Pembangunan Ekonomi Daerah TINJAUAN PUSTAKA

dan isu-isu penting dalam pengembangan wilayah. Rosda Malia 2009 “Analisis Dampak Pemekaran Wilayah terhadap Pembangunan Ekonomi Daerah Studi Kasus di Kota Cimahi Propinsi Jawa Barat” yang pada intinya meneliti dampak pemekaran wilayah terhadap pembangunan ekonomi daerah dan kesejahteraan masyarakat, terhadap kapasitas fiskal, terhadap kesiapan Pemerintah Kota Cimahi dalam pembangunan yang tidak berbasis subsidi dan kelayakan pemekaran Kota Cimahi. Selanjutnya Aulia Farida 2010 “Pertarungan Gagasan dan Kekuasaan Dalam Pemekaran Wilayah Studi Kasus : Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo di Provinsi Jambi” yang bertujuan menganalisis manfaat pemekaran wilayah khususnya bagi masyarakat pedesaan, menganalisis aktor dan pola manuver aktor dalam pemenangan gagasan pemekaran dan menganalisis ragam pendapat pemekaran wilayah di Kabupaten Bungo dan Kabupaten Tebo. Penelitian yang sangat berhubungan dengan studi ini adalah yang dilakukan oleh Kemitraan bagi Pembaruan Tata di Pemerintahan Indonesia Kemitraan dengan Departemen Dalam Negeri yang selanjutnya dianalisis oleh Yulistiani, dkk 2007, pada intinya adalah meneliti kinerja provinsikabupatenkota hasil pemekaran pada kurun waktu 1999-2004 sebagai daerah otonomi baru sebanyak 148 daerah otonomi baru dibandingkan dengan kinerja provinsikabupatenkota induknya dengan data utama tahun 2004 – 2005. Parameter dan indikator pengukuran yang digunakan meliputi level input aparatur; keuangan daerah; luas wilayah dan jumlah penduduk, level proses penataantransisi; pencapaian kinerja, level output sarana dan prasarna; sosial budaya dan sosial politik, level outcome kemampuan ekonomidaya saing : pertumbuhan ekonomi, PDRB, angka pengangguran terbuka, APK, produktivitas; Keamanan dan ketertiban; pelayanan umum, level benefitimpact kesejahteraan masyarakat : PDRBkapita, IPM, penduduk di bawah garis kemiskinan, rasio Gini. Keempat penelitian sebelumnya tersebut tidak menyangkut tentang tipologi kabupaten pemekaran berdasarkan keberhasilannya dalam mensejahterakan masyarakat berdasarkan data time series. Selain hal itu, tidak mencakup pula kabupaten hasil pemekaran wilayah dalam penyelenggaraan pemerintahannya pada kategori pembangunan ekonomi, kesejahteraan masyarakat, sosial kemasyarakatan, dan kelestarian lingkungan sebagaimana penelitian yang akan dilakukan ini.

2.11 Kerangka Pikir Penelitian

“Industri” atau ‘bisnis’ pemekaran wilayah di masa reformasi terjadi juga disebabkan oleh faktor lemahnya Pemerintah Pusat dan sebaiknya menguatnya local power pasca Soeharto. Lemahnya Pemerintah Pusat dipandang dari kepentingan daerah adalah peluang untuk mengajukan tuntutan aspirasi atau melakukan ‘resistensi’ terhadap negara Ratnawati, 2009. Resistensi pada dasarnya perlu dilakukan untuk memperoleh kepatuhan. Namun, dalam memperoleh kepatuhan tersebut, sejumlah peneliti menemukan alasan yang berbeda-beda. Stanley Milgram 1974 dalam Kasali 2006 misalnya, menemukan bahwa manusia atau kelompok individu sesungguhnya dapat dimanipulasi untuk menumbuhkan kepatuhan. Milgram menaruh perhatian pada bagaimana Hitler memanipulasi para pengikutnya sehingga patuh terhadap dirinya dalam membinasakan kaum Yahudi di benua Eropa. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat seseorang dapat dimanipulasi : adanya prakondisi yang sudah ditanamkan disosialisasikan pada kelompok yang akan diubah untuk menerima norma-norma otoritas, bila mematuhinya akan diberikan imbalan atau hukuman bila sebaliknya; ada persepsi yang kuat terhadap figur otoritas dan ada faktor pengikut :setuju persetujuan untuk berpartisipasi. Elit-elit lokal memanipulasi massa bergerak gerombolanmobs di daerah- daerah untuk menekan pemerintah pusat yang lemah. Sebagaimana dikemukan Ratnawati 2009, mobrokasi inilah yang tampaknya dikhawatirkan pemerintah pusat yang lemah itu karena dapat berdampak buruk pada stabilitas dan pembangunan citra yang sedang diupayakan. Seperti diketahui, SBY sangat menonjolkan politik pencitraan. Kemudian pusat yang tidak berdaya melakukan politik akomodasi atas tuntutan-tuntutan daerah, khususnya tuntutan pemekaran. Dengan dikabulkannya tuntutan pemekaran, maka daerah diharapkn dapat lebih ‘tenang’ stabil. Padahal ‘ketenangan’ di daerah yang terjadi pasca pemekaran bisa saja merupakan ‘ketenangan semu’ yang diindikasikan oleh banyaknya konflik atau permasalah akibat pemekaran. Adanya ketimpangan pembangunan daerah, adanya kesenjangan sosial-ekonomi antarwilayah, adanya ketidakpuasan masyarakat akan pemberian pelayanan oleh pemerintah daerah merupakan prakondisi yang dimanfaatkan oleh elit-elit lokal dan digunakan sebagainya pendorong pemekaran wilayah menjadi daerah otonomi baru. Pembentukan daerah otonomi baru, baik kabupatenkota atau propinsi memerlukan persyaratan administratif, teknis dan fisik kewilayahan sesuai dengan UU No. 322004