Musim penangkapan pelagis kecil bervariasi di Indonesia. Misalnya, di Sumatra Barat diduga pada bulan Januari dan April sampai Mei, dengan
puncaknya pada bulan Nopember sampai Desember. Di perairan Teluk Tomini bagian utara, musim penangkapan pada antara bulan-bulan Maret dan Juli, dan
Nopember dan Desember, sedangkan Teluk Tomini bagian selatan musim penangkapan adalah pada bulan Juli sampai Desember. Untuk perairan Laut
Banda dan sekitarnya, musim penangkapan adalah selama bulan Maret sampai Oktober atau musim Timur Merta et al. 1998.
Alat tangkap utama yang dominan untuk menangkap jenis-jenis pelagis kecil adalah pukat cincin, jaring insang, bagan dan pukat pantai. Namun, alat tangkap
yang paling efektif adalah jaring yang memakai kantong seperti pukat cincin purse seine. Di perairan pesisir Laut Banda, alat tangkap yang efektif untuk
menangkap pelagis kecil adalah pukat cincin, yang lebih dikenal oleh nelayan lokal sebagai “jaring bobo”.
2.3 Perikanan Tangkap
Menurut Undang-Undang No. 31 Tahun 2004 perikanan merupakan semua kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumberdaya
ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi, produksi, pengolahan sampai dengan pemasaran, yang dilaksanakan dalam suatu sistem bisnis perikanan.
Selanjutnya, penangkapan ikan didefinisikan sebagai kegiatan untuk memperoleh ikan di perairan yang tidak dalam keadaan dibudidayakan dengan alat atau cara
apapun, termasuk kegiatan yang menggunakan kapal untuk memuat, mengangkut, menyimpam, mendinginkan, menangani, mengolah, danatau mengawetkannya.
Sedangkan kapal perikanan didefinisikan sebagai kapal, perahu, atau alat apung lainnya yang dipergunakan untuk melakukan penangkapan ikan, mendukung
operasi penangkapan ikan, pembudidayaan ikan, pengangkutan ikan, pengolahan ikan, pelatihan perikanan, dan penelitianeksplorasi perikanan.
Berpedoman pada Undang-Undang No 31 Tahun 2004, visi dan misi pembangunan perikanan, maka telah ditetapkan kebijakan, sasaran, strategi dan
program kerja perikanan tangkap Mangga Barani 2003a. Visi pembangunan perikanan tangkap adalah “Industri perikanan tangkap Indonesia yang lestari,
kokoh, dan mandiri pada tahun 2010”. Visi tersebut dijabarkan melalui misi pembangunan perikanan sebagai berikut:
1 Meningkatkan kualitas sumberdaya manusia perikanan; 2 Meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan nelayan dan pengolah hasil
perikanan; 3 Menjaga kelestarian sumberdaya ikan dan lingkungannya;
4 Membangun industri nasional dan usaha perikanan tangkap yang berdaya saing;
5 Meningkatkan peran sub-sektor perikanan tangkap dalam pembangunan nasional.
Kebijakan pembangunan perikanan tangkap diarahkan untuk 1 menjadikan perikanan
tangkap sebagai
salah satu
andalan perekonomian
dengan membangkitkan
industri perikanan
dalam negeri;
2 merasionalisasi,
nasionalisasi dan modernisasi armada penangkapan secara bertahap dalam rangka menghidupkan industri dalam negeri dan keberpihakan kepada perusahaan dalam
negeri dan nelayan lokal; dan 3 menerapkan pengelolaan perikanan secara bertahap
berorientasi kelestarian
lingkungan dan
terwujudnya keadilan.
Selanjutnya sasaran Pembangunan Perikanan Tangkap 2005 – 2009 untuk dicapai pada Tahun 2009 Yusuf, 2005, sebagai berikut: 1 Produksi perikanan tangkap
mencapai 5.438.840 ton; 2 Volume ekspor perikanan 1.261.190 ton; 3 Nilai ekspor perikanan dalam Ribuan US 3.813.160; 4 Jumlah nelayan 4.185.020
orang; dan 5 Pendapatan nelayan rata-rata Rp 1.500.000bulanorang. Meningkatkan kesejahteraan masyarakat nelayan di satu sisi dan menjaga
kelestarian sumberdaya di sisi lain merupakan sebuah dilema yang perlu dikaji, mengingat sifat sumberdaya ikan yang unik. Dibutuhkan upaya efektif dari
pemegang otoritas sumberdaya ikan dalam pemantauan dan pengendalian kelebihan eksploitasi overexploitation sumberdaya ikan yang diakibatkan oleh
kelebihan kapasitas overcapacity. Untuk itu, dibutuhkan upaya rasionalisasi kapal dan alat tangkap atau pengalokasian input secara optimal dalam rangka
pemanfaatan sumberdaya ikan. Pemanfaatan
sumberdaya ikan
oleh perusahaan
perikanan tangkap
membutuhkan suatu perencanaan industri penangkapan yang mengacu pada suatu
hubungan dari berbagai komponen dalam kompleksitas penangkapan ikan. Artinya, perikanan tangkap terdiri atas berbagai komponen saling berhubungan
dan mempengaruhi satu dengan lainnya, seperti terlihat pada Gambar 2. Komponen-komponen
tersebut dikemukakan
oleh Kesteven
1973 dan
dimodifikasi oleh Monintja 2006, sebagai berikut: i Sarana Produksi
Sarana produksi merupakan penyediaan alat tangkap, pabrik es, galangan, instalasi, air tawar, instalasi listrik dan pendidikanlatihan tenaga kerja.
