Determinan penentu fungsi inefisiensi teknis penangkapan

Distribusi efisiensi teknis unit penangkapan secara periodik ditampilkan pada Gambar 19. Pada periode tahunan, 71 unit 43 alat tangkap mencapai indeks efisiensi 0,8-0,99, sebaliknya 1 alat tangkap terletak pada indeks lebih kecil dari 0,2. Pada musim timur, 107 unit penangkapan 65 terletak pada indeks 0,80-0,99, dan tidak ada alat tangkap berindeks 0,0-0,2. Sementara pada musim barat, terdapat 19 unit penangkapan 12 pada indeks 0,80- 0,99, dan 30 unit penangkapan 18 terletak memiliki indeks 0,0-0,20. Angka-angka tersebut menunjukkan perikanan pelagis kecil pada periode tahunan dan musim timur lebih efisien secara teknis jika dibandingkan musim barat. Jika indeks efisiensi lebih besar 0,5 TE 0,5 dianggap sebagai batas ambang efisiensi teknis alat tangkap, maka lebih dari 50 unit penangkapan ikan pelagis kecil pada seluruh periode telah mencapai tingkat efisiensi teknis penangkapan. 71 45 25 22 2 107 32 21 5 19 58 31 29 28 20 40 60 80 100 120 0,2 0,2-0,39 0,4-0,59 0,6-0,79 0,8-0,99 Efisiensi Teknis F r e k u e n si Tahunan Timur Barat Gambar 19 Distribusi efisiensi teknis penangkapan ikan pelagis kecil.

5.3.2.2 Determinan penentu fungsi inefisiensi teknis penangkapan

Determinan-determinan inefisiensi teknis dalam penangkapan ikan dapat dijelaskan dengan melihat kemampuan manajerial serta variabel-variabel lain penyebab inefisiensi dalam penangkapan ikan. Kemampuan manajerial dan variabel penyebab disimbolkan oleh simbol delta 1-9, dan diinterpretasi sebagai variabel-variabel yang mempengaruhi inefisiensi produksi. Tanda koefisien delta dalam fungsi inefisiensi diinterpretasikan sebagai variabel yang berpengaruh dalam mengurangi atau menambah inefisiensi produksi. Sehingga, i jika tanda koefisien positif maka variabel tersebut berpengaruh positif terhadap inefisiensi atau berpengaruh negatif terhadap efisiensi teknis; dan ii jika koefisien bertanda negatif maka variabel tersebut berpengaruh negatif terhadap inefisiensi atau berpengaruh positif terhadap efisiensi Kompas 2001. Hasil analisis menunjukkan nilai gamma γ yang dihasilkan dari fungsi produksi ikan pelagis kecil dalam periode tahunan adalah 0,824 dengan nilai t ratio sebesar 9,23. Nilai ini mengindikasikan bahwa random error yang tidak dapat dijelaskan dalam model fungsi produksi sangat dominan. Nilai ini memberikan makna bahwa variasi residual di dalam model lebih dominan disebabkan oleh masalah inefisiensi teknis penangkapan ikan 0,824 dan sisanya 0,176 oleh random error dalam pengukuran. Kondisi inefisiensi yang sama ditemui pada fungsi produksi ikan pelagis kecil periode musim barat dengan nilai ga mma γ sebesar 0,906, kecuali musim timur. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat masalah inefisiensi teknis dalam penangkapan ikan pelagis kecil pada periode tahunan, musim timur dan musim barat. Peubah-peubah yang diduga sebagai penyebab inefisiensi dan kemampuan manajerial diekspresikan oleh delta 1 hingga delta 9 Tabel 32. Variabel umur nakhoda AGE memberikan pengaruh positif dan nyata terhadap inefisiensi teknis pada periode tahunan dan musim timur, kecuali pada musim barat tidak berpengaruh dan bertanda negatif. Makna pengaruh variabel AGE adalah umur nakhoda yang semakin tua berpengaruh terhadap inefisiensi penangkapan ikan. Semakin tua umur nakhoda maka kemampuan manajemen operasi penangkapan semakin menurun sebagai konsekuensi penurunan kondisi