Kabupaten Mamasa PDRB per kapita dan pembangunan manusia

pelayanan yang diberikan pada umumnya mereka sepakat pasti artinya jadwal atau jam pelayanan yang diberikan instansi pemerintah kabupaten pasti. Dikatakan bahwa jam pelayanan yang diberikan sesuai dengan jam yang telah ditentukan oleh instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir. Persepsi masyarakat terhadap disiplin petugas pelayanan pada umumnya menyatakan disiplin, walaupun begitu persepsi mereka terbelah sebagian mengatakan disiplin dan di lain pihak mengatakan tidak disiplin. Hal ini menunjukkan bahwa petugas pelayanan yang ada di instansi-instansi Pemerintah Daerah Kabupaten Rokan Hilir tidak sama dalam menerapkan aturan kedisiplinan petugas pelayanan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Wawancara dengan salah seorang aparat Bapak X pada tanggal 20 Oktober 2011 di kantornya mengatakan : “Kami tidak dapat melayani permintaan bapak, karena petugas yang bersangkutan anaknya sakit jadi tidak masuk kantor. Sekarang sedang musim DB pak dan komputernya dipassword”. Di instansi lain hal sama juga terjadi, Ibu X mengatakan : “Maaf bapak petugasnya tidak ada”, “Apa yang lain tidak dapat memberi data yang saya butuhkan?”, jawabnya : “Tidak bisa bapak, karena kami tidak tahu”. Persepsi masyarakat di Kabupaten Rokan Hilir terhadap kemampuan petugas pelayanan pada umumnya mengatakan ‘mampu’ memberikan pelayanan, walaupun ada yang mengatakan tidak tahu. Hal ini menunjukkan bahwa ada sebagian masyarakat yang meragukan kemampuan petugas pelayanan. Pada umumnya masyarakat dalam meminta pelayanan di instansi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir merasa nyaman dan aman. Walaupun begitu ternyata ada beberapa anggota masyarakat yang merasa tidak nyaman dan tidak aman dalam meminta pelayanan di instansi pemerintah kabupaten. Kata Bapak Skr : “Instansi di sini halamannya sempit, dan gedungnya juga sempit sehingga kalau kita minta pelayanan tidak nyaman dan merasa tidak aman”. Banyak gedung instansi Pemerintah Kabupaten Rokan Hilir di Bagan Siapi-api yang masih menyewa, sehingga terbatas halaman dan kapasitasnya.

4.2.3.2 Kabupaten Rote Ndao

Walaupun Kabupaten Rote Ndao masuk pada klasifikasi ‘daerah maju dengan cepat’ merupakan kabupaten tidak kaya dan perekonomian utamanya didukung sektor pertanian yang semakin menurun karena berkembangnya sektor jasa, kontribusi PAD pada APBD kurang dari lima persen. Walaupun begitu, pemerintah daerah mempunyai banyak program untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakatnya. Dengan program-program ini masyarakat merasakan bahwa pemerintah daerah telah berusaha mensejahterakan masyarakatnya. Masyarakat di Kabupaten Rote Ndao mempunyai persepsi pelayanan yang lebih baik daripada di dua kabupaten lainnya. Persepsi masyarakat di Kabupaten Rote Ndao tentang prosedur dan kemudahan pelayanan adalah mudah didapat, tetapi sebagian mereka mengatakan berbelit-belit untuk memperoleh pelayanan. Sebagaimanan dalam penjelasannya sebagian responden mengatakan bahwa, kadang-kadang pelayanan yang diberikan berbelit-belit seperti yang terjadi pada pelayanan di Puskesmas. Hasil wawancara dengan Bupati Rote Ndao, Bapak Drs, LH, MM pada hari Senin, tanggal 6 September 2011, di ruang kerjanya, beliau