Mengutamakan Kepentingan Bersama dari pada Kepentingan Pribadi

bukan mengatur. Bila hal itu dapat dilakukan, seperti baris terakhir dalam bab ini, orang akan mengatakan Kita melakukannya secara wajar atau dengan kata lain, Apa adanya, Wing 1994 : 35.

5.1.3 Mengutamakan Kepentingan Bersama dari pada Kepentingan Pribadi

“Buanglah yang suci, abaikan strategi; Rakyat akan beruntung seratus kali. Buanglah kedermawanan, abaikan moralitas; Rakyat akan kembali pada cinta alami. Buanglah kepintaran, abaikan keserakahan; Pencuri tak akan ada lagi. Tetapi, bila tiga hal ini tidak cukup, Berpeganglah pada prinsip ini; Rasakan kemurnian; Peluklah kesederhanaan; Kurangi kepentingan diri; Batasi keinginan, Wing 1994 : 39.” Bab ini dimulai dengan ungkapan Buanglah yang suci, abaikan strategi; Rakyat akan beruntung seratus kali. Bagi seorang pemimpin, sesuatu yang dianggap suci akan dijaga dan dipelihara dengan sebaik-baiknya dan tidak akan pernah dibuang. Sedangkan, strategi merupakan metode atau alat yang dimiliki seorang pemimpin yang akan selalu digunakan dan tidak boleh untuk diabaikan. Namun bagi Lao Tzu, membuang yang suci dan mengabaikan strategi akan membuat Rakyat beruntung seratus kali. Biasanya, sesuatu yang suci milik seorang pemimpin merupakan sesuatu yang diwariskan oleh leluhur atau pendahulu mereka, yang harus dijaga dan dipelihara. Hal yang disebut suci ini dapat berupa kebiasaan wajib tertentu atau hukum yang telah dianut sejak lama. Namun sering kali, sesuatu yang dianggap suci itu tidak cocok dengan kebutuhan Universitas Sumatera Utara atau kesejahteraan para bawahan. Itulah sebabnya, pemimpin yang bijaksana akan menyesuaikan segala kebiasaan, hukum dan peraturan tetap selaras dengan kesejahteraan para bawahan. Sehingga, para bawahan akan merasa beruntung seratus kali atau mendapatkan manfaat yang luar biasa dari pemimpin mereka. Masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman merintis sejumlah bidang usaha dan mempekerjakan orang-orang dari berbagai macam suku. Kebiasaan atau adat- istiadat dari masyarakat Tionghoa tentu saja berbeda dari suku-suku lain. Bisa saja kebiasan tertentu tidak sesuai dengan perasaan orang-orang yang bekerja dengan mereka. Meskipun mempertahankan kebiasaan yang luhur itu penting, beberapa masyarakat Tionghoa di Jalan S.Parman yakin bahwa mengesampingkan kebiasaan tertentu demi kesejahteraan orang lain tidak salah untuk dilakukan. Bahkan, ada yang berpendapat, ketenggangrasaan seperti itu telah melanggengkan hubungan dari pemilik usaha dengan para pekerja mereka. Kemudian, terdapat pula ungkapan Buanglah kedermawanan, abaikan moralitas; Rakyat akan kembali pada cinta alami. Dalam sebuah pemerintahan atau kekaisaran, ukuran moralitas berbeda-beda tergantung dari hukum atau kebiasaan yang dianut. Pada kenyataannya, tingkat moralitas yang dimiliki orang- orang mulia dalam pemerintahan sama sekali berbeda dengan yang dimiliki para bawahan. Sesuatu yang disebut orang-orang mulia sebagai moralitas, bisa saja merupakan sebuah penghinaan bagi para bawahan. Itulah sebabnya, Lao Tzu ingin agar para pemimpin tetap mengingat bahwa baik pemimpin maupun bawahan adalah sesama manusia. Dengan mengingat hal itu, para pemimpin tidak akan Universitas Sumatera Utara menjadikan diri mereka menjadi begitu mulia. Mereka tidak akan membiarkan segala kemuliaan dan harga diri menjauhkan mereka dari orang-orang yang berada di bawah kepemimpinannya. Bila pemimpin dapat menerapkan hal itu, maka para bawahan akan Kembali pada cinta alami. Mereka akan sangat menghargai pemimpin yang demikian, dan bekerja dengan tulus bagi pemimpin mereka. Selanjutnya, terdapat ungkapan Buanglah kepintaran, abaikan keserakahan; pencuri tak akan ada lagi. Keserakahan dari seorang pemimpin tidak akan bertahan lama dan hanya menunggu waktu yang tepat untuk disingkirkan. Itulah sebabnya, para pemimpin tidak akan menjadikan kepintaran mereka sebagai dasar untuk mementingkan diri atau mencari kepuasan untuk diri sendiri. Sehingga, para bawahan tidak akan berniat untuk mencelakai pemimpin mereka atau mengambil yang bukan milik mereka. Baris selanjutnya dikatakan bahwa bila ke-3 hal di atas tidak cukup, para pemimpin hendaknya terus menerapkan Kesederhanaan. Hal ini diterapkan dengan lebih mengutamakan hal yang berguna untuk kepentingan bersama daripada kepentingan diri sendiri. Ketika seorang pemimpin mampu untuk mengutamakan kepentingan bersama, hal itu berarti bahwa pemimpin tersebut telah membatasi keinginannya. Dewasa ini, nilai kesederhaan masih diinginkan oleh mereka yang merupakan orang-orang yang dipimpin. Para pengikut masih menginginkan sifat kesederhanaan dari pemimpin mereka. Kesederhanaan dapat mencakup penampilan luar serta sifat-sifat dari dalam diri seorang pemimpin. Namun, dalam Universitas Sumatera Utara dunia yang menuntut kesempurnaan khususnya dalam penampilan, para pemimpin dituntut untuk dapat berdandan dengan lebih rapi dan gagah. Jika seorang pemimpin mengabaikan kebijaksanaan umum untuk tampil rapi dan gagah, maka pemimpin tersebut akan tampak tidak penting dan kurang berkarisma. Sedangkan, karisma adalah salah satu kualitas utama dari kepemimpinan. Itulah sebabnya, pemimpin harus berpakaian dengan rapi dan bersih serta gagah yang akan membantu mereka untuk tampil lebih percaya diri, DuBrin 2009 : 53.

5.1.4 Keterbukaan Diri dan Fokus pada Tujuan Bersama