Desentralisasi Fiskal TINJAUAN PUSTAKA

untuk mewujudkan keadilan di seluruh masyarakat. Sedangkan untuk mengemudikan ekonomi makro, pemerintahan daerah atau daerah otonom berperan untuk menjamin agar setiap usaha untuk mengemudikan ekonomi nasional, termasuk melaksanakan setiap kebijakan untuk mengontrol permintaan agregat dan belanja konsumen, mensyaratkan intervensi pusat dalam keuangan lokal Hamdi, 2008. Pelaksanaan otonomi daerah dapat disebut gagal apabila dua masalah mendasar di daerah belum teratasi yaitu 1 ketimpangan sosial-ekonomi antar daerah dan antar warga masyarakat, dan 2 kemiskinan belum dapat diberantas sampai tuntas. Masalah ketiga adalah pengangguran terutama penggangguran terbuka lebih merupakan masalah sektor ekonomi modern yang oleh ekonom sering dianggap “cukup mudah diatasi melalui pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan”. Penggangguran tipe lain di negara-negara berkembang yaitu pengangguran tak kentara tersembunyi bisa diatasi meskipun tidak mudah, melalui program-program penanggulangan kemiskinan dan pemberdayaaan ekonomi rakyat” Mubyarto, 2001. Tugas utama pemerintah adalah menerapkan keadilan, menyelenggarakan demokrasi, menyelenggarakan pemerintahan, melaksanakan desentralisasi, mengatur perekonomian, menjaga keamanan, menjaga persatuan, memelihara lingkungan, melindungi hak asasi manusia, serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan memenuhi kebutuhan barang publik alokasi, mengurangi inflasi dan pengangguran stabilisasi, dan melaksanakan keadilan sosial distribusi Partowidagdo, 1999. Perubahan sistem pemerintahan yang dalam prakteknya ada kecenderungan sentralistik menjadi desentralistik dalam rangka mewujudkan tugas utama pemerintah tersebut. Dimulai dengan terbitnya Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah mengubah peta politik dalam penataan kewenangan dan kewajiban pemerintahan. Masa-masa indah sentralisasi pemerintahan telah berakhir. Selama orde baru praktek sentralisasi kekuasaan sangat terasa dalam setiap aktivitas pemerintahan di daerah, bahkan rancangan pembangunan di setiap daerah lebih mengacu pada pedoman yang ditetapkan pemerintah. Sentralisasi telah membuat birokrasi di daerah seperti orang-orang bodoh, “suka” didikte dan selalu menunggu petunjuk pusat. Sentralisasi kekuasaan membuat birokrasi di daerah mandul, tidak ada keberanian membuat keputusan strategis bahkan kekuasaan tersebut telah meninabobokan birokrasi daerah melakukan inovasi dan mengembangkan terobosan- terobosan untuk mempercepat pembangunan. Sentralisasi menimbulkan disparitas pendapatan yang sangat lebar antar daerah, misalokasi penggunaan anggaran negara dan kelambanan dalam menuntaskan persoalan. Dengan ditetapkannya UU No. 22 Tahun 1999, pemerintah di daerah mendapat kewenangan “riil” yang lebih besar dalam mengatur dirinya sendiri, kecuali di lima bidang yaitu pertahanan, agama, hubungan luar negeri, moneter dan hukum Sudandoko, 2003. Praktek sentralisasi yang dimaksud tulisan tersebut menjadi dasar bagi Undang- Undang No. 22 Tahun 1999 yang memberikan keleluasaan kepada daerah untuk mengembangkan sumber dayanya tanpa harus menunggu petunjuk dari pusat. UU ini telah memberikan paradigma baru dalam pembangunan. Daerah yang semula hanya menunggu sejumlah daftar kegiatan yang ditetapkan pemerintah pusat bahkan bagaimana pekerjaan itu harus dilakukan, kini bisa berfikir secara holistik dari persoalan pangkal hingga penyelesaian akhir sebuah program secara sistematis dan strategis. Tidak ada lagi proyek-proyek yang tidak membumi dan tidak berkaitan dengan kebutuhan masyarakat. Daerah otonom berkewajiban menciptakan keadilan, baik keadilan komutatif maupun keadilan distributif Smith dalam Partowidagdo, 1999. Keadilan akan menjadikan keharmonisan menuju kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Untuk keefisienan penyelenggaraan pemerintahan perlu adanya desentralisasi tugas dan dana kepada daerah. Desentralisasi lebih fleksibel, efektif, inovatif, bersemangat kerja, berkomitmen, produktif, dan partisipatif daripada sentralisasi sehingga desentralisasi akan lebih efisien dan mandiri Partowidagdo, 1999. Implementasi UU No. 22 Tahun 1999 yang menghadapi permasalahan baik pada tataran konsep, instrumen dan pelaksanaannya sehingga tidak dapat mengarah kepada pencapaian tujuan diselenggarakannya otonomi daerah, serta adanya pengaruh globalisasi ekonomi dan perdagangan yang cenderung menuntut efisiensi dan daya- saing masyarakat, bangsa dan negara yang lebih tinggi, sehingga memerlukan arahan normatif yang jelas pada tingkatan undang-undang, maka UU No.22 Tahun 1999 direvisi dengan UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan dan efektifitas penyelenggaraan pemerintahan daerah dengan lebih memperhatikan aspek-aspek hubungan antar susunan pemerintahan dan antar