fisik, walaupun pengalamannya terus bertambah. Hasil estimasi menunjukkan variabel umur nakhoda hanya memberikan pengaruh nyata terhadap masalah inefisiensi teknis penangkapan pada periode tahunan. Hasil pengamatan menunjukkan umur nakhoda berkisar antara 22 hingga 73 tahun. Kisaran umur tersebut mengindikasikan semakin tua nakhoda berkorelasi dengan kemampuan manajerial yang semakin menurun, sehingga berpengaruh terhadap penurunan tingkat efisiensi. Tabel 32 Estimasi fungsi inefisiensi teknis penangkapan ikan Ikan pelagis kecil pada periode Variabel Parameter Tahunan Musim timur Musim barat Konstanta δ -4.335 -1.044 0.026 0.046 1.929 0.324 AGE δ 1 0.027 1.703 0.029 1.682 -0.022 -1.173 HOUSHOLD δ 2 -0.120 -1.085 -0.101 -1.865 0.149 1.825 EXPERT δ 3 -0.030 -1.744 -0.053 -0.565 -0.011 -0.537 PURSEIN δ 4 4.205 1.115 0.003 0.008 0.936 1.756 GILLNET δ 5 3.091 0.937 0.213 0.296 -1.139 -1.205 OWNGEAR δ 6 -0.041 -0.127 -0.345 -0.688 -0.281 -0.936 SLTP δ 7 -0.089 -0.312 -0.314 -0.803 0.125 0.381 SLTA δ 8 0.490 1.571 0.162 0.751 0.0001 0.003 UNIV δ 9 -0.414 -0.339 0.059 0.128 -1.657 -0.704 Sigma-squared 0.794 2.180 0.454 7.369 1.053 3.361 Gamma 0.824 9.234 0.038 0.158 0.906 19.401 Log likelihood -128.239 -163.454 -162.658 Sumber: Data Primer Dianalisis dengan Frontier 4.1 Keterangan: Taraf nyata α = 0.05 dan α =0.01 Angka dalam tanda kurung adalah nilai t-hitung Kecuali periode tahunan, peubah jumlah anggota keluarga HOUSHOLD memberikan pengaruh yang nyata terhadap inefisiensi teknis penangkapan pada periode musim timur dan musim barat. Akan tetapi peubah ini memberikan respons dengan arah berlawanan, sehingga dapat dikatakan bahwa pengaruh peubah ini terhadap inefisiensi teknis adalah tidak konsisten. Dalam konteks jumlah anggota keluarga berkaitan dengan ketersediaan tenaga kerja per waktu, maka jumlah anggota keluarga yang lebih besar adalah cenderung lebih efisien dalam hal ketersediaan tenaga kerja nelayan. Sebaliknya, jika jumlah perempuan dan anak usia mudah lebih banyak dalam keluarga, akan menimbulkan inefisiensi penangkapan karena ketersediaan tenaga kerja nelayan terbatas dan pekerjaan sebagai nelayan penangkap di lokasi sampel didominasi oleh tenaga kerja laki- laki. Pengalaman nakhoda EXPERT memberikan respons negatif yang nyata terhadap inefisiensi penangkapan ikan pada periode tahunan, sedangkan periode lainnya tidak nyata. Atau pengalaman nakhoda sebagai human capital memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi penangkapan. Hasil penelitian menunjukkan pengalaman nakhoda berkisar antara 1 hingga 35 tahun. Pengalaman sebagai nakhoda dalam penangkapan ikan berkaitan dengan informasi mengenai ruaya ikan dan kondisi arus laut. Informasi ini membantu nakhoda menentukan lokasi daerah penangkapan ikan yang lebih tepat, sehingga efisiensi teknis dapat ditingkatkan. Oleh karena itu, peubah pengalaman nakhoda dalam penangkapan merupakan salah satu human capital penting bagi peningkatan produktivitas penangkapan. Temuan ini adalah sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya dalam bidang penangkapan ikan oleh Sharma and Leung 1999 dan Pascoe and Tingley 2002. Berdasarkan wawancara dengan nelayan dan pengamatan lapangan, unit pukat cincin saat ini telah menangkap ikan di perairan yang lebih jauh dari fishing base. Daerah penangkapan yang semakin jauh disebabkan oleh sumberdaya ikan pelagis kecil pada perairan dekat pantai umumnya telah mengarah pada kondisi overexploited