mengatakan : “Pelayanan kepada masyarakat adalah sebagai dasar utama pemerintahan saya, sebagai contohnya pemerintah memberi subsidi pupuk, pelayanan kesehatan dan pembuatan KTP gratis pada masyarakat yang tidak mampu. Masyarakat yang tidak mampu berobat ke dokter, ke bidan, ataupun ke paramedis dibiayai APBD, tahun 2012 saya anggarkan dari APBD pemasangan listrik gratis; saya sampai mendapat julukan “Bupati Gila”. Kalau ada keluhan, masyarakat maunya apa-apa difasilitasi pemerintah, tidak mau berusaha sedikit untuk memperoleh pelayanan yang gratis tersebut. Padahal semua kebijakan tersebut harus dipertanggungjawabkan, baik secara administratif maupun finansial”. Hal tersebut diperkuat oleh pernyataan salah satu Kepala Bagian di Sekretariat Daerah yang mengatakan : “Beliau dari jalur independen, sehingga berani mengambil tindakan yang mungkin tidak sesuai dengan para elit politik, yang penting untuk kepentingan masyarakat banyak”. Kuncoro 2006 mengatakan, terlihat jelas dari rendahnya proporsi PAD Pendapatan Asli Daerah terhadap total pendapatan daerah dibanding besarnya subsidi grants yang didrop dari pusat. Indikator desentralisasi fiskal adalah rasio antara PAD dengan total pendapatan daerah. PAD terdiri dari pajak-pajak daerah, retribusi daerah, penerimaan dari dinas, laba bersih dari perusahaan daerah BUMD dan lain-lain penerimaan. Selanjutnya Kuncoro 2006 mengatakan setidaknya ada lima penyebab utama rendahnya PAD yang pada gilirannya menyebabkan tingginya ketergantungan terhadap subsidi dari Pusat. Pertama, kurang berperannya perusahaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Kendati penerimaan Dati I dan bagian laba BUMD selama 198889 – 199293 secara absolut meningkat pesat tahun 198889 berjumlah Rp. 16,7 miliar meningkat menjadi Rp. 40,2 miliar pada tahun 199293, namun sumbangannya terhadap pendapatan daerah relatif masih kecil. Penelitian Pusat Data Bisnis Indonesia 1992 menunjukkan bahwa rasio bagian laba BUMD terhadap total pendapatan daerah adalah hanya 2,14 per tahun selama 198687 – 199091. Secara spasial, penyumbang utama penerimaan laba BUMD terkonsentrasi di 3 provinsi, yaitu DKI Jakarta, Jawa Barat dan Jawa Tengah dengan dominasi sumber penerimaan dari Bank Pembangunan Daerah BPD dan Perusahaan Air Minum Daerah PDAM. Kedua, adalah tingginya derajat sentralisasi dalam bidang perpajakan. Semua pajak utama, yang paling produktif dan buoyant baik pajak langsung dan tak langsung oleh pusat. Pajak Pertambahan Nilai, bea cukai, PBB, royaltiIHHIHPH atas minyak, pertambangan, kehutanan semula diadministrasi dan ditentukan tarifnya oleh pusat. Dua yang terakhir memang telah merupakan sharing revenues penerimaan bagi hasil, namun kontribusinya dalam penerimaan daerah relatif masih kecil. Alasan sentralisasi perpajakan yang sering dikemukakan adalah untuk mengurangi disparitas antardaerah, efisiensi administrasi dan keseragaman perpajakan. Penyebab ketiga adalah kendati pajak daerah cukup beragam, ternyata hanya sedikit yang bisa diandalkan sebagai sumber penerimaan. Pajak daerah yang ada saat ini berjumlah 50 jenis pajak, tetapi yang dapat dianggap bersifat ekonomis bila dilakukan pemungutannya hanya terdiri dari 12 jenis pajak saja Davey, 1989. Sekitar 90 pendapatan Daerah Tingkat I hanya berasal dari dua