Sumberdaya Ikan Status eksploitasi sumberdaya ikan pelagis kecil di Perairan Maluku dan kapasitas penangkapannya

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sumberdaya Ikan

Sumberdaya ikan tergolong sumberdaya yang dapat diperbaharui, namun bukan tidak terbatas, dibutuhkan manusia untuk kehidupannya. Sampai sejauh mana sumberdaya ikan tersebut dapat memenuhi kebutuhan manusia dapat diketahui melalui pengukuran ketersediaannya. Rees 1990 yang diacu dalam Fauzi 2004 menyatakan bahwa pengukuran ketersediaan sumberdaya hayati termasuk sumberdaya ikan dapat dilakukan berdasarkan pendekatan: 1 potensi maksimum sumberdaya, yaitu pengukuran kapasitas sumberdaya dalam memproduksi barang dan jasa dalam waktu tertentu; 2 kapasitas lestari sustainable yield, pengukuran berdasarkan kemampuan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan generasi saat ini dan mendatang; 3 kapasitas penyerapan absortiveasimilative capacity , pengukuran berdasarkan kemampuan sumberdaya alam dapat pulih dalam menyerap limbah akibat kegiatan manusia; dan 4 kapasitas daya dukung carrying capacity, yaitu pengukuran berdasarkan kapasitas maksimum lingkungan untuk mendukung pertumbuhan organisme. Sumberdaya ikan bersifat common property resources atau sumberdaya alam milik bersama dan bersifat open access atau terbuka Gordon 1954. Karakteristik tersebut dapat menimbulkan suatu anggapan “siapa cepat dia dapat” atau kompetisi dalam proses penangkapan ikan. Umumnya, kondisi open access akan menimbulkan lebih tangkap secara ekonomis economic overfishing, karena perikanan tidak terkontrol. Kondisi tersebut berdampak terhadap pengelolaan sumberdaya ikan berupa eksploitasi berlebihan over-exploitation, investasi berlebihan over-capitalization, dan tenaga kerja berlebihan over-employment. Selain itu, sifat sumberdaya ikan mengharuskan adanya hak kepemilikan property right. Menurut Nikijuluw 2002 terdapat tiga sifat khusus pada sumberdaya alam milik bersama termasuk sumberdaya ikan, yaitu: 1 Eskludabilitas, yang berkaitan dengan upaya pengendalian dan pengawasan terhadap akses ke sumberdaya bagi stakeholder tertentu, di mana upaya dimaksud semakin sulit dan mahal karena sifat sumberdaya ikan yang bergerak pada laut luas. Hal ini menimbulkan kebebasan pemanfaatan oleh siapa saja dan otoritas manajemen menjadi sulit dalam pengawasan. 2 Substractabilitas, merupakan suatu kondisi bagi seseorang untuk menarik manfaat dan keuntungan yang dimiliki oleh orang lain, walaupun telah ada kerjasama di antara stakeholder dalam pengelolaan sumberdaya ikan. Kondisi tersebut dapat menimbulkan kompetisi bahkan dapat mengarah ke konflik pemanfaatan sumberdaya. 3 Indivisibilitas, menjelaskan sumberdaya ikan sebagai milik bersama agak sulit dipisahkan, walaupun pemisahan secara adminitratif dapat dilakukan. Overfishing atau tangkap lebih dapat diartikan sebagai jumlah ikan yang tertangkap melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk mempertahankan stok ikan dalam daerah tertentu Fauzi 2005. Selanjutnya dikemukakan bahwa overfishing dapat dikelompokkan dalam beberapa tipe, yaitu: 1 Recruitment overfishing, yaitu kondisi di mana populasi ikan dewasa ditangkap sedemikian rupa sehingga tidak mampu lagi melakukan kegiatan reproduksi untuk memperbaharui spesiesnya lagi. 2 Growth overfishing, situasi di mana stok yang ditangkap rata-rata ukurannya lebih kecil daripada ukuran yang seharusnya untuk berproduksi pada tingkat yield per recruit yang maksimum. 