karena terlalu banyak armada melakukan penangkapan pada perairan dekat pantai. Hasil ini adalah relatif sama dengan hasil penelitian Desniarti 2007 yang mengemukakan bahwa tingkat pemanfaatan pelagis kecil di perairan pesisir Sumatera Barat telah mengarah ke overfishing. Kondisi ini menimbulkan produktivitas rendah dan menurunkan efisiensi teknis penangkapan. Hasil analisis menunjukkan pukat cincin PURSEIN memberikan pengaruh nyata dan positif terhadap inefisiensi teknis penangkapan pada musim barat. Temuan ini adalah relevan dengan hasil penelitian Effendi 2007 bahwa perikanan pukat cincin di Pekalongan berada dalam kondisi inefisiensi teknis. Walaupun tidak nyata pada periode tahunan dan musim timur, pukat cincin memberikan respons positif terhadap inefisiensi teknis. Respons positif serupa juga ditunjukkan oleh GILLNET, kecuali pada musim barat. Respons positif terhadap masalah inefisiensi atau respons negatif terhadap efisiensi teknis mengindikasikan penangkapan ikan pelagis kecil berada pada kondisi efisiensi yang belum maksimum frontier. Kondisi ini ditunjukkan oleh nilai rata-rata TE sebesar 0,68 atau efisiensi teknis mencapai 68 persen. Respons negatif yang nyata oleh pukat cincin terhadap efisiensi teknis pada musim barat menunjukkan bahwa sekalipun tergolong alat tangkap pelagis kecil yang efektif, seperti diindikasikan oleh nilai CPUE dan nilai Fishing Power Index pada Bab 5, namun pukat cincin tidak memberikan kontribusi secara produktif. Temuan ini berlawanan arah dengan hasil penelitian perikanan pelagis kecil di Pantai Utara Jawa oleh Suyasa 2007, bahwa penggunaan jenis alat tangkap memberikan respons nyata dan positif terhadap hasil tangkapan. Walaupun tidak nyata, peubah OWNGEAR atau nakhoda sebagai pemilik alat tangkap memberikan respons negatif terhadap inefisiensi teknis pada seluruh periode. Respons negatif terhadap inefisiensi teknis mengindikasikan nakhoda sebagai pemilik alat tangkap yang melakukan operasi penangkapan cenderung memberikan respons positif terhadap efisiensi teknis. Hasil ini memiliki relevansi dengan penelitian Sharma and Leung 1999 tentang efisiensi teknis perikanan longline di Hawai, yang menyimpulkan bahwa armada tangkap yang dioperasikan oleh pemilik adalah lebih efisien dari nakhoda bukan pemilik. Ini diduga berkaitan dengan kesulitan akses untuk memperoleh modal investasi dari perbankan bagi pengembangan unit penangkapan. Hal tersebut disebabkan oleh keunikan perikanan tangkap oleh sifat dasar yang melekat di dalamnya. Dengan demikian, sub-sektor perikanan tangkap dianggap sebagai usaha berisiko tinggi sehingga mengalami kesulitan untuk memperoleh pinjaman modal dari perbankan. Kondisi ini merangsang nakhoda pemilik untuk lebih meningkatkan produktivitas. Selain itu, terbatasnya lapangan pekerjaan di lokasi sampel, juga mendorong nakhoda bersama-sama nelayan ABK untuk lebih intensif melakukan operasi pada daerah penangkapan potensil sekalipun lebih jauh dari basis nelayan. Dengan demikian, peningkatan intensitas penangkapan ikan dapat memberikan pengaruh positif terhadap efisiensi teknis. Viswanathan et al. 2002, mengemukakan bahwa nakhoda pemilik tidak memberikan respon nyata terhadap efisiensi teknis penangkapan, mengindikasi kurangnya komunikasi antara pemilik dan nelayan ABK mengenai sistem pembagian hasil berdasarkan perjanjian antara pemilik dan nelayan. Pendapatan pemilik dan nelayan ABK pada perikanan pelagis kecil di Laut Banda