51
4.5. Prilaku Behavior Stakeholders
Prilaku masing-masing pemangku kepentingan stakeholder sangat
dipengaruhi oleh tingkat kepentingannya terhadap daerah penyangga tersebut. Prilaku
stakeholders ini akan mempengaruhi kinerja pengelolaan daerah penyangga TNKS. Sebelum menganalisis prilaku masing-masing
stakeholders, dilakukan pengklasifikasian
stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya dalam pengelolaan areal eks HPH PT MJRT. Hal ini dilakukan
untuk mengidentifikasi peluang partisipasi dan kemungkinan resiko yang dapat ditimbulkan oleh
stakeholders tersebut. Tingkat kepentingan berkaitan dengan dampak yang akan diterima oleh
stakeholders, yaitu semakin besar dampak yang akan diterima oleh
stakeholders, maka semakin tinggi tingkat kepentingannya. Sedangkan tingkat pengaruh mengindikasikan kemampuan
stakeholders untuk mempengaruhi keberhasilan atau ketidakberhasilan suatu pengelolaan Hermawan
et al., 2005. Berdasarkan kepentingan dan pengaruhnya,
stakeholders yang terlibat dalam pengelolaan areal eks HPH PT MJRT adalah sebagai berikut:
1. Stakeholders primer ialah stakeholders yang terlibat dan atau memperoleh
dampak langsung. 2.
Stakeholders sekunder ialah stakeholders yang tidak terlibat langsung dan tidak memperoleh dampak secara langsung.
Kepentingan, pengaruh dan peluang partisipasi stakeholders dalam
pengelolaan eks HPH PT MJRT Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu disajikan pada Tabel 11.
52 Tabel 11.
Stakeholders, kepentingan dan tingkat kepentingannya serta pengaruh dan peluang partisipasinya dalam pengelolaan eks HPH PT MJRT
No. Stakeholders Kepentingan Tingkat
Kepentingan Tingkat
Pengaruh Peluang
Partisipasi A Stakeholders
Primer
1 Masyarakat yang tinggal di
sekitar Sumberdaya
lahan untuk pertanian
perkebunan Tinggi,
penerima dampak
langsung Tinggi,
sumberdaya manusia dan
kontrol Pengelolaan dan
Perlindungan
2 Dinas Kehutanan
dan Perkebunan
Pem Kab BU Pengelolaan
sumberdaya hutan di daerah
Tinggi, wilayah territorial
Tinggi, pengelola
sumberdaya hutan daerah
Pembinaan
3 Pemerintah pusat
Departemen Kehutanan
Pengelolaan sumberdaya
hutan eks HPH Tinggi, wilayah
territorial Tinggi,
pengelola sumberdaya
hutan Pembinaan
4 Swasta PT
Agricinal dan PT Alno Agro
Utama Sumberdaya
lahan untuk perkebunan
Tinggi, pemanfaat
sumberdaya lahan
Rendah, dapat bekerja
sama tanpa kekuatan
intervensi Kompensasi dan
bekerjasama dalam
pengelolaan
B Stakeholders Sekunder
1 Badan Perencanaan
Daerah Kabupaten
Bengkulu Utara
Pembangunan daerah
Rendah, sumberdaya
yang terbatas Rendah,
dapat bekerja sama tanpa
kekuatan intervensi
Perencanaan
2 Dinas Pertanian
Kabupaten Bengkulu
Utara Pembangunan
pertanian Tinggi,
intensitas pemanfaatan
lahan untuk pertanian
Rendah, dapat bekerja
sama tanpa kekuatan
intervensi Fasilitasi kegiatan
pertanian
3 BKSDA Provinsi
Bengkulu Pusat Latihan
Gajah PLG – Seblat
Konservasi Tinggi,
pengelolaan kawasan PLG
Sedang, otoritas
pengelolaan hanya pada
kawasan PLG
Pengelolaan kawasan PLG
4 Lembaga Swadaya
Masyarakat LSM
Kelestarian sumberdaya
hutan dan kesejahteraan
masyarakat Tinggi,
dukungan para pihak dan
pendampingan Sedang,
koordinasi, mobilisasi
dan advokasi Fasilitasi dan
mediasi
5 Universitas Bengkulu
Pengembangan tempat penelitian
Sedang, penelitian
dalam eks HPH
Tinggi, academic
authority Penelitian dan
pengembangan
53 Gambar 7 berikut memetakan
stakeholders berdasarkan tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap pengelolaan eks HPH PT MJRT
Kabupaten Bengkulu Utara, Provinsi Bengkulu.
