Pembahasan Efisiensi Teknis Penangkapan Ikan .1 Keragaan perikanan pelagis kecil di lokasi sampel

bulan 18-21 hari, jumlah nelayan 20 orangkapal, pengalaman nakhoda minimal 10 tahun, dan menghasilkan produksi 2.515 – 3.825 kgtrip. Pada kondisi ini, terdapat 5,3 4 unit pukat cincin dengan tingkat TE 0,8. Jaring insang juga memiliki karakteristik yang relatif berbeda, dan mencapai 26,6 12 unit dengan karakteristik unit penangkapan seperti tercantum pada Tabel 36. Daerah penangkapan untuk pukat cincin pada musim barat mencakup perairan Nusanive dan pantai selatan Kota Ambon, dan Haruku. Untuk jaring insang daerah penangkapan mencakup perairan pantai Salahutu, Saparua, Nusalaut, dan Amahai. Tabel 36 Karakteristik unit penangkapan ikan dengan TE 0,8 pada musim barat Unit penangkapan Karakteristik pada TE 0.8 Pukat cincin Jaring insang Kapalperahu GT 20 - 24 0,41 – 1,38 Tenaga mesin PK 80 5,5 Panjang alat tangkap m 240 -310 175 - 300 Lebar alat tangkap m 60 - 90 3 – 4,5 Waktu operasi jamtrip 8 - 12 2 - 5 Jumlah operasi haribulan 18 - 21 8 - 21 Produksi kgtrip 2.515 – 3.825 35 - 105 Jumlah nelayan orangkapal 20 3 - 4 Pengalaman nakhoda tahun minimal 10 minimal 5 No. individu kapal 7; 23; 44; 49; 81; 85; 87; 92; 93; 94; 96; 101; 102; 108; 117; 119; Jumlah kapal 4 unit 5,3 12 unit 26,6 Daerah penangkapan Perairan Nusanive, pantai selatan Ambon, dan Haruku Perairan pantai Salahutu, Saparua, Nusalaut, dan Amahai Fishing base Nusanive, Haruku Salahutu, Saparua, Nusalaut, Amahai Sumber: Data primer diolah

5.3.3 Pembahasan

Telah dijelaskan sebelumnya bahwa perikanan pelagis kecil sebagai bagian perikanan tangkap merupakan suatu kegiatan ekonomi yang unik karena kondisi sumberdaya ikan yang dianggap sebagai common pool resources. Kondisi sumberdaya tersebut menimbulkan proses produksi yang bersifat ketergantungan di antara nelayan. Di sisi lain, sifat open access dalam pengelolaan perikanan pelagis kecil mengakibatkan pengendalian input sulit dilakukan oleh pemegang otoritas sumberdaya. Aspek penting kebijakan pembangunan perikanan tangkap adalah rasionalisasi dan modernisasi armada penangkapan secara bertahap dan keberpihakan kepada nelayan lokal. Kebijakan rasionalisasi dimaksudkan untuk mengalokasikan unit penangkapan sesuai dengan ketersediaan potensi, sehingga kapasitas perikanan mudah ditentukan. Rasionalisasi dapat dilakukan melalui pengelolaan kapasitas untuk mencapai tujuan utama pengelolaan kapasitas FAO 2008. Pada tingkat nelayan, kebijakan tersebut perlu diikuti dengan peningkatan efisiensi teknis penangkapan untuk meningkatkan produktivitas nelayan secara individu. Produktivitas alat tangkap pada dasarnya dilakukan dengan meminimalkan upaya penangkapan untuk menghasilkan produksi maksimal. Minimalisasi upaya penangkapan harus dilakukan oleh nakhoda dengan kemampuan manajerial yang dimiliki. Pada analisis fungsi produksi Cobb-Douglas stochastic frontier perikanan pelagis kecil, terdapat 5 lima peubah yang diduga beperan penting dalam produksi frontier. Peubah tersebut adalah panjang dan lebar alat tangkap, jumlah nelayan ABK, nilai investasi dan waktu operasi efektif. Hasil estimasi dengan pendekatan maximum likelihood estimation MLE, menunjukkan semua peubah memberikan respons yang nyata terhadap produksi, kecuali pada musim timur, peubah investasi dan waktu operasi tidak berpengaruh nyata. Berdasarkan hasil estimasi fungsi produksi frontier, variabel jumlah nelayan ABK termasuk nakhoda per unit penangkapan memberikan kontribusi terbesar terhadap produksi ikan, yang diindikasikan oleh rata-rata koefisien sebesar 0,612. Kontribusi tersebut mempunyai makna bahwa penambahan jumlah nelayan berperan penting dalam peningkatan produksi ikan per trip penangkapan. Jumlah nelayan per trip penangkapan untuk pukat cincin berkisar antara 17 – 30 orang, dengan rata-rata 21 orang, dan jaring insang 2 – 5 orang dengan rata-rata 3 orang. Kisaran tersebut menunjukkan bahwa peluang penambahan jumlah nelayan pada unit penangkapan pukat cincin cukup besar. Kondisi tersebut tentunya