Kabupaten Rote Ndao Kesejahteraan masyarakat ditinjau kondisi sosial kemasyarakatan di tiga kabupaten pemekaran
sebagai non-eating people, karena penduduk Rote Ndao, seperti juga Sabu, lebih banyak minum dibandingkan dengan makan. Kebiasaan ini terjadi karena tanaman pangan dan
ternak umumnya mati pada saat kemarau panjang Santoso, ed., 2005. Kebiasaan ini mulai berubah apabila dilihat pada saat ini banyak rumah makan, warung makan dan di
pasar banyak yang menjajakan makan. Kabupaten Rote Ndao yang terletak di ujung paling selatan di Indonesia, yang
dekat dengan Australia dan berbatasan dengan Samodea Hindia, yang gersang dan tandus mulai berubah dengan adanya penghijauan dengan mewajibkan setiap kepala
keluarga menanam dan memelihar 5 – 10 pohon yang telah mencapai lebih kurang 100 pohon per kepala keluarga, dan ‘embung-embung’ yang dibuat oleh pemerintah daerah
yang telah mencapai 426 buah. Embung telah dibuat sebelum otonomi tahun 1990, jumlah ‘embung’ saat ini mencapai 426 buah, sebanyak 324 buah dibangun era bupati
sekarang Bapak Drs, LH, MM, dan pembangunan ‘embung’ terus ditambah. Pulau Rote sebagai pulau terbesar dan Kecamatan Rote Timur adalah kecamatan
terluas. Dengan adanya kesadaran dan kepedulian pemerintah dan warga masyarakat Rote Ndao untuk memelihara ‘embung’ dan tanaman akan menjaga kelestarian
lingkungan hidup yang telah baik. Secara umum pemerintah daerah telah dapat melaksanakan tugas dan
kewajibannya dengan baik, dengan indikasi antara lain keberhasilan membangun ‘embung-embung’ yang cukup banyak, mewajibkan masyarakat menanam dan
memelihara pohon. Membangun prasarana dan sarana jalan yang menghubungkan antar kecamatan dan antar desa. Semua itu menunjukkan bahwa instansi di Kabupaten Rote
Ndao telah bekerja sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Kesadaran masyarakat akan lingkungan hidup yang baik sangat tinggi. ‘Embung-
embung’ yang telah dibangun dan pohon-pohon yang telah ditanam membuat perubahan lingkungan hidup mereka. Masyarakat harus memelihara apa yang telah mereka lakukan
untuk memperbaiki lingkungan hidupnya. Soemarwoto 2001 menyatakan, perubahan lingkungan yang bersifat antropogenik, yaitu yang bersumber pada kegiatan manusia.
Termasuk di dalamnya perubahan karena alam yang kelakuan dan dampaknya dipengaruhi oleh kegiatan manusia. Dengan demikian sistem pengelolaan lingkungan
hidup yang efektif ialah yang dapat mempengaruhi sikap dan kelakuan manusia terhadap lingkungannya.
Kesadaran akan lingkungan hidup yang demikian itulah yang mendorong pemerintah Kabupaten Rote Ndao membangun ‘embung’ dan mewajibkan masyarakat
untuk menanam dan memelihara pohon. Kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup di Rote Ndao lebih baik daripada sebelumnya karena ketersediaan sumberdaya air
semakin baik, hutan semakin terpelihara dan tanaman semakin banyak. Pernyataan di atas sesuai dengan kondisi masyarakat di Rote Ndao, yang berusaha mengoptimalkan
lingkungan hidupnya dan mengoptimalkan hidupnya untuk meraih masa depan yang lebih baik. ‘Embung-embung” yang telah dibangun dan pohon-pohon telah ditanam
akan meningkatkan kualitas masyarakat di Kabupaten Rote Ndao. Walaupun demikian, persepsi masyarakat akan lingkungan hidup paling rendah di
antara tiga kabupaten. Mungkin hal ini dikarenakan masyarakat tidak terus puas dengan keadaan yang telah ada dan akan terus berusaha untuk memelihara lingkungan hidupnya
yang sangat rentan terhadap bencana kekeringan. Temperatur udara di Kabupaten Rote Ndao tergolong panas. Tahun 2008 rata-
rata temperatur udara mencapai duapuluh enam derajat celcius dan temperatur udara rata-rata tahun 2009 lebih panas yang mencapai duapuluhtujuh derajat celcius. Curah
hujan tahun 2009 rata-rata mencapai hampir seratus empat milimeter dengan hari hujan rata-rata hampir delapan hari hujan hh. Dengan kondisi seperti itu PAD Kabupaten
Rote Ndao berkontribusi lebih empat persen terhadap APBD 2009.