yang dapat dicapai, maka nelayan tersebut dikatakan telah melakukan efisiensi tinggi dalam usaha penangkapan. Sebaliknya, jika hasil tangkapannya jauh lebih
rendah dari pada potensi maksimum yang dapat dicapai maka nelayan tidak melakukan efisiensi tinggi.
Inefisiensi dalam usaha penangkapan dapat bersifat teknis dan alokatif. Tidak efisien secara teknis akan terjadi, jika produktivitas maksimal tidak dapat
dicapai dalam operasi penangkapan. Ini dapat diakibatkan oleh per unit upaya penangkapan yang dikorbankan adalah tidak menghasilkan produksi maksimum.
Tidak efisien secara alokatif akan terjadi, jika proporsi penggunaan upaya penangkapan tidak optimum, pada kondisi tingkat harga dari upaya dan hasil
penangkapan tertentu. Hal ini disebabkan produk penerimaan marginal adalah berbeda dengan biaya marginal.
Alokasi faktor produksi secara efisien dalam perikanan merupakan hal penting pada tingkat industri dalam mencapai tujuan pengelolaan perikanan.
Pentingnya efisiensi alokasi tersebut karena umumnya tujuan pengelolaan perikanan yang ditetapkan adalah bersifat ganda atau multi purposes seperti
tercantum dalam Undang-Undang No. 31 Tahun 2004, sehingga sering timbul konflik kepentingan dalam pelaksanaannya. Adanya kendala seperti keterbatasan
sumberdaya ikan, kapital, peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja nelayan,
dan pemenuhan
konsumsi protein
hewani menghendaki
suatu pengalokasian sumberdaya secara tepat dan efisien untuk mencapai tujuan
pengelolaan sumberdaya perikanan. Oleh karena itu, salah satu langkah yang perlu diperhatikan untuk mencapai tujuan ganda dalam pengelolaan perikanan
adalah mengurangi deviasi-deviasi yang terjadi.
3.2 Pemetaan Proses Penelitian
Pemetaan proses penelitian seperti ditampilkan pada Gambar 4, diawali dengan pengamatan terhadap kondisi aktual kegiatan perikanan tangkap yang
mengacu pada tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang telah ditetapkan. Berbagai permasalahan perikanan tangkap diinventarisir dan diidentifikasi untuk
menentukan masalah-masalah krusial dalam pembangunan perikanan tangkap. Identifikasi dan pengelompokan data dilakukan menurut aspek bioekonomi, teknis
produksi, dan distribusi serta jumlah unit penangkapan. Pengamatan bioekonomi
mencakup kondisi sumberdaya ikan, penerimaan, biaya-biaya termasuk investasi, dan rente ekonomi. Pengamatan teknis produksi dilakukan terhadap jenis dan
jumlah alat tangkap, perkembangan produksi total dan hasil tangkapan rata-rata CPUE selama periode tertentu. Pengamatan terhadap alat tangkap mencakup
alokasi dan
distribusinya menurut
jenis dan
jumlah dalam
wilayah kabupatenkota.
Analisis bioekonomi dilakukan untuk mengetahui tingkat pemanfaatan potensi, upaya penangkapan, produksi, biomasa, dan rente ekonomi pada berbagai
rezim pengelolaan MEY, MSY, open access sumberdaya ikan. Perubahan kapasitas perikanan antar waktu dan alat tangkap dianalisis dengan menggunakan
teknik DEA. Kemudian dilakukan analisis SPF untuk menentukan efisiensi teknis penangkapan
ikan, termasuk
faktor-faktor yang
mempengaruhi efisiensi
penangkapan. Analisis linear goal programming dilakukan untuk pengalokasian faktor produksi unit penangkapan secara optimal. Selanjutnya, dilakukan
analisis lingkungan strategis LINSTRA untuk mengformulasikan strategi kebijakan pengelolaan sumberdaya ikan pelagis LAN RI 2007.
3.3 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode survei untuk mengamati hal-hal kritis dan mendapatkan informasi mengenai perikanan tangkap pelagis kecil di wilayah
Provinsi Maluku. Karena populasi unit penangkapan ikan tersebar sangat luas di wilayah penelitian maka penentuan lokasi sampel dilakukan secara bertingkat atau
multistage sampling bertahap Soetriono dan Hanafie 2007, melalui prosedur
sebagai berikut: 1 Pemilihan kabupaten secara random yaitu pusat-pusat kegiatan perikanan tangkap ikan pelagis kecil dengan kriteria mencakup tingkat
pemanfaatan potensi sumberdaya, distribusi alat tangkap, produksi dan prasarana perikanan yang terdapat di Kabupaten. 2 Pemilihan kecamatan-kecamatan dari
kabupaten berdasarkan intensitas kegiatan perikanan tangkap ikan pelagis kecil. 3 Pemilihan desakelurahan dalam kecamatan dengan aktivitas perikanan yang
sangat berkembang. 4 Pemilihan sampel secara random dari populasi alat tangkap yang masih aktif beroperasi saat penelitian dilakukan dan mengacu pada
tujuan penelitian.
