Dengan kriteria Potensi pasar, Dukungan kebijakan, Ketersediaan sumber daya, dan Pemodalan dan sumbernya, analisis menunjukkan prioritas target pasar
dalam pengembangan agroindustri unggulan wilayah dengan urutan: Pasar tujuan ekspor 0,58, kemudian Pasar tujuan lokal nasional 0,42.
Analisis prioritas selanjutnya dilakukan terhadap sumber pemodalan agroindustri. Pemodalan yang dimaksud adalah modal dalam bentuk finansial.
Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan pada Gambar 35.
6. Pembobotan alternatif – dengan CDP Alternatif pemodalan agroindustri
Alternatif: A = Swadaya, B = Perbankan, C = Koperasi, D = Investasi PMA PMDN
Gambar 35 CDP – Analisis prioritas sumber pemodalan pengembangan agroindustri
Dengan kriteria Potensi pasar, Dukungan kebijakan, Ketersediaan sumber daya, dan Pemodalan dan sumbernya, analisis menunjukkan prioritas pemodalan
dalam pengembangan agroindustri unggulan wilayah dengan urutan: Investasi PMAPMDN 0,32, Jasa Perbankan 0,25, usaha Swadaya 0,22 dan Koperasi
0,21. Analisis prioritas selanjutnya dilakukan terhadap alternatif teknologi yang
dapat digunakan dalam usaha pengembangan agroindustri. Teknologi yang dimaksud adalah aspek technoware nya. Hasil analisis sebagaimana ditunjukkan
pada Gambar 36.
PMA PMDN PERBANKAN
SWADAYA KOPERASI
PEMODALAN
7. Pembobotan alternatif – dengan CDP Alternatif teknologi pengembangan agroindustri
Alternatif: A = Teknologi tradisional, B = Teknologi standar, C = Teknologi transisi, D = Teknologi mutakhir
Gambar 36 CDP – Analisis prioritas teknologi pengembangan agroindustri Dengan kriteria Potensi pasar, Dukungan kebijakan, Ketersediaan sumber
daya, dan Pemodalan dan sumbernya, analisis menunjukkan prioritas teknologi dalam pengembangan agroindustri unggulan wilayah dengan urutan: Teknologi
transisi 0,37, Teknologi standar 0,27, Teknologi mutakhir 0,25 dan Teknologi tradisional 0,11.
Rumusan alternatif prioritas strategi pengembangan Berdasarkan alternatif terpilih pada analisis prioritas dari keseluruhan
alternatif sasaran strategi pengembangan yang merupakan elemen-elemen kunci pada restrukturisasi sistem pengembangan, diperoleh rumusan strategi
pengembangan agroindustri unggulan sebagaimana terlihat pada Tabel 37. Strategi pengembangan agroindustri selanjutnya akan mengacu pada
alternatif yang menjadi prioritas. Selanjutnya semua alternatif terpilih ditetapkan sebagai fokus pengembangan Keterbatasan pendekatan ini terletak pada
kemampuan mengidentifikasi semua alternatif pada sasaran pengembangan, tersedianya data empiris dan jangkauan pemahaman responden pakar terhadap
keseluruhan alternati sasaran pengembangan yang teridentifikasi.
TRANSISI STANDAR
MUTAKHIR TRADISIONAL
Tabel 37 Strategi prioritas pada sasaran pengembangan agroindustri unggulan Sasaran Pengembangan
Strategi Prioritas 1. Basis Pengemabngan
2. Skala Usaha 3. Kelembagaan
4. Target Pasar 5. Pemodalan
6. Teknologi Basis pengembangan kawasan agroindustri terpadu,
Skala usaha kecil mikro, Pola kemitraan aliansi
Pasar tujuan ekspor, Investasi PMA PMDN,
Teknologi transisi Hasil analisis dari keseluruhan penerapan model menghasilkan rumusan
strategi pengembangan yang dapat dijelaskan sebagai berikut:
Agroindustri unggulan
Agroindustri dengan prioritas unggulan tertinggi adalah agroindustri berbasis bahan baku kelapa, dan produk unggulan tertinggi adalah minyak kelapa.
