Jarak Tempat Tinggal dengan Lahan PertanianPerkebunan Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat

69

4.8. Interaksi Masyarakat dengan Daerah Penyangga TNKS

Interaksi masyarakat terhadap kawasan hutan di daerah penyangga TNKS diketahui dengan mengetahui jarak tinggal dengan lahan usahatani dan bentuk pemanfaatan sumberdaya hutan. Jarak tempat tinggal yang lebih dekat dengan kawasan hutan menunjukkan besarnya interaksi masyarakat terhadap kawasan hutan tersebut dan juga sebaliknya, semakin jauh akan semakin berkurang interaksinya. Selain itu, pada bagian ini juga akan dijelaskan bentuk-bentuk pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat sekitar.

4.8.1. Jarak Tempat Tinggal dengan Lahan PertanianPerkebunan

Pemahaman terhadap jarak tempat tinggal dengan lahan usahatani diperlukan untuk mengetahui kemampuan masyarakat untuk mencapai lahannya. Implikasinya dengan mengetahui jarak pemukiman penduduk dan kemampuan menjelajahnya dapat diperkirakan besarnya tekanan terhadap sumberdaya hutan. Rata-rata jarak antara pemukiman dengan lahan perkebunan milik masyarakat bervariasi antara 1,5 – 4 Km. Hasil pengamatan lapangan dan wawancara menunjukkan bahwa ladang dan kebun milik masyarakat berada dalam areal eks HPH PT MJRT. Tersedianya jalan sarad bekas perusahaan HPH memudahkan akses masyarakat, sehingga kegiatan perambahan hutan lebih cepat dibanding dengan penebangan ilegal. Selain itu, tersedianya jalan setapak dan alur sungai menjadi alternatif masyarakat menuju areal eks HPH PT MJRT. Umumnya perladangan dan perkebunan milik masyarakat lebih banyak pada lokasi hutan bekas tebangan LOA. Hal ini dikarenakan ketersediaan jalan dan relatif lebih mudah dalam persiapan lahan.

