76 tahun awal tahun 0–6, biaya yang dikeluarkan masih berupa investasi kebun;
serta 3 harus dicarikan lahan baru sebagai lahan kebun bagi masyarakat. Kondisi demikian sangat rawan terjadinya konflik sosial. Secara umum, menurut
Pakpahan 1989 sumberdaya alam dan lingkungan umumnya memiliki karakteristik ongkos eksklusi tinggi.
Situasi ongkos eksklusi tinggi juga dapat memunculkan penunggang gratis free rider
5
. Kelompok ini hanya menikmati manfaat keuntungan tanpa adanya kontribusi dalam pengelolaan sumberdaya tersebut. Salah satu cara untuk
mengurangi free rider dan membuat mereka berpartisipasi dalam menghasilkan
komoditas yang memiliki sifat ongkos eksklusi tinggi adalah melalui pajak.
Tetapi, cara termurah untuk menaggulangi masalah produksi komoditas yang dicirikan oleh ongkos eksklusi tinggi adalah dengan menciptakan suatu
kebiasaan baru internalized habits. Tentu kebiasan demikian tidak dapat
datang dengan sendirinya dan memerlukan faktor eksternal seperti insentif dan
disinsentif. Akhirnya, aturan representasi, batas yurisdiksi, dan property rights
merupakan hal penting dalam memecahkan masalah ini, yaitu bagaimana pertentangan kepentingan dipecahkan dan apa akibatnya terhadap kinerja
performance Pakpahan, 1989.
4.9.2. Ongkos Transaksi Transaction Cost
Ongkos transaksi sangat mempengaruhi kinerja kelembagaan. Ongkos transaksi tersebut merupakan faktor inheren dari situasi yang dapat menentukan
siapa yang menanggung ongkos tersebut. Menurut Pakpahan 1989 ongkos transaksi dapat dibedakan menjadi 3 tiga yaitu: ongkos membuat kontrak
contractual cost; ongkos informasi information cost; dan ongkos pemantauan dan pelaksanaan hukum
policing cost. Ongkos kontrak merupakan ongkos untuk mencapai kesepakatan dengan pihak lain. Sedangkan ongkos informasi
adalah ongkos mengumpulkan informasi mengenai sumberdaya baik berupa harga, kualitas atau jumlah. Ongkos transaksi sulit diukur dan dikuantifikasikan,
tetapi ongkos transaksi dapat dideteksi melalui perbandingan institusi Williamson dalam Basuni, 2003.
5
Penunggang gratis free rider merupakan kelompok individu yang menikmati sesuatu
yang dihasilkan oleh orang lain tanpa memberikan kontribusi apa terhadap sumberdaya tersebut Pakpahan, 1989
77 Belum adanya koordinasi dan sistem pengorganisasian yang baik dalam
pengelolaan daerah penyangga TNKS, menyebabkan pemerintah pada posisi yang lemah. Pemerintah tidak mempunyai informasi yang lengkap tentang
potensi dan kondisi riil sumberdaya yang ada di daerah penyangga TNKS. Ongkos untuk pelaksanaan kontrak peraturan perundang-undangan dan
konvensi internasional sangat mahal, karena sejauh mana dapat dikatakan telah terjadi pelanggaran kontrak serta ongkos untuk membebankan hukuman
terhadap pelanggaran kontrak. Berbagai kasus penebangan hutan illegal
logging serta perburuan satwaliar sulit untuk diungkapkan merupakan salah satu indikator mahalnya ongkos pelaksanaan kontrak.
4.9.3. Barang dengan Dampak Bersama Joint Impact Goods
Joint impact goods adalah karakteristik sumberdaya dimana sekali pemanfaatan, maka semua orang memiliki kesempatan yang sama mendapatkan
dampaknya tanpa mengurangi utilitas orang lain yang memperoleh jasa yang sama dan sebaliknya. Situasi daerah penyangga TNKS merupakan sumberdaya
yang dapat menimbulkan dampak bagi semua pihak. Implikasinya dapat menimbulkan dampak positif dan juga negatif. Terjadinya konversi hutan menjadi
lahan pertanian dan perkebunan di daerah penyangga TNKS berdampak pada kehilangan beberapa jenis satwaliar, terjadinya konflik gajah dengan manusia
akibat semakin berkurangnya habitat, penurunan kualitas sungai, terjadinya banjir, namun di sisi lain pada saat yang sama telah menciptakan lapangan
pekerjaan baru bagi masyarakat. Berdasarkan wawancara, dampak kerusakan kawasan hutan mulai
dirasakan masyarakat sekitar. Hal ini terbukti dengan: 1 masyarakat sudah merasakan kesulitan mendapatkan beberapa hasil hutan seperti: rotan, damar
Shorea sp, lebah madu; 2 beberapa jenis satwa seperti: burung pergam Ducula badia, murai Copsychus malabaricus, kuau Argusianus plateni, dll
sulit ditemukan lagi. Diyakini bahwa kesulitan mendapatkan hasil hutan dan hilangnya beberapa satwa disebabkan adanya kerusakan hutan. Penebangan
hutan oleh HPH, kemudian adanya konversi menjadi areal perkebunan merupakan penyebab utamanya; 3 ladang dan perkebunan masyarakat juga
sering diganggu oleh satwaliar seperti: gajah Elephas maximus, monyet
Macaca sp, babi hutan Sus barbatus. Serangan satwaliar tersebut juga merupakan dampak adanya konversi hutan dan lahan.
78 Dampak negatif dan positif yang ada tidak hanya terbatas pada
sekelompok orang yang melakukan konversi lahan, tetapi masyarakat yang terdapat di sekitar merasakan dampaknya. Terjadinya konflik gajah-manusia
bukan hanya terjadi pada areal yang terdapat di dalam eks HPH, tetapi bisa terjadi pada kawasan pemukiman penduduk. Terjadinya banjir besar pada tahun
1999 di Sungai Seblat yang merusak beberapa unit jembatan dan merendam pemukiman penduduk tanpa dapat memilah masyarakat yang berkebun dan
tidak berkebun. Tersedianya jasa ojek untuk mengangkut hasil perkebunan kelapa sawit merupakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat yang tinggal
di daerah penyangga TNKS merupakan salah satu dampak positif adanya pembukaan kebun tersebut. Areal eks HPH PT MJRT merupakan barang milik
publik public goods sehingga harus dikelola oleh pemerintah. Alternatif
kelembagaan akan menentukan siapa menanggung memperoleh apa berapa banyak.
4.9.4. Inkompatibilitas Incompatibility