diperoleh melalui sistem bagi hasil. Dengan demikian, masalah informasi mungkin disebabkan oleh hubungan individu yang kuat antara nakhoda pemilik dengan nelayan ABK. Pendidikan nakhoda diekspresikan sebagai variabel dummy dalam fungsi inefisiensi. Hasil analisis menunjukkan peubah tingkat pendidikan yang lebih tinggi UNIV memberikan respon negatif terhadap inefisiensi, kecuali pada periode musim timur. Respons positif pendidikan yang lebih tinggi terhadap efisiensi teknis mengindikasikan peranan pendidikan sebagai human capital dan merupakan salah satu faktor penting bagi kemampuan manajerial nakhoda. Tentunya hal ini berkaitan dengan kemampuan profesional dan disipilin nakhoda dalam meningkatkan efisiensi alokasi input dalam penangkapan ikan pelagis kecil. Dengan demikian, tingkat kemampuan nakhoda secara individu adalah berkaitan dengan taraf pendidikan. Temuan ini adalah konsisten dengan hasil penelitian Viswanathan et al. 2002 yang menyatakan bahwa pendidikan dan pengalaman merupakan ukuran human capital yang penting dalam perikanan di negara berkembang. Sharma and Leung 1999 dalam penelitiannya juga menyimpulkan bahwa tingkat pendidikan berespon positif terhadap efisiensi teknis penangkapan. Efisiensi teknis diestimasi dengan program Frontier 4.1 Coellie 1996b dan dirinci menurut alat tangkap Tabel 32. Berdasarkan nilai rata-rata efisiensi teknis, unit bagan lebih efisien TE=0,87 dari pada jaring insang TE=0,71 dan pukat cincin TE =0,55. Kondisi efisiensi tersebut juga tercermin pada nilai efisiensi teknis maksimum pukat cincin sebesar 0,85 dan nilai minimum 0,15. Nilai efisiensi maksimum jaring insang tercatat 0,89, dan nilai minimum 0,29. Efisiensi maksimum unit bagan sebesar 0,94 dan minimum 0,72. Terdapat 2 dua unit pukat cincin yang memiliki tingkat efisiensi teknis yang lebih kecil dari 0,2, sedangkan tingkat efisiensi terendah dimaksud tidak ditemui pada unit jaring insang dan bagan. 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 Alat Tangkap Pukat Cincin E fi s ie n s i T e k n is Tahun Timur Barat Gambar 20 Distribusi efisiensi teknis unit pukat cincin menurut periode tangkap. 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Alat Tangkap Jaring Insang E fi s ie n s i T e k n is Tahun Timur Barat Gambar 21 Distribusi efisiensi teknis unit jaring insang menurut periode tangkap. 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7 0.8 0.9 1 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 Alat Tangkap Bagan E fi s ie n s i Te k n is Tahun Timur Barat Gambar 22 Distribusi efisiensi teknis unit bagan menurut periode tangkap. Tingkat efisiensi yang rendah mencerminkan ketidakmampuan nelayan dalam menghasilkan produksi maksimal, yang diduga sebagai akibat dari pengalokasian input yang relatif tinggi, tetapi menghasilkan produksi yang relatif rendah dalam operasi penangkapan. Rendahnya produksi dapat mengindikasikan kondisi sumberdaya ikan telah mengarah ke overfishing dan faktor teknis penangkapan kurang memadai. Tabel 33 Indeks efisiensi dan jumlah unit penangkapan Pukat cincin Jaring insang Bagan Indeks efisiensi Jumlah unit Jumlah unit Jumlah unit 0.80 – 0.99 0.60 – 0.79 0.40 – 0.59 0.20 – 0.39 0.0– 0.19 Rata-rata Minimum Maksimum Total 11 24 18 20 2 0.55 0.15 0.85 75 14.67 32.00 24.00 26.67 2.67 100 16 20 7 2 0.71 0.29 0.89 45 35.56 44.44 45.56 4.44 0.0 100 44 1 0.87 0.72 0.94 45 97.78 2.22 0.0 0.0 0.0 100 Sumber: Data primer diolah dengan Frontier 4.1 Secara