Tantangan untuk mempertahankan ketersediaan potensi sumberdaya ikan secara berkelanjutan adalah sangat kompleks, ditinjau dari sisi pemanfaatan dan
kelestarian sumberdaya ikan. Kondisi tersebut menimbulkan pertanyaan: “berapa jumlah potensi sumberdaya ikan yang dapat ditangkap tanpa menimbulkan
dampak negatif terhadap keberlanjutan usaha perikanan dan kondisi sumberdaya ikan untuk masa mendatang?” Pertanyaan tersebut sulit dijawab tanpa suatu kajian
empiris melalui evaluasi kinerja usaha perikanan tangkap ikan pelagis kecil berupa kapasitas dan efisiensi teknis penangkapan, serta status pemanfaatan
sumberdaya.
1.2 Perumusan Masalah
Usaha penangkapan ikan pelagis kecil di WPP 741-Laut Banda telah menunjukkan perkembangan pesat sejak pertengahan tahun 1980-an ditinjau dari
jumlah alat tangkap maupun produksi ikan. Berdasarkan hasil kajian stok sumberdaya ikan di perairan WPP-741 Laut Banda BRKP dan LIPI 2001 dan
Data Statistik Kelautan dan Perikanan Indonesia tahun 2005 DKP RI 2006, produksi pelagis kecil pada WPP tersebut pada tahun 2005 telah mencapai
146.470 ton, sedangkan potensinya diestimasi sekitar 132.000 ton per tahun. Angka-angka tersebut mengindikasikan tingkat pemanfaatan sumberdaya ikan
pelagis kecil di WPP-714 Laut Banda mengarah ke over-exploited. Selain itu, berdasarkan pengamatan terhadap kegiatan penangkapan ikan pelagis kecil yang
berbasis di Kabupaten Maluku Tengah dan Kota Ambon, terdapat kecenderungan penurunan hasil tangkapan rata-rata CPUE dari alat tangkap pukat cincin dan
alat tangkap bagan dalam dua tahun terakhir. Peningkatan laju pemanfaatan sumberdaya ikan akan menimbulkan krisis
ketika laju
eksploitasi sumberdaya
ikan telah
melampaui kemampuan
regenerasinya. Penangkapan yang berlebihan dapat menimbulkan penurunan stok sumberdaya ikan dan pemulihannya dapat dilakukan melalui pengurangan tekanan
terhadap sumberdaya. Krisis perikanan terutama disebabkan oleh intervensi manusia yang tidak terkendali dalam mengeksploitasi sumberdaya. Indikasi krisis
adalah kelebihan kapasitas overcapacity, selain degradasi sumberdaya. Dampak kelebihan kapasitas penangkapan pada akhirnya bermuara pada
penurunan produktivitas nelayan. Rata-rata produktivitas nelayan di Provinsi
Maluku tahun
2005 sekitar
11,5 kgnelayanhari
PPM 2006. Angka
produktivitas tersebut tergolong lebih rendah 13,40 dari pada produktivitas tahun 2004 DKP Maluku 2006, dan hal tersebut mengindikasikan adanya
inefisiensi teknis dalam penangkapan ikan, sehingga dapat diduga bahwa pengelolaan perikanan tangkap ikan pelagis kecil di Provinsi Maluku belum
optimal. Pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil di perairan WPP-714 Laut
Banda wilayah Provinsi Maluku belum memperlihatkan kondisi keseimbangan antara input penangkapan dan keberlanjutan potensi sumberdaya ikan pelagis
kecil. Pada hal kondisi keseimbangan ini dibutuhkan dalam rangka meningkatkan produktivitas nelayan. Hal-hal yang dapat diduga sebagai permasalahan dalam
penangkapan ikan pelagis kecil adalah pemanfaatan daerah penangkapan ikan yang tidak merata, ketimpangan struktur armada tangkap, kondisi regulated open
access dan praktek illegal fishing. Perpaduan masalah tersebut dapat berdampak
terhadap pengelolaan perikanan pelagis kecil di Provinsi Maluku. Dampak yang ditimbulkan berupa kelebihan kapasitas, overfishing, inefisiensi penangkapan,
penurunan rente dan stok sumberdaya, dan penurunan hasil tangkapan rata-rata atau CPUE.
Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya, maka masalah utama penelitian adalah berapa besar kapasitas perikanan yang dibutuhkan untuk mencapai kondisi
keseimbangan antara input penangkapan dan produksi tangkapan. Untuk mengetahui keseimbangan input dan produksi tangkapan, maka diperlukan ukuran
teknis kapasitas perikanan dan strategi kebijakan pengelolaan perikanan pelagis kecil berbasis kapasitas penangkapan. Dengan demikian, dibutuhkan penelitian
empiris untuk mengkaji status eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil berbasis kapasitas penangkapan di Provinsi Maluku.
1.3 Tujuan Penelitian