Saat ini dikenal dua jenis produk yaitu minyak goreng dan virgin coconut oil VCO. Minyak goreng masih dikuasai perusahan besar seperti BIMOLI,
sedanagkan VCO sejak awal 2005 mulai marak diusahakan oleh masyarakat petani kelapa dterutama di Kabupaten Minahasa Utara dan Minahasa Selatan yang
menguasai hampir 70 produksi kelapa Sulawesi Utara.
Kriteria pengembangan
Kriteria yang menjadi prioritas utama pengembangan agroindustri berbahan baku kelapa sebagai unggulan adalah Ketersediaan Sumber daya. Dewasa ini
sumber daya sering dikelompokkan atas: 1 sumber daya alam, 2 sumber daya manusia, 3 sumber daya pembangunan, dan 4 sumber daya sosial. Sulawesi
Utara memiliki keunggulan dan kelemahan terhadap keempat sumber daya tersebut yang tergambar pada analisis SWOT sebelumnya. Hal penting yang harus
dilakukan adalah menganalisis ketersediaan sumber daya pada suatu wilayah lokasi pengembangan untuk mendapatkan gambaran sejauhmana dukungan setiap
sumber daya terhadap fokus pengembangan sebagai hasil pilihan strategi.
Pengembangan berbasis kawasan agroindustri terpadu
Agroindustri terpadu sebagai prioritas dari basis pengembangan kawasan, dapat dikembangan dengan pilihan usaha ‘kelapa-ternak’ misalnya peternakan
sapi dibawah pohon kelapa coco-beef, atau industri ‘produk terpadu sejenis’ misalnya minyak goreng-VCO, atau minyak goreng-bungkil makanan ternak.
Selain itu dapat juga dikembangkan industri terpadu dengan memanfaatkan hasil ikutan kelapa lainnya seperti sabut kelapa dan arang tempurung.
Menurut Badan Pangan Dunia FAO, secara garis besar pengembangan sistem produksi ternak dunia dikelompokkan atas: 1 sistem produksi berbasis
ternak solely livestock production system dengan tujuan unggulan ternak, dan 2 sistem campuran mix farming system dimana ternak menyatu dengan usaha
pertanian perkebunan dan dapat berfungsi sebagai penunjang pendapatan usaha. Dengan luas areal perkebunan kelapa sekitar 263.320 ha, dapat menampung
sekitar 700-800 ribu ekor sapi potong dengan pemeliharaan ekstensif. Dalam usaha peningkatan pendapatan petani kelapa, Balai Penelitian Tanaman Kelapa
dan Palma Lain di Sulawesi Utara menerapkan sistem usaha tani berbasis kelapa yaitu, pemanfaatan areal perkebunan kelapa dengan penanaman tanaman sela
seperti pisang dan kacang tanah, dan pengembangan ternak Balitka 2004. Industri dengan produk terpadu minyak goreng-VCO dapat diusahakan
dengan perbandingan produk secara bertahap dengan kajian profitabilitas untuk menemukan perbandingan yang paling sesuai dengan kemampuan sumber daya
wilayah dan kebutuhan permintaan pasar.
Skala usaha
Skala usaha dapat dikelompokkan berdasarkan besaran investasi sebagai: 1 Skala usaha besar dengan investasi rupiah lebih dari 1 milyar, 2 Skala usaha
menengah dengan investasi antara 200 juta – 1 milyar dan 3 Skala usaha kecil mikro dengan investasi dibawah 200 juta.
Berdasarkan penyerapan tenaga kerja dapat dikelompokkan sebagai: 1 Skala usaha besar dengan tenaga kerja diats 100 orang, 2 Skala usaha menengah
dengan tenaga kerja 40-100 orang, 3 Skala usaha kecil dengan tenaga kerja 5-40 orang dan 4 Skala usaha mikro dengan tenaga kerja sampai dengan 4 orang.
