66 anggota keluarga 3-4 orang lebih banyak terdapat pada desa non transmigrasi
yakni sebesar 80 persen, sedang pada desa transmigrasi mencapai 74 persen. Angota keluarga yang dimaksud terdiri atas: ayah, ibu dan anak serta anggota
keluarga lain yang tinggal dan hidup bersama dalam satu rumah. Jumlah anggota keluarga juga terkait dengan beban tanggungan
dependency ratio setiap keluarga.
Dependency ratio pada desa contoh adalah sebsar 82,91, artinya setiap 100 orang penduduk menanggung 83 orang penduduk tidak
produktif. Tingkat pendidikan mempunyai peran penting dalam membentuk pola pikir
masyarakat dalam bertindak. Tingkat pendidikan yang rendah mempengaruhi pola pikir masyarakat, sehingga sulit untuk menerima hal-hal baru atau inovasi
yang dapat menambah wawasan, pengalaman dan pengetahuan. Masyarakat akan cenderung untuk memenuhi kebutuhan saat itu. Implikasinya mempunyai
kecenderungan pasrah pada nasib dan tidak mau merubah diri serta sering bersikap irasional. Tabel 13 di atas menunjukkan tingkat pendidikan kepala
keluarga contoh sangat beragam mulai dari tidak tamat Sekolah Dasar SD hingga jenjang Perguruan Tinggi. Pada kedua masyarakat sebagian besar
tingkat pendidikan kepala keluarga contoh tergolong masih rendah yaitu hanya berpendidikan dasar SD dan SLTP sebesar 77. Selain itu, masih terdapat
kepala keluarga tidak menamatkan pendidikan sekolah dasar SD sebesar enam persen, sehingga perlu pembinaan dan penyuluhan lebih baik. Kondisi demikian
sangat dimungkinkan karena keterbatasan seperti: biaya, sarana dan prasarana bagi masyarakat sekitar. Selanjutnya jenjang pendidikan menengah formal yang
mampu ditamatkan kepala keluarga pada desa non transmigrasi mencapai 14 persen, sedangkan pada desa transmigrasi berjumlah 16 persen. Hal ini
merupakan potensi yang harus dimanfaatkan secara optimal dalam pengelolaan daerah penyangga.
4.7.2. Karakteristik Ekonomi
Karakteristik ekonomi kepala keluarga contoh di daerah penyangga TNKS yang disajikan dalam penelitian ini meliputi: mata pencaharian pokok kepala
keluarga, luas penguasaan lahan, jumlah penerimaan kepala keluarga, dan pengeluaran keluarga. Karakteristik ekonomi ini untuk menggambarkan tingkat
ketergantungan dan tingkat permintaan demand masyarakat pada sumberdaya
alam. Tabel 14 menyajikan secara detail karakteristik ekonomi masyarakat.
67 Tabel 14. Karakteristik ekonomi kepala keluarga contoh di daerah penyangga
TNKS
No Karakteristik Kategori
Non Trans-
migrasi Trans-
migrasi Gabung-
an
Petani 86,00 80,00
83,00 PNS
4,00 8,00
6,00 Karyawan Swasta
4,00 6,00
5,00 Buruh
2,00 6,00
4,00 Pedagang
4,00 0,00
2,00 1 Mata
Pencaharian Pokok
Jumlah 100 100 100
1.552.000 38,00
66,00 52,00
1.552.001 – 2.664.000 48,00
26,00 37,00
2.664.001 – 3.776.000 10,00
6,00 8,00
3.776.001 – 4.888.000 2,00
0,00 1,00
4.888.000 2,00
2,00 2,00
2 Jumlah Penerimaan
RpBln
Jumlah 100 100 100
830.000 26,00
42,00 34,00
830.001 – 1.310.000 38,00
42,00 40,00
1.310.001 – 1.790.000 30,00
10,00 20,00
1.790.001 – 2.270.000 4,00
2,00 3,00
2.270.000 2,00
4,00 3,00
3 Pengeluaran Keluarga
RpBln
Jumlah 100 100 100
Masyarakat yang tinggal di desa-desa sekitar hutan umumnya mempunyai pekerjaan pokok sebagai petani. Mata pencaharian ini menggambarkan tingginya
tingkat ketergantungan masyarakat akan sumberdaya alam SDA dan lahan. Selain itu menunjukkan tekananancaman terhadap sumberdaya hutan. Tabel 14
menunjukkan bahwa mata pencaharian pokok kepala keluarga yang tinggal di daerah penyangga TNKS umumnya berasal dari sektor pertanian termasuk
perkebunan, tanaman panganpalawija. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 83 persen Kepala Keluarga contoh mempunyai mata pencaharian sebagai petani.