sumber : Pajak Kendaraan Bermotor dan Balik Nama. Di Daerah Tingkat II, sekitar 85 pendapatan daerah hanya berasal dari enam sumber : pajak hotel dan restoran, penerangan jalan, pertunjukan, reklame, pendaftaran usaha, ijin penjualanpembikinan petasan dan kembang api. Boleh dikata, jenis pajak yang dapat diandalkan di Dati II hanya dari Pajak Bumi dan Bangunan PBB. Pajak-pajak daerah lainnya sulit sekali untuk diharapkan karena untuk mengubah kebijakan pajak daerah memerlukan persetujuan dari Departemen Dalam Negeri dan Menteri Keuangan. Faktor penyebab ketergantungan fiskal yang keempat bersifat politis. Ada yang khawatir apabila daerah mempunyai sumber keuangan yang tinggi akan mendorong terjadinya disintegrasi dan separatisme. Faktor terakhir penyebab adanya ketergantungan tersebut adalah kelemahan dalam pemberian subsidi dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah. Selama ini pemerintah memberikan subsidi dalam bentuk blok block grants dan spesifik specific grants. Subsidi yang bersifat blok terdiri dari Inpres Dati I, Inpres Dati II dan Inpres Desa. Subsidi yang bersifat spesifik meliputi inpres pengembangan wilayah, Sekolah Dasar, kesehatan, penghijauan dan reboisasi, serta jalan dan jembatan. Perbedaan utama antara subsidi blok dengan subsidi spesifik adalah bahwa daerah memiliki keleluasaan dalam penggunaan dana subsidi blok, sedang penggunaan dana subsidi spesifik sudah ditentukan oleh pemerintah pusat dan daerah tidak punya keleluasaan dalam menggunakan dana tersebut. Apabila dilihat dari sisi jumlah bantuan yang diterima oleh pemerintah daerah sejak Repelita I, maka bantuan yang bersifat spesifik jauh lebih besar dari pada blok. Tidak berlebihan bila disimpulkan bahwa pemerintah pusat hanya memberi kewenangan yang lebih kecil kepada pemerintah daerah untuk merencanakan pembangunan di daerahnya. Selanjutnya, persepsi masyarakat terhadap keadilan pelayanan yang dilakukan aparat pemerintah di Kabupaten Rote Ndao pada umumnya ‘adil’, tetapi dalam penjelasannya ada beberapa masyarakat yang mengatakan tidak adil, bahkan sangat tidak adil. Salah satu warga yang sedang meminta pelayanan di suatu instansi mengatakan : ”Kami tidak iri Bapak, dengan ibu itu karena beliau sudah tua dan sakit, saya justru hormat dengan petugas yang mendahulukan beliau daripada lainnya. Tapi bapak melihat sendiri, ada beberapa orang yang tidak setuju dengan tindakan petugas” hasil wawancara dengan Bapak Hns warga yang sedang mengantri meminta pelayanan di suatu Puskesmas pada hari Rabu, tanggal 8 September 2011. Sedangkan jadwal atau jam pelayanan yang diberikan pada umumnya mereka sepakat tidak tahu, artinya jadwal atau jam pelayanan yang diberikan instansi pemerintah kabupaten tidak pasti. Dalam penjelasannya, dikatakan bahwa jam pelayanan yang diberikan kadang tidak sesuai dengan jam yang telah ditentukan oleh instansi Pemerintah Daerah itu sendiri alias molor, sehingga masyarakat merasa kecewa dengan aparatur pelayanan yang ada. Wawancara dengan Bapak Frn, Rabu tanggal 8 September 2011 di Kantor Pemerintah Kabupaten Rote Ndao : “Saya sudah nunggu lama, tapi kok belum buka loketnya. Ga tahu kapan bukanya”, selanjutnya dikatakan : “Biaya ga tahu mahal atau tidak, tapi saya bayarnya sesuai dengan aturan yang ditempel itu”.