Pengembangan budidaya laut didasari pada pemahaman bahwa kegiatan budidaya laut mampu memberikan konstribusi yang baik kepada pelaku budidaya
maupun terhadap lingkungan, melalui 3 tiga aspek ‘sustainability’ , yaitu : 1.
Keberlanjutan Sosial. Budidaya laut memiliki kontrol terhadap siklus produksi yang tinggi dengan teknik yang relatif budah, sehingga kebergantungan
masyarakat lokal terhadap orang luar outsiders dalam melakukan budidaya laut dapat direduksi seminim mungkin dalam periode waktu relatif singkat.
Dengan demikian akan memberikan keberlanjutan sosial dalam penerapannya. 2. Keberlanjutan
Ekologis. Budidaya laut merupakan ‘extractive-based activity’
yaitu rasionalisasi pengelolaan SDA hayati perikanan melalui penambahan produksi dari kegiatan diluar penangkapan. Dengan demikian akan
mengurangi dampak ekologis dari aktivitas ekstraksi langsung dari alam. 3. Keberlanjutan
Ekonomi. Budidaya laut dapat dilakukan sepanjang tahun, sehingga memungkinkan produksi yang kontinyu. Selanjutnya, penggunaan
sumberdaya dan spesies ekonomis tinggi seperti rumput laut dan ikan kerapu dapat memberikan nilai return yang sangat tinggi.
2.7. Metode Analisis Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut
2.7.1. Aplikasi Sistem Informasi Geografis SIG
Pembangunan pada dasarnya merupakan usaha untuk memanfaatkan potensi sumberdaya alam secara optimal untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat dan pendapatan daerah tanpa meninggalkan aspek lingkungan Hartono, 1995. Pemanfaatan pulau-pulau kecil secara optimal dan lestari
terwujud apabila terpenuhi tiga persyaratan ekologis, yaitu : i keharmonisan spasial, ii kapasitas asimilasi atau daya dukung lingkungan, dan iii
pemanfaatan potensi sesuai daya dukungnya. Keharmonisan spasial berhubungan dengan bagaimana menata suatu kawasan pulau-pulau kecil bagi
peruntukan pembangunan pemanfaatan sumberdaya berdasarkan kesesuaian sustability lahan dan keharmonisan antara pemanfaatan Bengen, 2002.
Keharmonisan spasial mensyaratkan suatu kawasan pulau-pulau kecil tidak sepenuhnya diperuntukkan bagi zona preservasi dan konservasi. Keharmonisan
spasial juga menuntut penataan dan pengelolaan pembangunan dalam zona pemanfatan dilakukan secara bijaksana, artinya suatu kegiatan pembangunan
harus ditempatkan pada kawasan yang secara biofisik sesuai dengan kebutuhan
pembangunan yang dimaksud, oleh karena itu diperlukan suatu analisis kesesuaian lahan bagi setiap peruntukan pesisir Bengen, 2002. Selanjutnya
dikatakan bahwa kesesuaian pemanfaatan lahan pesisir dan laut untuk berbagai pemanfaatan pulau-pulau kecil seperti perikanan budidaya perikanan didasarkan
pada kriteria kesesuaian untuk setiap kegiatan tersebut. Kriteria ini disusun berdasarkan parameter biofisik yang relevan untuk kegiatan yang dimaksud.
Dalam kaitannya dengan pengelolaan sumberdaya pulau kecil untuk budidaya laut, informasi untuk mendukung pengelolaannya sangat diperlukan.
Pengelolaan informasi meliputi pengumpulan, pemprosesan, penelusuran, dan analisis data menjadi informasi yang bermanfaat bagi penggunaannya pada
waktu yang diinginkan. Pengelolaan informasi sedemikian dapat dilakukan dengan menggunakan sistem informasi geografisSIG Dahuri et al., 2004.
Sistem Informasi Geografis sebagai sebuah sistem yang mempunyai kesamaan dengan sistem informasi lainnya, dimana sistem ini juga merupakan satu
kesatuan yang terdiri dari berbagai subsistem yang mempunyai tugas masing- masing, dan merupakan suatu alat yang digunakan untuk mengelola sejumlah
data yang bervariasi dan cukup kompleks sehingga dihasilkan suatu bentuk informasi yang dapat dipakai untuk proses pengambilan keputusan dan
penetapan kebijaksanaan dalam berbagai bidang yang melibatkan aspek keruangan atau spasial Soenarmo, 1994.
SIG merupakan sistem informasi yang bersifat terpadu, karena data yang dikelola adalah data spasial. Dalam SIG data grafis di atas peta dapat disajikan
dalam dua model data spasial yaitu model data raster dan model data vektor. Model data vektor menyajikan data grafis titik, garis, poligon dalam struktur
format vektor. Struktur data vektor adalah suatu cara untuk membandingkan informasi garis dan areal ke dalam bentuk satuan-satuan data yang mempunyai
besaran, arah dan keterkaitan Borrough, 1987 dalam Soenarmo, 1994.
2.7.2. Daya Dukung