berimplikasi terhadap penyerapan tenaga kerja nelayan di lokasi contoh yang sebagian besar berada di wilayah pedesaan di mana jumlah angkatan kerja cukup banyak tetapi ketersediaan lapangan pekerjaan relatif terbatas. Investasi memberikan respons yang nyata dan positif terhadap produksi ikan mengindikasikan investasi berpeluang ditingkatkan pada perikanan pelagis kecil. Artinya, investasi tersebut dapat diperuntukan bagi pengembangan alat tangkap yang sudah ada dan pengadaan alat tangkap yang baru. Investasi pengembangan atau perluasan unit penangkapan dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan tangkap, misalnya dengan penambahan panjang dan lebar alat tangkap. Perluasan alat tangkap tersebut adalah konsisten dengan variabel panjang dan lebar alat tangkap yang memberikan respons secara nyata dan positif terhadap efisiensi teknis penangkapan. Peningkatan kemampuan alat tangkap melalui perluasan ukuran jaring adalah relevan dengan penelitian Andersen 2004 tentang aplikasi Danish seiner di Laut Utara dan Skagerrak. Disimpulkan bahwa Danish seiner yang lebih besar adalah lebih efisien dari yang lebih kecil. Investasi pengadaan alat tangkap yang baru dibutuhkan untuk meningkatkan kemampuan armada penangkap untuk meningkatkan produktivitas. Karenanya, investasi merupakan salah satu faktor penting untuk meningkatkan efisiensi penangkapan dan sekaligus memudahkan pukat cincin maupun jaring insang untuk mengakses daerah penangkapan yang lebih jauh dan potensil. Tetapi investasi perlu dilakukan secara hati-hati dalam arti bahwa apakah biaya tambahan yang dialokasikan dapat ditutupi melalui hasil tangkapan yang meningkat. Menurut Kompas 2001, usaha penangkapan dengan kondisi restricted gear , dapat meningkatkan efisiensi teknis penangkapan sehingga produksi akan mendekati frontier. Temuan ini relevan dengan pembatasan ukuran alat tangkap yang dapat dijustifikasi sebagai pembatasan upaya penangkapan. Selain itu, investasi yang dilakukan nelayan perlu mempertimbangkan kebijakan pemerintah tentang rasionalisasi alat tangkap untuk menghindari berkurangnya efisiensi penangkapan. Efisiensi teknis penangkapan ikan yang dicapai pada hakekatnya dapat menimbulkan pengertian ganda. Artinya, di satu sisi tingkat efisiensi yang tinggi merefleksikan prestasi pencapaian nelayan dalam kemampuan manajerialnya. Di sisi lain, tingkat efisiensi penangkapan yang tinggi mencerminkan semakin menurunnya peluang peningkatan produktivitas yang lebih tinggi, karena kesenjangan produktivitas penangkapan ikan yang telah dicapai dengan produktivitas maksimum frontier yang dapat dicapai adalah semakin sempit. Telah dijelaskan sebelumnya bahwa inefisiensi teknis dihitung sebagai 1- TE. Inefisiensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengukur tingkat kegagalan untuk menghasilkan produksi maksimum pada tingkat penggunaan input tertentu. Makna inefisiensi dapat dijelaskan sebagai berikut: satu persen inefisiensi teknis mengandung arti bahwa unit penangkapan dapat menangkap ikan lebih dari 1 dengan tingkat input yang ada. Mengacu pada pernyataan tersebut, inefisiensi teknis unit penangkapan bagan adalah berkisar antara 0,0011 hingga 0,13, jaring insang berkisar 0,0011 hingga 0,29, dan pukat cincin 0,0011 hingga 0,45. Angka- angka tersebut menjelaskan bahwa dengan menggunakan tingkat input aktual dari masing-masing alat tangkap maka terdapat 0,11 hingga 13 persen peluang peningkatan produksi oleh bagan, 0,11 hingga 29 persen oleh jaring insang, dan 0,11 hingga 45 persen peluang peningkatan produksi oleh pukat cincin. Potensi pengembangan produksi alat tangkap bagan, pukat cincin dan jaring insang yang didasarkan pada angka-angka ini diinterpretasi sesuai dengan penelitian Sharma and Leung 1999. Dikemukakan bahwa jika armada tangkap beroperasi belum mendekati efisiensi fontier, atau produksi belum mendekati frontier, maka terdapat potensi pengembangan sisanya. Prospek pengembangan alat tangkap bagan dapat dikatakan terbatas karena alat ini telah menghasilkan produksi yang hampir maksimum