Ruang Lingkup dan Batasan Studi
Tabel 1 Hasil Evaluasi terhadap Kinerja 148 Daerah Otonom Baru Tahun 2004 dan 2005
No Kategori Penilaian
Tahun 2004 Tahun 2005
1. Indeks Kinerja Daerah Otonom
Baru Parameter Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
42,58 23,41
2. Indeks Kinerja Daerah Otonom
Baru Parameter Pelayanan Publik 35,83
36,76 3.
Indeks Kinerja Daerah Otonom Baru Parameter Daya Saing Daerah
66,27 64,41
4. Indeks Kinerja Secara Umum
Daerah Otonom Baru 46,8
40,22
Sumber : Hasil Penelitian Departemen Dalam Negeri Bekerjasama dengan Kemitraan, Desember 2007 DDN, 2008
Dari data yang dihimpun oleh Departemen Dalam Negeri, diperoleh gambaran bahwa dari tahun 1999, yakni sejak lahirnya UU Nomor 22 Tahun 1999 sampai akhir
bulan Oktober 2008, di Indonesia telah bertambah daerah otonom sebanyak 203 buah, yang terdiri dari 7 tujuh daerah otonom provinsi, 163 daerah otonom kabupaten serta
33 daerah otonom kota. Dari keseluruhan jumlah daerah otonom baru tersebut, yang berasal dari inisiatif pemerintah sebanyak 117 buah 57,64 , sedangkan selebihnya
atau 86 buah 42,36 berasal dari inisiatif DPR-RI. Inisiatif dari Pemerintah yang terbanyak dilakukan pada tahun 1999, kemudian berhenti pada tahun 2004 setelah ada
kebijakan politik untuk melakukan moratorium dari Presiden. Mulai tahun 2004, inisiatif pembentukan daerah otonom baru lebih banyak berasal dari DPR-RI. Inisiatif
DPR-RI berkaitan dengan Pasal 20 ayat 1 UUD 1945 Amandemen yang berbunyi : “Dewan Perwakilan Rakyat memegang kekuasaan membentuk undang-undang”.
Gambaran selengkapnya mengenai hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah. Tabel 2 Hasil rekapitulasi pembentukan daerah otonom baru dari tahun 1999 – 2008
Bentuk daerah otonom
Inisiatif pemerintah
Inisiatif DPR-RI
Jumlah seluruhnya
Provinsi 2
5 7
Kabupaten 90
73 163
Kota 25
8 33
Jumlah 117 57,64
86 42,36 203 100
Sumber : Departemen Dalam Negeri, sampai dengan akhir bulan Oktober 2008.
Walaupun otonomi daerah mempunyai kelebihan dalam penyelenggaraan pemerintahan yang mendekatkan pada masyarakat, tetapi ada kerugiannya
sebagaimana dikatakan Suparmoko 2002, dalam hal-hal tertentu pemerintah daerah akan kurang efektif dan efisien dalam mengatasi permasalahan yang ada. Sebagai
misal bila pemerintah daerah diminta untuk menyediakan barang publik nasional seperti pertahanan dan keamanan nasional, masalah pemerataan penghasilan
redistribusi penghasilan dan pemecahan masalah ekonomi makro, tentu hasilnya tidak akan memuaskan.
Mustain 2009 mengatakan selama lima tahun berlakunya UU No. 221999 itu telah terbentuk 148 daerah pemekaran baru dengan rincian 8 delapan provinsi, 114
kabupaten dan 27 kota. Kelahiran UU No. 322004 yang merevisi UU No. 221999 tidak mampu menahan hasrat pemekaran wilayah. Saat ini, jumlah provinsi
membengkak menjadi 33 dan jumlah kabupatenkota sudah melewati angka 500. Hasil survainya dengan responden sebanyak 1.240 orang terhadap persepsi keadaan di
daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah berjalan menghasilkan kesimpulan bahwa 6 tidak tahu, 67 tidak ada perubahan dan hanya 27 yang mengatakan lebih baik.