Skala usaha kecil mikro sebagai skala usaha prioritas pengembangan agroindustri minyak kelapa sebagai unggulan, agar berpadanan dengan pilihan
basis kelembagaan, target pasar dan pemodalan dapat direkayasa sebagai berikut: - Setiap desa sentra komoditi kelapa dibuat minimal satu unit industri
- Bentuk kelompok produsen per wilayah kecamatan – kabupaten - Lengkapi sistem kelembagaan
Terdapat 170 desa sentra produksi kelapa yang tersebar di 17 kecamtaan di Kabupaten Minahasa Selatan dan Kabupaten Minahasa Utara yang dapat
dikembangkan sebagai unit agroindustri minyak kelapa mg + vco.
Kelembagaan
Pola kemitraan aliansi sebagai sistem kelembagaan prioritas pengembangan industri produk unggulan memiliki beberapa spesifikasi yaitu: kemitraan dalam
bentuk usaha patungan, kemitraan dalam penelitian dan pengembangan, persetujuan distribusi silang, persetujuan manufaktur silang, dan konsorsia lelang
bersama. Menurut David 2002 usaha patungan dan pengaturan kerja sama dapat digolongkan strategi defensif yang memungkinkan perusahaan memperbaiki
komunikasi dan jaringan untuk operasi global dan untuk meminimalkan resiko. Kelompok produsen usaha kecil minyak kelapa Sulawesi Utara dapat
menjalin kemitraan dengan perusahaan besar lokal nasional ataupun dengan perusahaan asing di negara tujuan ekspor, dengan aturan kesepakatan yang
menjamin kesetaraan dalam pengambilan keputusan. Aliansi kelompok produsen dapat memaksimalkan pengendalian tingkat kepentingan secara seimbang semua
unit kelembagaan dari rantai tataniaga. Menurut Das dan Teng 1998 aliansi strategis memungkinkan pelaku usaha menggabungkan sumber daya strategis
yang dimiliki setiap pelaku secara sinergis dalam suatu kesepakatan jangka panjang untuk mencapai tujuan bersama. Menurut Sumardjo dkk. 2004 konsep
kemitraan yang banyak dilakukan di Indonesia adalah kemitraan tipe dispersal dan kemitraan tipe sinergis. Tipe sinergis didasarkan pada kesadaran saling
membutuhkan dari semua pihak yang terlibat dalam kemitran yang menjamin kerjasama bisnis secara berkesinambungan.
Tipe kelembagaan lain yang diamati adalah tipe sosial-budaya dan tipe konvensional. Kelembagaan tipe sosial-budaya yang dimaksud adalah
kelembagaan yang didasarkan pada prilaku sosial-budaya setempat dimana aktifitas agroindustri berada. Sebagai contoh adalah lembaga ‘Mapalus’ di
Sulawesi Utara yang merupakan lembaga non formal di pedesaan yang menjalankan fungsi manajemen dalam berbagai kegiatan terutama pada sektor
pertanian. Prinsip ‘Mapalus” adalah kebersamaan dalam mengerjakan suatu jenis pekerjaan yang melibatkan kepentingan semua anggota.
Kelembagaan tipe konvensional yang dimaksud adalah yang melibatkan pelaku agroindustri pada rantai proses yang bersifat klasik yaitu: petani produsen
bahan baku – pedagang pengumpul – fabrik pengolahan – konsumen, tanpa aturan kerjasama yang mengikat atau setiap pelaku berdiri sendiri tanpa harus
memperhitungkan kepentingan pelaku yang lain.
Target pasar
Pasar tujuan ekspor sebagai prioritas pengembangan industri minyak kelapa berkaitan dengan peluang pasar permintaan luar negeri tethadap produk minyak
kelapa, dan adanya pesaing minyak nabati lainnya untuk konsumsi dalam negeri. Rumusan strategi Fred R. David yang dapat diadopsi adalah: penetrasi pasar
bertujuan mencari pangsa pasar yang lebih besar untuk produk yang ada, pengembangan pasar bertujuan memperkenalkan produk yang ada ke wilayah
geografi baru, dan difersifikasi konsentrik yaitu menambah produk baru yang berkaitan. Agroindustri unggulan berbasis minyak kelapa kombinasi produk
minyak goreng dan VCO dapat diandalkan untuk mengadopsi rumusan strategi tersebut.