pemerintahan daerah, potensi dan keanekaragaman daerah, peluang dan tantangan persaingan global dengan memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah disertai pemberian hak dan kewajiban menyelenggarakan otonomi daerah dalam kesatuan sistem penyelenggaraan pemerintahan negara. Tabel 4 Kekuatan dan Kelemahan Sistem Sentralisasi dan Desentralisasi dalam pengelolaan wilayah Aspek Sistem Sentralisasi Sistem Desentralisasi Kekuatan Kelemahan Kekuatan Kelemahan 1 2 3 4 5 Aspirasi politik - menjadi landasan kesatuan kebijakan lembaga atau masyarakat 1 - dapat mencegah nafsu memisah kan diri dari negara dan dapat meningkatkan rasa persatuan. - mengakibatkan terbengke lainya urusan-urusan peme- rintahan yang jauh dari pusat - sebagian besar keputusan dan kebijakan yang berada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa ada campur ta- ngan dari pemerintah di pusat - karena besarnya organisasi pemerintah, maka strktur peme- rintah menjadi kompleks mem- persulit koordinasi, dalam meng hadapi masalah yang mendesak yang butuh tindakan cepat. - Dikuasai sejumlah kecil elite yang ada di puncak - daerah tidak perlu menunggu instruksi lagi dari pemerintah pusat mandiri - pemerintah lebih efisien, efektif dan lebih cepat - euforia berlebihan yaitu wewe- nang hanya untuk kepentingan golongan dan kelompok dan digunakan untuk mengeruk keun tungn pribdi oknum. - Sulit dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat. Partisipasi publik - meningkatkn persamaan dalam per-UU, pemerintahan dan pengadilan sepanjang untuk kepentingan seluruh wilayah dan bersifat serupa. 2 - Daerah nunggu arahan dari pusat - subur tumbuh birokrasi arti negatif dalam pemerintahan. - mengurangi tumpuknya peker jaan di pusat pemerintahan. - partisipasi publik tinggi, karena aspirasinya tersalurkan - keseimbangan dan keserasian antara macam-macam kepen- tingan dan daerah dapat lebih mudah terganggu. Pengambilan keputusan - pemerintah pusat tidak pusing pada masalah yang timbul karena beda pengambilan keputusan, seluruh keputusan dan kebijakan dikoordinir peme rintah pusat. 3 - keputusan kolektif pada masalah organisasi yang kom-pleks bisa diambil cepat dan efektif hanya oleh sedikit Kaum Elite - kadang tidak sama dengan aspirasi daerah - seluruh keputusan dan kebijakan daerah dihasil kan oleh orang-orang yang berada di pemerintah pusat, sehingga waktu yang diper lukan untuk memutuskan sesuatu jadi lama. - Sesuai dengan aspirasi daerah - Tidak ada campur tangan pemerintah - euporia berlebihan wewenang tersebut hanya unt kepentingan golongan dan kelompok dan untuk keuntungan pribadi atau oknum. - Sulit untuk dikontrol oleh pemerintah di tingkat pusat. - Lambat, cenderung bertele-tele Perencanaan pembangu- nan - Seragam dan seren tak 4 - Tidak sesuai dengan kebutuhan daerah - Sesuai dengan kebu tuhan daerah - Sulit terjadi integrasi, koordinasi Lanjutan Tabel 4 1 2 3 4 5 Pendanaan anggaran pembangu- nan 5 - Peran pemerintah sangat besar dalam menentukan besaran anggaran tiap daerah - Incremental - Spesifik - Tahunan - Berorientasi pada input - Tidak terkait dg perencana- an jangka panjang - Tidak ada evaluasi secara menyeluruh - Berorientasi pada input - output dan out-come value for money - Pendekatan kinerja - Ketidakmampuan pemerintah daerah dalam meningkatkan penerimaan daerah secara kesinambungan - Pengeluarn yang meningkat secara dinamis menyebabkan ter jadinya fiscal gap, under- financing atau over-financing Public services - Seragam sesuai dengan kemauan pemerintah 6 - Tidak memperhatikan aspira si daerah - Lebih responsif terhadap kebutuhan masyarakat dan dinamika lokal - Privatisasi - d i sa i n or ga n i sa s i ya n g t i d a k d i b u a t k h u s u s d a l a m p em b er i a n p el a ya n a n m a s ya r a k a t , p en u h d en g a n h i r a r k i , p el a ya n a n j a d i b er b e l i t bi r o k r a t i s , d a n t i d a k t er k o or d i n a s i - C en d er un g m el a k sa n a ka n d u a fu n g si , p en g a t u r a n d a n p en ye l en g g a r a a n , m a si h sa n g a t k en t a l d l a k u k a n p em er i n t a h ya n g j u g a m en y e b a b k a n p e l a ya n a n p u b l i k j a d i t i d a k e f i s i e n . Sumber : 1 Saiful Mudjani. 2006. Aspirasi Parokial Mengkhianati Demokrasi. Islamlib.com 2 Luqman. 2010. “Sentralisasi”. Empowering Society, Idealism. Sunday, 16 May 2010 3 “DefinisiPengertian Sentralisasi dan Desentralisasi – Ilmu Ekonomi Manajemen. Organisasi.Org Komunitas dan Perpusatakaan Online Indonesia. Tue, 23052006 4 5 Mardiasmo.2002.”Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah”. Yogyakarta : Andi Offset. 6 Mohammad Ismail. 2003. Disampaikan dalam acara Seminar “Pelayanan Publik Dalam Era Desentralisasi” yang diselenggarakan oleh Bappenas, pada tanggal 18 Desember 2003, di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat