Kabupaten Mamasa Kesejahteraan masyarakat ditinjau dari kondisi lingkungan hidup di tiga kabupaten pemekaran
obyek Mamasa Dalam Angka 2010. Dalam wawancara dengan seorang tokoh masyarakat yang mengatakan : “Contohnya seperti wisata budaya Kuburan Tedong-
tedong Minanga di Kecamatan Mamasa, wisata alam Air Terjun Sarambu dan Permandian Air Panas di Desa Tadisi Kecamatan Sumarorong, Agro Wisata Perkebunan
Markisa di Kecamatan Mamasa, Wisata Budaya Rumah Adat, Perkampungan Tradisional Desa Ballapeu, Tradisi Mebaba dan Mangngaro di Nosu merupakan tradisi
yang unik yang tidak ada di tempat lain. Memang kebudayaan Mamasa mirip kebudayaan Toraja, maka sering disebut Toraja Barat” wawancara dengan Bapak Dm,
tanggal 5 Oktober 2011 di rumahnya. Kawasan hutan di Kabupaten Mamasa seluas 198.647 hektar atau 66,09 dari total luas wilayah. Kawasan hutan terdiri dari hutan
lindung dan hutan produksi terbatas. Semua kecamatan berhutan, untuk Kecamatan Rantebulahan Timur tidak ada data. Lahan kritis dalam kawasan hutan mencapai 40.349
hektar 20,31 dan di luar kawasan hutan seluas 64.213 hektar. Realisasi reboisasi untuk penanggulangan telah mencapai 4.295 hektar 2009, sedangkan program
selanjutnya belum jelas. Kabupaten Mamasa tidak mempunyai industri yang besar sehingga PADnya sangat kecil, 2,25 persen kontribusinya pada APBD 2009.
Lingkungan hidup yang ada di Kabupaten Rokan Hilir keadaan masih terjaga dengan baik. Walaupun begitu, ada sebagian responden yang mengatakan tidak terjaga,
hal tersebut dipicu oleh adanya pencurian kayu di hutan-hutan. Bencana banjir dan bencana kabut akibat kebakaran lahan kelapa sawit warga di Kabupaten Rokan Hilir
kadang terjadi. Jawaban responden tersebut menggambarkan bahwa jarang terjadi bencana alam. Walaupun begitu, Riau Dalam Angka 2010 mencatat, di tahun 2009 di
Kabupaten Rokan Hilir terjadi bencana alam sekali dengan jumlah korban menderita 186 orang, 91 rumah hancur, 78 rumah rusak. Jawaban responden menyatakan bahwa
bencana kebakaran lahan mencapai 4-6 kali dalam setahun. Penyebab bencana menurut persepsi masyarakat Rokan Hilir yang utama adalah
dikarenakan ketidakpedulian masyarakat terhadap lingkungannya. Menurut seorang warga, Bapak Sb mengatakan : “Membakar hutan atau lahan sudah menjadi kebiasaan
penduduk di sini Pak, untuk membersihkan lahan dari alang-alang dan semak belukar, karena lebih cepat daripada dengan membabatnya, lebih murah dan praktis. Dengan
lahan yang luas, kalau dibabat kapan selesainya?”. Walaupun begitu, masyarakat ada yang menganggap bahwa pemerintah kurang dapat mengendalikan lingkungan.
Berbasarkan wawancara dengan salah seorang aparat, Bapak R : “Pemerintah telah menghimbau untuk tidak membakar lahan atau hutan pada waktu membersihkan lahan,
karena dapat menimbulkan bahaya seperti kabut asap yang dapat menyebabkan penyakit dan mengganggu penerbangan. Tetapi karena lahan warga masyarakat yang luas dan
tidak punya peralatan lain yang memadai, maka warga terpaksa melakukan pembakaran”. Sekretaris Daerah Kabupaten Rokan Hilir, Bapak H. S, SH. juga
mengatakan : “Kerusakan lingkungan terutama karena kebakaran lahan, terutama terjadi pada lahan pengusaha HPH. Untuk membersihkan alang-alang di lahannya dengan
dibakar”. Kondisi sumberdaya alam hutan dan sumberdaya air yang ada di Kabupaten
Rokan Hilir masih baik menurut persepsi masyarakat. Walaupun begitu, ada juga responden yang menggannggap sumberdaya yang ada sudah rusak bahkan sangat rusak.
Hal ini apabila dikaitkan dengan adanya lahan kritis di Kabupaten Rokan Hilir seluas 208.073,87 hektar atau 23,43 dari seluruh luas wilayah, maka jawaban responden
tersebut sangat sesuai. Lingkungan hidup dan sumberdaya alam yang ada di Kabupaten Rokan Hilir keadaan masih terjaga dengan baik, menurut persepsi masyarakat.
Walaupun begitu, ada sebagian responden yang mengatakan tidak terjaga dan dalam penjelasannya, hal tersebut dipicu oleh adanya pencurian kayu di hutan-hutan.
Alikodra, et.al 2004 mengatakan, untuk ke depan, kemampuan pembangunan daerah secara bertahap supaya diarahkan pada kegiatan yang dapat membatasi kerusakan
sumberdaya alam dan lingkngannya. Bahkan, sebaiknya diarahkan bagi kegiatan- kegiatan yang dapat menjamin kelestarian sumberdaya alam dan lingkungannya dan
memberi manfaat sosial dan ekonomi bagi masyarakatnya. Kondisi di tiga kabupaten pemekaran tentang program-program pemerintah dalam melestarikan lingkungan hidup
dan persepsi masyarakat apabila dibuat dalam diagram terlihat dalam gambar berikut. Kondisi yang ideal adalah pemerintah daerah yang mempunyai program-program untuk
kelestarian lingkungan hidup, ada bencana atau tidak ada bencana. Kalau bencana sudah terjadi atau diperkirakan bakal terjadi membuat program penanggulangan bencana.
Kabupaten Mamasa yang terletak di pegunungan sering terjadi bencana alam, seharusnya pemerintah daerah sudah mengantisipasinya dengan larangan mendirikan
bangunan di lereng-lereng bukit dan di hutan-hutan untuk mengurangi bencana. Reboisasi perlu diteruskan untuk memperbaiki hutan yang rusak.
Kabupaten Rokan Hilir yang kaya raya dengan pendapatannya yang tinggi, pertama yang harus dilakukan dengan tindakan preventif membuat program untuk
penanggulangan bencana kebakaran lahan, dengan peraturan daerah tentang larangan membakar lahan perkebunan. Isinya berupa hukuman denda bagi yang melakukan
pelanggaran peraturan daerah tersebut, bahkan kalau perlu dipidanakan - hukuman badan. Bagi warga yang mentaati peraturan daerah diberikan penghargaan dan
kompensasi. Hal ini memang berat untuk dilaksanakan karena lahan-lahan warga maupun HPH sangat luas. Untuk meringankan beban warga supaya tidak membakar
lahan, dengan pemberian kompensasi atau penghargaan dapat menjadi alternatif yang baik; sedangkan untuk HPH tidak ada kompensasi atau penghargaan. Kedua,
mengurangi bencana kebakaran hutan dengan tindakan membuat hujan buatan, atau menyedot air sungai untuk memadamkan kebakaran.