Pemodalan
Investasi PMA PMDN sebagai prioritas pemodalan dalam pengembangan industri minyak kelapa disebabkan masih adanya ketergantungan usaha
masyarakat terhadap intervensi pemerintah. Koperasi yang seharusnya dapat berfungsi sebagai lembaga penyanggah dana atau minimal sebagai akses bagi
penyaluran dana pemerintah belum mampu meyakinkan masyarakat akan
perannya. Kredit perbankan belum mampu diserap secara maksimal oleh industri skala usaha kecil mikro. Permasalahan utama adalah kesulitan para pelaku
agroindustri skala kecil mikro untuk mengakses jasa perbankan. Sistem kredit dengan penjaminan agunan relatif sulit dipenuhi masyarakat pedesaan karena
minimnya pemilikan aset legal. Alasan lain yang dapat dipahami adalah kekhawatiran perbankan terhadap keberlanjutan usaha yang berakibat kredit
macet. De Soto 2006 memberikan alternatif solusi yang dapat dipertimbangkan
yaitu merubah properti non formal masyarakat menjadi aset legal yang dalam penelitiannya pada berbagai negara miskin berkembang ternyata total aset yang
masih dikategorikan properti non formal jauh melebihi dana dari keseluruhan lembaga donor yang perna ada. Strategi yang dapat dijalankan adalah
mendekatkan sumber lembaga pemodalan pada kelompok produsen dengan mendirikan unit-unit pembiayaan yang berada di sekitar usaha agroindustri
terutama di wilayah pedesaan dengan prosedur yang disederhanakan.
Teknologi
Teknologi dapat dikelompokan ke dalam empat tipologi yaitu: 1 teknologi standar dengan sistem produksi standar, peralatan standar, dan pekerja berkualitas
sedang, 2 teknologi mutakhir dengan sistem produksi kompleks, peralatan kompleks, dan pekerja berkualitas tinggi, 2 teknologi tradisional dengan sistem
produksi standar, peralatan tidak banyak, pekerja berkualitas kurang, dan 4 teknologi transisi dengan sistem produksi standar, peralatan sederhana sampai
modern, dan pekerja berkualitas kurang. Beberapa pakar menjelaskan pengertian teknologi berdasarkan komponennya yaitu perangkat keras hardware, perangkat
manusia humanware, perangkat informasi infoware dan perangkat organisasi organoware yang diperlukan pada proses transformasi input menjadi output
dalam suatu kegiatan operasional produksi Ramanathan 1993, Hubeis 1993, Gumbira-Sa’id 2001.
Teknologi transisi sebagai teknologi prioritas pengembangan agroindustri minyak kelapa, dapat diterapkan untuk industri minyak kelapa skala kecil mikro
dengan lebih dahulu menghitung kapasitas terpasang unit pengolahannya.
Konsekuensi penerapan teknologi adalah gejala ketidakstabilan proses produksi yang menurut Arkeman dan Liana 2003 hal tersebut secara umum
disebabkan oleh faktor manusia, peralatan mesin dan metode kerja, sehingga perlu perbaikan proses dengan cara mengurangi kesalahan akibat faktor-faktor tersebut.
Hubungan antar fokus pengembangan agroindustri adalah hubungan interaksi secara menyeluruh yang dapat digambarkan sebagai model diagram
interaksi seperti pada Gambar 37, yang dilengkapi dengan bobot penilaian pakar lihat Lampiran 8. Setiap fokus harus menjadi dasar pertimbangan bagi strategi
pengembangan.
Teknologi transisi
0.15 Kawasan agro
industri terpadu 0.18
Skala usaha kecil mikro
0.16
Investasi PMA PMDN
0.17 Sistem kemitraan
aliansi 0.18
Pasar tujuan ekspor
0.16
Gambar 37 Interaksi strategi menyeluruh
IV.5. Implementasi strategi pengembangan