3 Economic overfishing, terjadi jika rasio biaya input dan harga output terlalu besar atau jumlah input yang dibutuhkan lebih besar daripada jumlah input yang diperlukan untuk berproduksi pada tingkat rente ekonomi yang maksimum. 4 Malthusian overfishing, terjadi ketika nelayan skala kecil yang umumnya miskin dan tidak memiliki alternatif pekerjaan memasuki industri perikanan, namun menghadapi hasil tangkapan yang menurun. Kondisi Malthusian overfishing dapat memicu kerusakan ekosistem secara keseluruhan. Recruitment overfishing dan growth overfishing lebih bersifat biologis dan berkaitan dengan ketersediaan stok ikan bagi penangkapan. Economic overfishing berkaitan dengan jumlah input kapal penangkap yang dialokasikan dalam proses penangkapan. Alokasi input tersebut seharusnya memperhatikan tingkat recruitment dan growth overfishing untuk meminimalkan atau menghilangkan economic overfishing, karena economic overfishing dapat berakibat terhadap economic loss yang sangat besar. Sebagai contoh, hasil perhitungan Fauzi 2005, untuk satu jenis ikan pelagis kecil di Jawa Tengah mempunyai nilai economic loss akibat economic overfishing bisa mencapai 20 miliar rupiah per tahun. Indikator suatu wilayah perairan telah mengalami overfishing Nikijuluw 2002 antara lain: 1 menurunnya produksi dan produktivitas penangkapan secara nyata; 2 ukuran ikan yang menjadi target penangkapan semakin kecil; 3 hilangnya spesies ikan yang menjadi target penangkapan ikan; dan 4 munculnya spesies ikan non-target dalam jumlah banyak. Fenomena overfishing akan terus meningkat dengan menurunnya hasil penangkapan ikan ekonomis penting serta gejala produksi yang tidak stabil sehingga grafik penangkapan dalam satuan waktu berfluktuatif atau tak menentu. Gejala overfishing telah terjadi di beberapa wilayah Perairan Indonesia. Dari aspek potensi dan tingkat pemanfaatan sumberdaya, walaupun terdapat banyak jenis ikan di Perairan Indonesia, namun secara nasional peluang pengembangan pemanfaatan sumberdaya ikan laut telah berkurang Nikijuluw 2002. Misalnya, kondisi overfishing diduga telah terjadi pada perikanan pelagis kecil di WPP-714 Laut Banda DKP RI 2006 yang merupakan wilayah perairan dengan intensitas penangkapan pelagis kecil cukup tinggi. Fenomena overfishing merupakan konsekuensi persepsi yang masih keliru dari stakeholder dalam mengeksploitasi sumberdaya ikan sebagai sumberdaya dapat pulih, dan tidak adanya kepastian hak dan akses terhadap sumberdaya ikan Fauzi 2005, yang bersifat common property dan open access. Selain itu, overfishing dipicu oleh kebutuhan permintaan ikan dan kemajuan teknologi penangkapan ikan. Overfishing dapat berdampak terhadap pergeseran armada untuk mencari daerah penangkapan baru yang lebih produktif dan mungkin terjadi secara nasional maupun antar negara baik secara legal maupun illegal. Pergeseran armada tersebut secara illegal menimbulkan illegal fishing dan sangat merugikan stakeholder khususnya masyarakat nelayan di daerah tersebut. Pemecahan masalah overfishing merupakan suatu tugas yang kompleks, sehingga tidak bisa dipecahkan secara parsial tetapi perlu melibatkan stakeholder. Pemberian subsidi pada sektor perikanan tanpa memperhatikan jumlah stok ikan bukan merupakan solusi tepat, karena pemberian subsidi tersebut akan menambah kapasitas penangkapan ikan tetapi stok ikan relatif tidak bertambah. Konsekuensinya akan menimbulkan masalah overcapacity, yang berkaitan dengan overfishing .

2.2 Ikan Pelagis Kecil