Gambar 3 Pemetaan proses penelitian.
Alokasi optimum unit penangkapan dan
kebijakan perikanan tangkap ikan pelagis di
Maluku Sekunder
: time series
, catch, effort, biaya, harga, alat
tangkap -Analisis Potensi
Model Schaefer -Teknik CYP
-Analisis Bioeko- nomi
Menganalisis Status Eksploitasi
Sumberdaya Ikan Pelagis Kecil
Berdasarkan Kapasitas dan
Menyusun Kebijakan yang
Mendukung Keberlanjutan
Perikanan Pelagis di Provinsi
Maluku
Hasil Analisis tentang Status
Eksploitasi Sumberdaya
Ikan Pelagis Kecil dan
Kapasitas Penangkapan
sebagai Acuan Kebijakan
Perikanan Tangkap
Linear Goal Programming
LGP Stochastic
Production Frontier
SPF Analysis
Data Envelopment Analysis
Faktor determinan dan efisiensi teknis
penangkapan ikan
Alokasi optimum unit penangkapan
-Nilai potensi, effort, produksi, CPUE
-Nilai r, K, q -Rente ekonomi
-Kapasitas perikanan pelagis kecil menurut
waktu Sekunder
: catch, effort
, jenis dan jumlah alat tangkap
Menentukan status pemanfaatan
sumberdaya ikan Mengkaji kapasitas
perikanan pelagis kecil antar waktu
Primer : catch,
effort , alat tangkap,
management skill Primer
sekunder: Endageneous
, hasil analisis
bioekonomi
Menentukan faktor determinan dan
efisiensi teknis penangkapan
TUJUAN KHUSUS DATA
METODE HASIL
TUJUAN UMUM KELUARAN
A N
A L
I S
I S
L I
N S
T R
A
Gambar 4 Peta lokasi penelitian.
128°0’0” BT
3
o
L S
Peta Lokasi Penelitian
129°0’0” BT
3
o
3 ’L
S
Berdasarkan prosedur penentuan lokasi maka Kabupaten Maluku Tengah dan Kota Ambon dipilih sebagai lokasi sampel untuk pengambilan data primer
karena kabupatenkota tersebut dianggap sesuai dengan kriteria. Kabupatenkota ini merupakan pusat-pusat kegiatan perikanan tangkap ikan pelagis kecil yang
dominan dan sangat berkembang sejak dekade 1980-an jika dibandingkan kabupaten lainnya di Provinsi Maluku. Kabupaten Maluku Tengah terdiri dari 11
kecamatan, 159 desa dan 4 kelurahan, sedangkan Kota Ambon terdapat 5 kecamatan yang terdiri dari 30 desa dan 3 kelurahan.
Penelitian ini difokuskan pada usaha perikanan tangkap yang dominan menangkap ikan pelagis kecil, yaitu pukat cincin purse seine, jaring insang
gillnet, bagan lift net dan pukat pantai beach seine. Untuk Kabupaten Maluku Tengah ditetapkan 8 kecamatan sebagai berikut: 1 Kecamatan Leihitu yaitu
Desa Hitu, Desa Hitumessing, Desa Wakal, dan Desa Hila; 2 Kecamatan Salahutu mencakup Desa Waai, Tial, dan Desa Suli; 3 Kecamatan Pulau Haruku
yaitu Desa Pelau, Oma, dan Wassu; 4 Kecamatan Saparua mencakup Desa Haria dan Sirisori; 5 Kecamatan Nusalaut yaitu Desa Ameth, Abubu, Sila, Titawai; 6
Kecamatan Tehoru yaitu Desa Tehoru; 7 Kecamatan Kota Masohi mencakup Kelurahan Ampera; dan 8 Kecamatan Amahai yaitu Desa Souhuku, Desa
Amahai. Untuk Kota Ambon mencakup 3 Kecamatan yaitu 1 Kecamatan Nusanive yaitu Desa Latuhalat, dan Seri, 2 Kecamatan Leitimur Selatan yaitu
Desa Hutumuri dan Dusun Toisapu, dan 3 Kecamatan Baguala yaitu Kelurahan Lateri.
Penelitian ini dilakukan sejak bulan Februari hingga September 2008, meliputi kegiatan persiapan dan orientasi lapangan, survei dan pengumpulan data
primer, pengukuran, inventarisasi dan pengumpulan data sekunder, tabulasi dan analisis data.
3.4 Metode Pengambilan Data