Keterangan: A
: Swasta PT. Agricinal dan PT Alno Agro Utama, Dinas Pertanian B
: BKSDA PLG-Seblat C
: Masyarakat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan, Pemerintah Pusat Dephut E : Lembaga Swadaya Masyarakat LSM
F : Perguruan Tinggi Universitas Bengkulu
G : Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Bengkulu Utara Gambar 7. Stakeholders, tingkat kepentingan dan pengaruhnya terhadap
pengelolaan eks HPH PT MJRT Pada daerah A dan B terdapat
stakeholders dengan tingkat kepentingan tinggi dan tingkat pengaruh rendah sampai sedang, yaitu Swasta PT Agricinal
dan PT Alno Agro Utama, Dinas Pertanian Kabupaten Bengkulu Utara dan Balai Konservasi Sumberdaya Alam Pusat Latihan Gajah – Seblat. Kelompok
tersebut mempunyai dampak langsung, namun mempunyai pengaruh yang rendah dan sedang. Perusahaan swasta mempunyai kepentingan terhadap
sumberdaya lahan untuk perkebunan kelapa sawit pada areal eks HPH PT MJRT, namun
stakeholders ini mempunyai pengaruh yang rendah dalam menentukan kebijakan pengelolaan daerah tersebut. Perusahaan swasta
mempunyai peluang untuk berpartisipasi dalam pengelolaan areal tersebut dengan memberikan kompensasi bagi masyarakat sekitar dan bekerjasama
dengan stakeholders lain untuk mendukung fungsi daerah penyangga taman
A B
C
G D
E
H F
I Tingkat
Kepentingan Tinggi
Sedang
Rendah Rendah
Sedang Tinggi
Tingkat Pengaruh
54 nasional. Sedangkan BKSDA PLG – Seblat mempunyai kepentingan terhadap
areal tersebut karena langsung berbatasan dengan kawasan hutan dengan fungsi khusus Pusat Latihan Gajah – Seblat. Kerusakan kawasan tersebut
dapat berpengaruh terhadap kawasan PLG tersebut. Pada bagian C terdapat
stakeholders dengan tingkat kepentingan dan pengaruh yang tinggi, yaitu Masyarakat, Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
Pemerintah Pusat Dephut. Stakeholders pada daerah ini perlu melakukan kerja sama yang baik agar pengelolaan areal eks HPH PT MJRT dapat terlaksana
dengan baik. Pada bagian E terdapat stakeholders dengan pengaruh dan tingkat
kepentingan sedang. Stakeholders yang termasuk dalam kelompok ini adalah
Lembaga Swadaya Masyarakat LSM. Selanjutnya pada bagian F merupakan stakeholders dengan tingkat pengaruh yang tinggi, namun tingkat kepentingan
yang sedang. Perguruan tinggi mempunyai pengaruh terhadap kebijakan pengelolaan eks HPH PT MJRT dengan memberikan masukan berdasarkan hasil
penelitian dan kajian. Stakeholders kelompok ini adalah perguruan tinggi
Universitas Bengkulu. Pada bagian G adalah stakeholders yang mempunyai
tingkat kepentingan dan pengaruh yang rendah. Stakeholders kelompok ini
antara lain adalah Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Bengkulu Utara. Kelompok
stakeholders ini tidak memerlukan pelibatan intensif karena bukan prioritas dalam pengelolaan eks HPH PT MJRT. Namun, apabila
memungkinkan perlu dilakukan pengawasan dan evaluasi secara berkala untuk mengetahui perkembangan kepentingannya.
Secara umum masyarakat mempunyai mata pencaharian di bidang pertanian dan mempunyai ketergantungan yang tinggi terhadap sumberdaya
lahan. Situasi ini mendorong masyarakat untuk memanfaatkan kawasan hutan dengan cara mengkonversi menjadi lahan usahatani. Kondisi di lapangan
menunjukkan bahwa tidak jelasnya batas-batas kawasan menyebabkan masyarakat dengan bebas mengakses sumberdaya daerah penyangga.