Hasil wawancara dengan masyarakat teridentifikasi beberapa komoditas utama yang diusahakan antara lain adalah kelapa sawit, karet, kakaocokelat, padi
ladangsawah. Sebagian besar lahan pertanian yang diusahakan masyarakat terletak pada areal eks HPH PT MJRT. Pada desa-desa non transmigrasi hampir
semua kepala keluarga memiliki kebun kelapa sawit sebagai sumber penerimaan utama. Namun untuk memenuhi kebutuhan akan pangan masyarakat juga
menanam tanaman pangan padi pada ladang dan sawah, namun umumnya hanya bersifat subsisten.
68 Luas penguasaan lahan setiap keluarga berkisar antara 3-9 ha dengan
rata-rata penguasaan lahan setiap keluarga adalah seluas 3,33 ha. Penelitian Hernawan 2001 juga menyatakan bahwa kepemilikan lahan oleh masyarakat
non transmigrasi berkisar antara + 3-8 haKK dan kepemilikan lahan oleh masyarakat transmigrasi mencapai + 3-5 haKK. Adapun peruntukannya adalah
sebagai lahan pertanian dan perkebunan. Berdasarkan hasil wawancara, pola kepemilikan lahan pada desa-desa non transmigrasi adalah sistem turun-
temurun yang merupakan warisan orang tua dan atau dengan membuka hutan rimba. Sedang pada desa-desa transmigrasi, lahan diberikan pemerintah
kepada setiap kepala keluarga pada saat ditempatkan sebagai warga transmigran. Disamping itu, kepemilikan lahan juga berasal dari jual beli tanah
antar penduduk. Tingkat penerimaan dan pengeluaran keluarga dapat dijadikan indikator
umum untuk menggambarkan kondisi perekonomian keluarga. Dengan kondisi masyarakat yang bergerak di sektor pertanian perkebunan tentu saja merupakan
sumber penerimaan utama kepala keluarga. Usahatani perkebunan sawit dan karet berkontribusi besar dalam menunjang perekonomian masyarakat di daerah
penyangga TNKS. Kondisi topografi berupa dataran rendah dengan curah hujan yang sesuai sangat mendukung bagi usahatani perkebunan kelapa sawit dan
karet. Tabel 14 menyajikan komposisi tingkat penerimaan kepala keluarga rata-
rata setiap bulan. Pada desa transmigrasi lebih dari separoh 66 persen kepala keluarga mempunyai penerimaan kurang dari Rp.1.552.000,00. Sedangkan pada
desa non transmigrasi hampir sebagian 48 persen kepala keluarga mempunyai penerimaan pada kisaran antara Rp.1.552.001,00–Rp.2.664.000,00. Secara
umum rata-rata tingkat penerimaan kepala keluarga non transmigran lebih tinggi dibandingkan kepala keluarga transmigran. Namun demikian berdasarkan
pengamatan di lapangan, kondisi sosial ekonomi pada kedua masyarakat tidak jauh berbeda. Indikator-indikator seperti kondisi rumah tempat tinggal relatif
sama. Besarnya penerimaan kepala keluarga berpengaruh juga terhadap besarnya pengeluaran keluarga. Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa rata-rata
jumlah pengeluaran keluarga setiap bulannya di bawah Rp.1.310.000,00. Proporsi terbesar dari pengeluaran keluarga adalah untuk pemenuhan bahan
pangan pokok, walaupun ada beberapa keluarga yang melakukan usahatani tanaman pangan tetapi tidak dapat mencukupi kebutuhan sehari-hari keluarga.
69
4.8. Interaksi Masyarakat dengan Daerah Penyangga TNKS