4.8.2. Pemanfaatan Hasil Hutan oleh Masyarakat

Masyarakat yang tinggal di derah penyangga TNKS telah memanfaatkan hasil hutan sejak lama. Beberapa hasil hutan yang dimanfaatkan antara lain: kayu, rotan, damar, bambu, lebah madu, petai, jengkol dan lain-lain. Pemanfaatan hasil hutan ini menunjukkan bahwa adanya ketergantungan masyarakat akan sumberdaya hutan. Secara umum pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat terbagi atas: 1 Pemanfaatan kayu, bambu dan rotan Kayu umumnya dimanfaatkan sebagai bahan baku rumah, sedangkan yang lainnya dimanfaatkan untuk kebutuhan sehari-hari. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat khususnya tumbuhan dapat dibagi dalam 4 empat kelompok antara lain: pemanfaatan buahnya seperti buah pasang Quercus sp, 70 kasai gunung Pometia pinnata Forst, kandis Garcinia sp dan lain-lain; pemanfaatan getahnya seperti: balam Palaquium hexandrum, gambir Uncaria gambir, damar Shorea sp, jelutung Dyera costulata, dan lain-lain; pemanfaatan sebagai obat-obatan seperti: pinang Areca cathecu, pasak bumi Euricoma longifolia, leban Vitex vinata, glinggang Casia aalata, kepayang Scaphium macropodum dan lain-lain; pemanfaatan kayu baik untuk komersial maupun sebagai kayu bakar. Kayu komersial yang dimanfaatkan sebagai bahan untuk membuat rumah. Pengambilan kayu bakar umumnya untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Kayu bakar yang dimanfaatkan berupa ranting dan dahan kayu yang telah mati. Selain itu, jenis getah resin yang bernilai ekonomis yang dimanfaatkan masyarakat berupa kayu gaharu Aquilaria malacensis Lamk.. Bambu dan rotan dimanfaatkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Bambu digunakan sebagai bahan baku untuk memagari pekarangan rumah dan lahan usahatani. Hasil hutan ini umumnya tidak untuk komersial. 2 Perburuan satwaliar dan ikan Selain akibat semakin berkurangnya kawasan hutan sebagai habitatnya, penurunan populasi satwaliar juga disebabkan adanya perburuan untuk diperdagangkan. Dampak lebih lanjut dapat mengancam kelestariannya. Masyarakat di sekitar daerah penyangga memanfatkan beberapa jenis burung untuk diambil daging dan juga untuk dipelihara. Burung yang umumnya dimanfatkan masyarakat seperti murai Copsychus malabaricus, merbah Pycnonotus goiavier, pergam Ducula badia, punai Ptilinopus sp, kutilang Pycnonotus aurigaster dan lain-lain. Perburuan satwaliar dilakukan masyarakat dengan menggunakan jeratan dan maupun alat tembak. Perburuan terhadap gajah dan harimau sering dilakukan masyarakat, karena mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Namun petugas jagawana kesulitan menemukan barang bukti, sehingga kesulitan dalam mengungkapkan kasus tersebut 4 . Selain itu, beberapa jenis ikan air tawar juga dimanfaatkan masyarakat sebagai bahan pangan masyarakat. Adanya sungai besar seperti sungai Seblat, Air Lalangi dan sebagainya merupakan tempat-tempat yang sering dimanfaatkan masyarakat untuk mengambil ikan dan lain-lain. Pengambilan ikan secara tradisional biasanya dilakukan dengan menggunakan pancing, jala, bubu dll. Namun beberapa kasus yang ditemukan masyarakat menggunakan racun pestisida 4 Informasi dari petugas Jagawana Tim Conservation Rescue Unit CRU 71 seperti: timex, acodant, dll. Tindakan seperti ini sangat mengancam kelestarian, karena dapat membunuh berbagai spesies yang ada di air serta membunuh ikan yang masih kecil. 3 Hasil hutan non kayu lainnya Hasil hutan non kayu yang teridentifikasi antara lain adalah: madu, petai, jengkol. Pemanfaatan hasil hutan ini sangat tergantung dengan musim. Pengambilan madu biasanya dilakukan masyarakat pada saat musim bunga. Madu yang diambil dari hutan biasanya dijual seharga Rp. 15.000,00-20.000,00 per liter. Hasil hutan berupa petai dan jengkol juga dimanfaatkan masyarakat sebagai sayuran dan bila lebih banyak masyarakat akan menjualnya kepada penampung biasanya ada pada saat itu. Jengkol dijual dengan harga Rp. 10.000,00-15.000,00 per kaleng + 15 kg. Hasil hutan yang dimanfaatkan masyarakat sangat sulit untuk dikuantifikasi nilai dan jumlahnya, karena pemanfaatannya tidak dilakukan setiap hari biasanya insidental dengan harga yang bervariasi. Pemanfaatan hasil hutan skala kecil dengan teknologi tradisional tidak terlalu berpengaruh pada keanekaragaman hayati yang ada. Sejalan dengan hal ini, MacKinnon et al. 1993 mengemukakan bahwa salah satu tipe utama daerah penyangga adalah berupa daerah penyangga pemanfaatan tradisional di dalam kawasan, dimana kawasan semacam itu dapat memenuhi kebutuhan hasil hutan bagi masyarakat setempat, dan salah satu kegiatannya adalah mengumpulkan buah-buahan hutan dan madu asalkan tidak ditebang atau dibakar. Salah satu tujuan daerah penyangga adalah menyediakan beberapa sumber daya yang diperlukan penduduk seperti rumput, buah dan sebagainya dengan batasan-batasan pemanfaatan. Pemanfaatan hasil hutan oleh masyarakat berupa perburuan satwaliar dan penebangan tumbuhan yang dilindungi sangat sulit untuk dilakukan penegakan hukum karena kegiatan tersebut telah dilakukan oleh masyarakat sejak lama dan rendahnya tingkat pengetahuan masyarakat akan tindakan yang dilarang dilakukan dalam kawasan hutan berdasarkan peraturan perundang- undangan yang berlaku akan dijelaskan pada bagian berikutnya.

4.8.3. Persepsi Masyarakat tentang Daerah Penyangga TNKS