frontier. Selanjutnya, keterbatasan pengembangan perikanan bagan juga berkaitan dengan sifat alat tangkap yang relatif tidak berpindah tempat dan hanya beroperasi pada perairan dekat pantai dan perairan teluk yang agak terlindung dari ombak dan arus yang kencang, sehingga daerah operasi penangkapan terbatas. Kecilnya prospek pengembangan perikanan bagan adalah konsisten dengan hasil analisis alokasi optimal unit penangkapan ikan di mana jumlah bagan direkomendasikan untuk dikurangi. Pengurangan alat tangkap dapat meningkatkan efisiensi teknis penangkapan Kirkley et al. 1995 Kapasitas lebih tinggi bagi pengembangan masih dimungkinkan pada pukat cincin dan jaring insang dengan mengadopsi teknologi dan nakhoda atau nelayan yang berpengalaman serta melalui alokasi sumberdaya secara optimal. Estimasi efisiensi teknis yang menyatakan peluang pengembangan produksi pukat cincin hingga 45 mengandung makna bahwa perikanan pukat cincin masih memiliki peluang pengembangan, pada kondisi input aktual saat dianalisis. Dalam konteks pengembangan, dibutuhkan peningkatan kemampuan kapal penangkap dan peralatan penunjang lainnya untuk melakukan operasi secara intensif atau kemudahan mengakses daerah penangkapan yang lebih jauh dan potensil. Sebagai usaha perikanan skala kecil, tentunya hal tersebut membutuhkan peningkatan akses modal untuk meningkatkan kapabilitas berupa perbaikan dan pengembangan unit penangkapan. Pengembangan tersebut pada akhirnya akan berdampak terhadap produktivitas. Selain itu, pengembangan tersebut secara tidak langsung akan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya ikan dekat pantai. Dengan demikian, pengembangan perikanan pukat cincin memerlukan modal investasi, selain nelayan yang lebih berpengalaman dalam meningkatkan efisiensi teknis penangkapan ikan. Potensi pengembangan produksi jaring insang dapat mencapai 29. Seperti pada pukat cincin, jaring insang juga membutuhkan peningkatan kemampuan tangkap sehingga lebih produktif. Dalam hal ini kebijakan motorisasi unit penangkapan jaring insang diperlukan untuk menjangkau daerah penangkapan ikan yang lebih potensil. Estimasi pengembangan produksi jaring insang berdasarkan nilai efisiensi teknis adalah konsisten dengan hasil analisis alokasi optimum, yaitu jumlah aktual jaring insang disarankan agar tetap dikembangkan. Dalam konteks pengembangan pukat cincin dan jaring insang melalui perbaikan teknologi penangkapan, diperlukan sumberdaya manusia nelayan dan atau nakhoda yang berpengalaman dengan kemampuan manajerial untuk meminimalkan inefisiensi teknis dalam penangkapan ikan. Kemampuan manajerial nakhoda sebagai pengambil keputusan dalam operasi penangkapan dipengaruhi oleh beberapa faktor penting. Berdasarkan hasil estimasi inefisiensi teknis untuk seluruh periode tangkap melalui pendekatan maximum likelihood estimation , ternyata terdapat 4 empat faktor penting yaitu umur, jumlah anggota keluarga, pengalaman dan tingkat pendidikan nakhoda yang memberikan respons nyata terhadap inefisiensi teknis penangkapan. Umur nakhoda memberikan respons positif, jumlah anggota keluarga berespons positif, pendidikan dan pengalaman memberikan respons negatif terhadap inefisiensi teknis. Dengan kata lain, umur memberikan respons negatif, jumlah anggota keluarga memberikan respon negatif, pengalaman dan tingkat pendidikan masing-masing memberikan respons positif terhadap efisiensi teknis penangkapan. Itu berarti dalam mengembangkan pukat cincin dan jaring insang, rekruitmen nakhoda seharusnya mempertimbangan faktor umur yang relatif muda, tanggungan keluarga relatif kecil, pengalaman nakhoda dalam penangkapan ikan dan tingkat pendidikan formal yang lebih tinggi Viswanathan et al. 2002. Mereka menyimpulkan bahwa pertambahan pengalaman dan peningkatan keterampilan nakhoda mencerminkan peningkatan efisiensi yang berkaitan dengan peningkatan produksi Viswanathan et al . 2002. