilanjutkan dengan metode wawancara.

3.2 Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian yang dipilih penulis adalah wilayah sekitar Jalan S.Parman terhitung mulai dari Gedung Swissbel Hotel sampai dengan simpang jalan menuju Pusat Perbelanjaan Pajak Petisah. Wilayah sekitar Jalan S.Parman adalah daerah sibuk yang berada di pusat kota Medan dan merupakan salah satu wilayah yang ramai dikunjungi orang setiap hari. Wilayah ini dihuni oleh kebanyakan masyarakat Tionghoa yang umumnya berprofesi sebagai pedagang Universitas Sumatera Utara