keseluruhan, lebih dari 50 alat tangkap pukat cincin, jaring insang dan bagan memiliki efisiensi teknis di atas 0,5. Pada indeks efisiensi 0,80 – 0,99, bagan menampilkan karakteristik yang berbeda dengan pukat cincin dan jaring insang karena lebih dari 95 unit bagan telah mencapai indeks efisiensi teknis dimaksud Gambar 20-22. Temuan ini mengindikasikan perikanan bagan beroperasi pada kondisi mendekati frontier. Dalam pengembangan perikanan tangkap berdasarkan rekomendasi alokasi optimal alat tangkap sesuai hasil analisis linear goal programming, maka unit pukat cincin dan jaring insang memperlihatkan suatu prospek ke depan dalam penangkapan ikan pelagis kecil. Prospek tersebut ditunjukkan oleh 11 unit 14,67 pukat cincin dan 16 unit 35,56 jaring insang Tabel 33 yang memiliki indeks efisiensi teknis lebih besar 0,8 TE  0,8 periode tahunan. Hasil identifikasi pada kondisi tingkat efisiensi TE 0,8 memberikan beberapa informasi penting mengenai unit pukat cincin dan jaring insang sebagai berikut. Tabel 34 Karakteristik unit penangkapan ikan dengan TE 0,8 periode tahunan Unit penangkapan Karakteristik pada TE 0.8 Pukat cincin Jaring insang Kapalperahu GT 20 2 Tenaga mesin PK 80 atau 120 5,5 Panjang alat tangkap m 300 125 Lebar alat tangkap m 60 5 Waktu operasi jamtrip 5,5 4 Jumlah operasi haribulan 19 11 Produksi kgtrip 1.725 61,4 Jumlah nelayan orangkapal 20 4 Pengalaman nakhoda tahun minimal 5 minimal 5 No. individu kapal 3; 19; 20; 21; 22; 23; 24; 25; 26; 27; 31; 81; 93; 94; 96; 101; 102; 104; 107; 108; 109; 110; 114; 116; 117; 119; 120; Jumlah kapal 11 unit 14,66 16 unit 35,55 Daerah penangkapan Perairan Leihitu dan seki- tarnya Malteng, pantai selatan Ambon Perairan pantai Keca- matan Salahutu, Saparua, dan Nusalaut Fishing base Leihitu, Nusanive Salahutu, Saparua, Nusalaut Sumber: Data primer diolah Untuk mencapai efisiensi teknis penangkapan lebih besar dari 0,8 atau mendekati frontier production dalam pengelolaan tahunan, maka dibutuhkan pukat cincin berukuran minimal 20 GT, motor tempel 80 atau 120 PK, alat tangkap berukuran 300 m dan lebar minimal 60 m. Kapal dan alat tangkap dioperasikan oleh nelayan 20 orang per kapal dengan waktu operasi 5,5 jamtrip. Pada kondisi ciri-ciri tersebut, hasil tangkapan mencapai 1.725 tontrip, dengan basis penangkapan Kecamatan Leihitu dan Kecamatan Nusanive. Nelayan berbasis di lokasi tersebut pada umumnya menangkap ikan di perairan Leihitu sampai dengan perairan Kabupaten Seram Bagian Barat, dan perairan pantai selatan Kota Ambon kearah laut yang lebih jauh dari pantai. Pada tingkat efisiensi teknis lebih besar dari 0,8, maka kapalperahu jaring insang yang digunakan berukuran 2 GT yang digerakkan dengan motor tempel 5,5 PK. Alat tangkap berukuran panjang 125 meter dan lebar 5 meter dioperasikan oleh 3-5 nelayan. Waktu operasi efektif sekitar 4 jam dan hasil tangkapan yang diperoleh 61,4 kg. Karakteristik pada tingkat efisiensi dimaksud menunjukkan daerah penangkapan yang terbatas dan tidak jauh dari pantai. Daerah penangkapan ikan jaring insang adalah perairan pantai Kecamatan Salahutu, Saparua dan Kecamatan Nusalaut. Efisiensi teknis penangkapan ikan pelagis kecil pada musim timur memperlihatkan perbedaan terhadap musim barat. Perbedaan tersebut ditunjukkan oleh karakteristik unit penangkapan yang memiliki nilai TE 0,8. Pada musim timur, terdapat 64 48 unit pukat cincin yang memiliki TE 0,8 dengan karakteristik armada tangkap, waktu operasi, lama