Stakeholders lain yang mempunyai pengaruh penting terhadap daerah penyangga adalah Pemerintah Daerah Kabupaten Bengkulu Utara. Sejak
otonomi daerah mendorong Pemda untuk berprilaku memanfaatkan hutan dalam bentuk pemberian izin bagi pemanfaatan kayu skala kecil yang dikenal dengan
IPK Izin Pemanfaatan Kayu. Dalam pelaksanaannya pemerintah daerah memberikan izin kepada perusahaan dengan areal yang kecil. Izin
pengelolaannya ditetapkan oleh Bupati Bengkulu Utara sebagai pemerintah
55 daerah pada wilayah tersebut. Berdasarkan pengamatan lapangan dan informsi
dari masyarakat, beberapa IPK tersebut adalah: Rintisan Jaya, UD Air Pandan, Sumendam Jaya, Karya Sepakat. Dalam pengelolaan hutan harus terjaminnya
pencapaian tujuan pengelolaan hutan secara berkelanjutan sustainable forest
management. Namun adanya pemberian izin kepada pengusaha tersebut, menimbulkan ekses yang kurang baik terhadap pengelolaan areal eks IPK
tersebut. Sistem IPK ini semakin menambah luas kawasan hutan yang terdegredasi. Proses pemberian izin dilakukan secara tidak transparan serta
banyak aturan main di lapangan yang tidak diikuti. Pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang izin umumnya tidak dikenakan sanksi, sehingga terjadi
kesimpang-siuran rush mengenai hak dan kewajiban menurut kelembagaan
formal. Prilaku ini memberikan peluang terjadinya korupsi dalam pengelolaan areal tersebut.
Selanjutnya Pemerintah Pusat Departemen Kehutanan tidak menetapkan kebijakan pengelolaan eks HPH sebagai daerah penyangga. Situasi demikian
dapat menyebabkan semakin rusaknya sumberdaya di kawasan tersebut. Berdasarkan Surat Menteri Kehutanan Nomor: 57Menhut-VI2002 bahwa
pengelolaan eks HPH PT MJRT dikembalikan kepada negara dan pengelolaannya akan diatur lebih lanjut. Namun sampai saat ini tahun 2006
aturan yang mengatur lebih lanjut tentang pengelolaannya belum diterbitkan oleh pemerintah. Ketidakjelasan ini juga menjadi salah satu penyebab semakin
terdegradasi sumberdaya yang ada dengan adanya konversi hutan. Selain stakeholders yang telah disebutkan di atas, kelompok perkebunan kelapa sawit
swasta juga mempunyai kepentingan yang tinggi terhadap areal tersebut. Tingkat kepentingan ini mempengaruhi prilaku dan kinerja pengelolaan daerah tersebut.
Berdasarkan uraian di atas, secara ringkas prilaku stakeholders dan kinerja
pengelolaan eks HPH PT MJRT di daerah penyangga TNKS disajikan pada Tabel 12.
56 Tabel 12. Prilaku
stakeholders dan kinerja pengelolaan eks HPH PT MJRT
No Stakeholders Peraturan
Pemerintah yang berlaku
seharusnya
Perilaku Kinerja
1 Masyarakat
Pemilik tenaga kerja
Free access terhadap eks
HPH PT MJRT Masyarakat
mengkonversi eks HPH menjadi lahan
perkebunan kelapa sawit
2 Dinas Kehutanan dan
Perkebunan Pemerintah
Daerah Kab. Bengkulu
Utara Membuat
tataruang dan meningkatkan
PAD Mengeluarkan
izin pemanfaatan
kayu IPK kepada
pengusaha Perubahan penggunaan
lahan dan terjadi perubahan tutupan
hutan
3 Pemerintah Departemen
Kehutanan Menetapkan
daerah penyangga
TNKS
Membuat kebijakan
pengelolaan eks HPH PT
MJRT Belum ada
ketetapan daerah
penyangga
Belum menetapkan
pengelolaan eks HPH PT
MJRT Tidak ada kejelasan
batas fisik daerah penyangga
Pengelolaan eks HPH PT MJRT menjadi tidak
jelas
4 Swasta PT
Agricinal dan PT Alno Agro
Utama Mendapat izin
konsesi perkebunan
kelapa sawit Membuka
perkebunan di luar areal yang
di konsesikan Meningkatnya konversi
kawasan hutan menjadi perkebunan kelapa
sawit
4.6. Aturan-aturan Pengelolaan Daerah PenyanggaTNKS