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perpaduan keempat faktor penentu efisiensi teknis tersebut, dengan faktor perbaikan teknologi penangkapan dan pengalokasian sumberdaya secara optimal akan lebih berpeluang untuk meningkatkan produktivitas penangkapan ikan pelagis kecil. Terdapat perbedaan karakteristik unit penangkapan menurut musim tangkap dan disertai dengan keragaman waktu operasi, lama operasi per bulan, jumlah nelayan, pengalaman nakhoda dan produksi yang dihasilkan per musim penangkapan. Berdasarkan hasil analisis, kondisi pada musim timur lebih menunjang produktivitas penangkapan, karena lebih dari 64 armada pukat cincin dan lebih dari 65 armada jaring insang yang beroperasi memiliki efisiensi teknis TE 0,8 mendekati frontier. Selain itu, daerah penangkapan ikan potensil pada musim timur adalah lebih luas dibandingkan musim barat. Pada musim barat ditemui 5,3 armada pukat cincin dan 26,6 armada jaring insang yang memiliki nilai TE 0,8. Selanjutnya, daerah penangkapan ikan potensil untuk pukat cincin pada musim barat hanya pada perairan Nusanive dan pantai selatan Kota Ambon sampai Haruku. Perbedaan karakteristik unit penangkapan dan keragaman penggunaan input menurut musim tangkap berimplikasi terhadap pengelolaan perikanan pelagis kecil. Hai ini dimaksudkan agar faktor musim perlu diintegrasikan dalam pengelolaan untuk peningkatan efisiensi. Integrasi faktor musim dalam pengelolaan dapat dikatakan sebagai suatu alternatif pemecahan dalam meningkatkan produktivitas nelayan. Pada pengelolaan antar waktu temporal management perikanan pelagis kecil dengan nilai TE 0,8, ditemui alokasi pukat cincin dan jaring insang pada musim timur berturut-turut 161 unit dan 6.507 unit, sedangkan pada musim barat alokasi pukat cincin dan jaring insang berturut-turut 13 unit dan 2.663 unit. Dengan demikian, alokasi armada penangkapan secara musiman atau pengelolaan antar waktu perikanan pelagis kecil merupakan kebijakan penting untuk diimplementasikan. Dapat disimpulkan bahwa pendugaan efisiensi produksi dan fungsi inefisiensi teknis telah dapat dianalisis secara simultan dengan menggunakan metode stochastic production frontier SPF. Manfaat pendekatan ini adalah bahwa analisis ini mengakomodir faktor stochastic dalam pengukuran, sehingga hasil estimasi menjadi lebih efektif. Estimasi efisiensi teknis dibutuhkan ketika menyusun kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan. Hasil analisis SPF telah memberikan estimasi fungsi produksi frontier stochastic dan variabel berpengaruh, efisiensi teknis relatif tiap alat tangkap dan efisiensi rata-rata, dan faktor-faktor yang mempengaruhi inefisiensi teknis penangkapan ikan. Rata-rata efisiensi teknis penangkapan periode tahunan 0,68, musim timur 0,82 dan musim barat 0,51. Lebih dari 50 persen armada penangkapan beroperasi pada kondisi nilai TE 0,5. Produksi ikan pelagis kecil ditentukan oleh panjang dan lebar alat tangkap, jumlah nelayan, waktu operasi penangkapan, dan nilai investasi armada tangkap. Masalah inefisiensi adalah dominan dalam fungsi inefisiensi teknis penangkapan, dan dipengaruhi oleh umur nakhoda, keterampilan nakhoda, jumlah tanggungan anggota keluarga, dan penggunaan armada pukat cincin. 5.4 Alokasi dan Strategi Pengembangan Perikanan Pelagis Kecil 5.4.1 Pemanfaatan sumberdaya ikan Bagian ini menguraikan dua pokok bahasan. Pertama, menjelaskan alokasi optimal alat tangkap di perairan WPP-714 Laut Banda, yang dilakukan dengan menggunakan MSY sebagai ukuran target kapasitas. Kedua, menjelaskan strategi pengembangan perikanan pelagis kecil. Strategi pengembangan perikanan disusun berdasarkan analisis LINSTRA terhadap faktor-faktor lingkungan strategik yang diperoleh dari bagian sebelumnya tentang analisis status pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya ikan pelagis kecil, kapasitas perikanan tangkap, efisiensi teknis penangkapan, dan analisis alokasi optimal alat tangkap dominan. Sehingga, pokok bahasan tentang strategi pengembangan perikanan merupakan suatu produk ataupun keluaran dari penggabungan hasil analisis bioekonomi, kapasitas sumberdaya, efisiensi teknis perikanan tangkap dan alokasi optimal alat tangkap.