operasi per bulan, jumlah nelayan, pengalaman nakhoda dan produksi yang dihasilkan seperti tercantum pada Tabel 35. Selain itu, pada musim timur, teridentifikasi 65 29 unit jaring insang dengan nilai TE 0,8 memiliki karakteristik seperti tertera pada Tabel 35. Pada musim timur, daerah penangkapan pukat cincin mencakup perairan Nusanive dan pantai Selatan Ambon, perairan Leihitu dan Seram Barat, Perairan Kecamatan Salahutu dan Haruku, Masohi dan Tihoru; daerah penangkapan jaring insang mencakup perairan pantai Kecamatan Salahutu, Saparua, Nusalaut, dan Amahai. Tabel 35 Karakteristik unit penangkapan ikan dengan TE 0,8 pada musim timur Unit penangkapan Karakteristik pada TE 0.8 Pukat cincin Jaring insang Kapalperahu GT 15 - 28 0,41 – 2,3 Tenaga mesin PK 80 atau 120 5,5 atau 25 Panjang alat tangkap m 215 - 400 150 - 400 Lebar alat tangkap m 60 - 100 3 - 15 Waktu operasi jamtrip 4 - 12 2- 6 Jumlah operasi haribulan 5 - 25 4 - 20 Produksi kgtrip 415 – 4.275 15 - 225 Jumlah nelayan orangkapal 17 -24 3 - 5 Pengalaman nakhoda tahun minimal 15 minimal 5 No. individu kapal 3; 4; 5; 7; 9; 11; 17; 19; 20; 21; 22; 23; 24; 25; 26; 27; 28; 29; 30; 31; 32; 33; 34; 35; 36; 37; 38; 40; 41; 42; 44; 46; 47; 48; 52; 53; 54; 55; 62; 63; 65; 66; 67; 68; 70; 73; 74; 75. 76; 80; 81; 83; 85; 86; 88; 89; 91; 94; 95; 96; 98; 101; 103; 104; 105; 107; 108; 109; 110; 111; 112; 113; 115; 116; 117; 119; 120. Jumlah kapal 48 unit 64 29 unit 65 Daerah penangkapan Perairan Nusanive, pantai selatan Ambon, perairan Leihitu dan Seram Barat, perairan Salahutu dan sekitar, perairan Masohi, dan Tihoru Perairan pantai Salahutu, Saparua, Nusalaut, dan Amahai Fishing base Nusanive, Teluk Ambon, Leihitu, Salahutu, Haruku, Masohi, Tihoru Salahutu, Saparua, Nusalaut, Amahai Sumber: Data primer diolah Dibandingkan musim timur, unit penangkapan dengan tingkat TE 0,8 pada musim barat memperlihatkan karakteristik armada yang berbeda. Karakteristik operasi pukat cincin membutuhkan waktu operasi 8-12 jam trip, lama operasi per bulan 18-21 hari, jumlah nelayan 20 orangkapal, pengalaman nakhoda minimal 10 tahun, dan menghasilkan produksi 2.515 – 3.825 kgtrip. Pada kondisi ini, terdapat 5,3 4 unit pukat cincin dengan tingkat TE 0,8. Jaring insang juga memiliki karakteristik yang relatif berbeda, dan mencapai 26,6 12 unit dengan karakteristik unit penangkapan seperti tercantum pada Tabel 36. Daerah penangkapan untuk pukat cincin pada musim barat mencakup perairan Nusanive dan pantai selatan Kota Ambon, dan Haruku. Untuk jaring insang daerah penangkapan mencakup perairan pantai Salahutu, Saparua, Nusalaut, dan Amahai. Tabel 36 Karakteristik unit penangkapan ikan dengan TE 0,8 pada musim barat Unit penangkapan Karakteristik pada TE 0.8 Pukat cincin Jaring insang Kapalperahu GT 20 - 24 0,41 – 1,38 Tenaga mesin PK 80 5,5 Panjang alat tangkap m 240 -310 175 - 300 Lebar alat tangkap m 60 - 90 3 – 4,5 Waktu operasi jamtrip 8 - 12 2 - 5 Jumlah operasi haribulan 18 - 21 8 - 21 Produksi kgtrip 2.515 – 3.825 35 - 105 Jumlah nelayan orangkapal 20 3 - 4 Pengalaman nakhoda tahun minimal 10 minimal 5 No. individu kapal 7; 23; 44; 49; 81; 85; 87; 92; 93; 94; 96; 101; 102; 108; 117; 119; Jumlah kapal 4 unit 5,3 12 unit 26,6 Daerah penangkapan Perairan Nusanive, pantai selatan Ambon, dan Haruku Perairan pantai Salahutu, Saparua, Nusalaut, dan Amahai Fishing base Nusanive, Haruku Salahutu, Saparua, Nusalaut, Amahai Sumber: Data primer diolah

5.3.3 Pembahasan