14
2.2. Tinjauan Kelembagaan Pengelolaan Hutan Konsesi
Sistem konsesi hutan merupakan pemberian hakizin konsesi hutan untuk melaksananakan kegiatan usaha pemanfaatan hasil hutan kayu pada kawasan
konsesi. Lebih lanjut Ferraz dan Seroa 1998 dalam ICW dan Greenomics
2004 menyatakan bahwa mekanisme konsesi merupakan pemberian hak eksploitasi sumberdaya hutan dari pemerintah yang menguasai kawasan hutan,
kepada pihak swasta melalui kontrak konsesi hutan. Dengan demikian, sistem konsesi hutan dapat diartikan sebagai salah satu bentuk pengusahaan hutan
yang melibatkan “kontrak” pemanfaatan hutan dari pihak pemerintah kepada swastabadan usaha ICW dan Greenomics Indonesia, 2004.
Pemberian izin konsesi hutan di banyak negara termasuk di Indonesia umumnya tidak berbeda yakni adanya : a pemberian izinhak pemungutan hasil
kayu hutan, biasanya untuk skala kecil dan dalam jangka waktu yang pendek dan b pemberian hakizin pemanfaatan hasil hutan kayu atas konsesi hutan,
biasanya untuk skala besar, yakni pada areal konsesi yang lebih luas dan jangka waktu konsesi yang lebih panjang. Pemberian izin konsesi hutan terdiri atas 2
dua bentuk yaitu: a izin konsesi pada hutan alam, yang meliputi kegiatan pemanenan atau penebangan, pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan
pemasaran hasil hutan kayu; dan b izin konsesi pada hutan tanaman, yang meliputi kegiatan penyiapan lahan, perbenihan atau pembibitan, penanaman,
pemeliharaan, pengamanan, pengolahan dan pemasaran hasil hutan kayu ICW dan Greenomics Indonesia, 2004.
Pemanfaatan hutan oleh Pemerintahan Orde Baru diawali sejak diberlakukannya UU Nomor 5 tahun 1967. Dengan adanya UU tersebut
diterbitkan PP No. 21 tahun 1970 tentang Hak Pengusahaan Hutan HPH dan Hak Pemungutan Hasil Hutan HPHH. Berbekal PP tersebut mulai dilakukan
pemanfaatan hasil hutan dengan sistem Hak Pengusahaan Hutan HPH. Kemudian diganti dengan Surat Keputusan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman
Industri SK HPHTI pada tahun 1980-an dan pada akhirnya diganti menjadi Surat Keputusan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu SK IUPHHK tahun
2000-an. Pemanfaatan hutan awalnya bertujuan untuk menyejahterakan masyarakat secara keseluruhan. Hal ini dilakukan dengan memanfaatkan hasil
hutan sebagai sumber bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk mencapai tujuan tersebut dibuat berbagai aturan formal yang mengatur hak penguasaan
15 dan pemanfaatan hutan. Berbagai peraturan perundang-undangan tersebut
dikenal dengan kelembagaan formal. Pemanfaatan hasil hutan kayu adalah untuk kepentingan industri
kehutanan dan mengejar nilai ekonomis dan berorientasi ekspor untuk membayar hutang luar negeri. Dampak dari pemanfaatan kekayaan alam untuk
kepentingan ekonomi semata telah menyebabkan deforestasi yang cukup tinggi. Menurut FAO dalam Muhshi 1999, selama 1976 hingga 1980 hutan Indonesia
yang rusak tidak kurang dari 550.000 ha per tahun. Laju kerusakan tersebut meningkat sejalan dengan eksploitasi hutan melalui HPH. Setelah tahun 1980
laju kerusakan hutan mencapai 600.000 ha per tahun. Data terakhir menunjukkan bahwa tingkat deforestasi beberapa tahun terakhir meningkat
menjadi di atas 2 dua juta hektar per tahun. Menurut Departemen Kehutanan 2004
dalam Indonesia Corruption Watch dan Greenomics Indonesia 2004, di Indonesia hampir 60 juta hektar hutan produksi atau 52 dari total kawasan
hutan negara telah dialokasikan sebagai kawasan hutan konsesi. Sekitar 24 dari total luas hutan produksi tersebut dialokasikan sebagai hutan produksi yang
dapat dikonversikan.
2.3. Konsep Daerah Penyangga