Tabel 3 Persepsi keadaan di daerah sebelum dan sesudah otonomi daerah berjalan N = 1.240, dalam
Bidang Tidak
tahu Lebih
buruk Tak ada
perubahan Lebih
baik Kesehatan
4 12
20 54
Pendidikan 5
9 25
41 Keamanan dan Ketertiban
4 12
36 48
Pemberantasan Korupsi 12
17 35
36 Pengangguran
4 40
33 23
Kemiskinan 4
34 34
27
Sumber : Lembaga Survei Indonesia 2007 dalam Mustain 2009
Hasil survei tersebut menunjukkan bahwa pemekaran daerah menjadi daerah otonomi baru belum berhasil menghantarkan kesejahteraan masyarakat dan tidak dapat
mengatasi persoalan yang telah ada sebelum pemekaran, sebagaimana diamanatkan dalam undang-undang pembentukan daerah yang baru tersebut. Dengan demikian
pembentukan daerah baru perlu adanya grand design dan blue print yang jelas dari pemerintah, sehingga tujuan pemekaran wilayah tidak sia-sia dengan menghabiskan
biaya yang tidak sedikit dan menambah beban anggaran pemerintah, tetapi hasilnya tidak signifikan dengan tujuan pemekaran wilayah itu sendiri.
Persepsi masyarakat tersebut juga telah diketahui sebelumnya oleh Riyanto 2008 yang mengatakan bagaimana bakumain faktor ekonomi keuangan dan politik
memicu korupsi yang dilakukan oleh Kepala Daerah dan anggota DPRD. Catatan ICW 2004 dalam Riyanto 2008 menunjukkan bahwa pada tahun 2004 ada 432 kasus
korupsi di berbagai daerah yang mayoritas dilakukan oleh Kepala Daerah 83 kasus
dan anggota DPRD 124 kasus. Sebagian besar korupsi tersebut dilakukan melalui perda APBD dan perda yang terkait dengan perizinan. Fakta ini menggambarkan apa
yang dikenal sebagai korupsi “bergeroyok” yang melibatkan Kepala Daerah bersama- sama dengan DPRD yang “bibit” korupsinya sudah muncul sejak proses perumusan
program dan anggaran APBD. Korupsi demikian menjadi seolah-olah legal legalized corruption dan terencana corruption by design.
Berdasarkan hasil analisis para ahli Keuangan, Ekonomi, Geografi, Kependudukan, Manajemen Pemerintahan, Adminsitrasi Publik, Pertahanan
Keamanan serta Politik dan Sosial Budaya Anonim, 2008 yang kemudian terkelompokkan dalam kelompok kerja sesuai dengan keahliannya tergabung dalam
suatu tim, menentukan Grand design penataan daerah untuk provinsi menggunakan pendekatan yang berbeda sesuai dengan bidang keilmuannya, maka bobot paling
tinggi untuk pemekaran wilayah propinsi adalah ekonomi bobot 27, pertahanan keamanan bobot 17, demografi, keuangan dan administrasi publik masing-masing
bobot 13, manajemen pemerintahan bobot 10, serta geografi, politik dan sosial budaya masing-masing bobot 3 dengan total bobot = 100.
Berdasarkan rekapitulasi usulan Kelompok Kerja Tim 7, maka pemekaran provinsi akan menjadi 33 sampai dengan 88 provinsi sebagaimana diagram di bawah.
Gambar 1 Rekapitulasi usulan Kelompok Kerja Tim 7 Anonim, 2008. Oleh karena itu, ukuran dasar dari otonomi bukan terletak pada janji dan sejumlah
komitmen dari elit politik lokal waktu memperjuangkan pembentukan daerah otonomi baru, tetapi menurut Mahardika 2000 pada riil praktek : apakah otonomi benar-benar
48 88
40 39
64 48
42 33
10 20
30 40
50 60
70 80
90
AP MP
Ek Keu
Demgrafi Geografi
Hankam Sospolbud
33 – 88 PROVINSI