Perkembangan usaha perikanan tangkap sangat tergantung pada optimalisasi fungsi sarana produksi, sebab sarana tersebut merupakan salah satu fasilitas
penunjang. ii Proses Produksi
Proses produksi terdiri atas unit penangkapan, aspek legal dan unit sumberdaya.
Unit penangkapan
merupakan kesatuan
teknis operasi
penangkapan yang terdiri atas kapal, alat tangkap dan nelayan. Aspek legal mencakup sistem informasi dan ijin usaha. Unit sumberdaya terdiri atas
spesies, habitat seperti magrove, terumbu karang, dan padang lamun serta musim atau lingkungan fisik.
iii Prasarana Pelabuhan Prasarana
pelabuhan berperan
sebagai sarana
penunjang bagi
unit penangkapan untuk melakukan proses produksi. Pelabuhan perikanan
berfungsi sebagai tempat kapal perikanan bersandar, melakukan pendaratan hasil tangkapan, distribusi dan pemasaran hasil perikanan, tempat pembinaan
mutu hasil perikanan, dan pengumpulan data dan informasi penangkapan. Sesuai dengan Undang-Undang No.31 Tahun 2004, maka pembinaan dan
penyelenggaraan pelabuhan perikanan dilakukan oleh pemerintah. iv Unit Pengolahan
Unit pengolahan mencakup kegiatan penanganan hasil perikanan, pengolahan dan pengepakan produk. Penanganan hasil tangkapan dilakukan dengan
cermat dan cepat sebelum pengolahan dilakukan. Pengolahan dapat dilakukan secara tradisional maupun modern, dan dilanjutkan dengan pengepakan untuk
menghindari kontaminasi produk olahan. Kegiatan ini berfungsi untuk
mempertahankan mutu hasil tangkapan sesegar mungkin karena harga jual produk adalah identik dengan mutu.
v Unit Pemasaran Unit pemasaran termasuk distribusi dan penjualan hasil tangkapan maupun
produk olahan kepada konsumen di pasar domestik maupun ekspor. Pemasaran merupakan aktivitas penting dalam konteks perikanan sebagai
suatu kegiatan ekonomi. vi Unit Pembinaan
Proses pembinaan bertujuan meningkatkan produksi dan produktivitas perikanan agar lebih efisien. Pembinaan usaha perikanan dimaksudkan untuk
pengembangan usaha yang mencakup kelembagaan dan manajemen usaha, permodalan dan perijinan usaha perikanan. Pembinaan mutu hasil perikanan
mencakup aspek teknologi hasil perikanan berupa pembinaan unit pengolahan dan mutu hasil perikanan.
Perikanan tangkap di Indonesia masih dicirikan oleh perikanan skala kecil seperti terlihat pada komposisi armada penangkapan nasional yang masih
didominasi oleh usaha perikanan skala kecil sekitar 85, dan hanya sekitar 15 dilakukan oleh usaha perikanan skala besar Ditjen Perikanan Tangkap 2005.
Struktur armada perikanan tangkap didominasi oleh perahu tanpa motor sekitar 50, perahu motor tempel 26 dan kapal motor 24. Armada kapal motor ini
didominasi oleh kapal motor berukuran 5GT sekitar 72, kapal motor 5 – 10GT sekitar 14 , dan sekitar 14 adalah kapal motor bervariasi ukuran 10 sampai
dengan di atas 200GT. Dominasi jumlah armada 5GT memperlihatkan bahwa perikanan skala kecil sangat berperan dalam perikanan nasional.
Pengembangan perikanan tangkap dalam rangka peningkatan produksi dan pendapatan nelayan setidaknya harus memperhatikan berbagai faktor, antara lain:
i potensi dan penyebaran sumberdaya ikan, komposisi ukuran hasil tangkapan; ii jenis dan jumlah unit penangkapan ikan termasuk fasilitas penanganan dan
pendaratan ikan; iii nelayan dan kelembagaan; iv pemasaran dan rente ekonomi sumberdaya ikan; serta v kelestarian sumberdaya ikan Kesteven 1973;
Charles 2001.
Domestik
uk
Menangkap Hasil
tangkapan didaratkan
Gambar 2 Hubungan komponen dalam kompleksitas penangkapan ikan Kesteven 1973, dimodifikasi oleh Monintja 2006.
Pembangunan perikanan berkelanjutan menurut Charles 2001 harus mengandung empat aspek penting, yaitu:
1 Keberlanjutan ekologis ecological sustainability: yaitu memelihara keberlanjutan stok ikan sehingga tidak melewati daya dukungnya, serta
meningkatkan kapasitas dan kualitas ekosistem; 2 Keberlanjutan sosial ekonomi socioeconimic sustainability: yaitu
mempertahankan keberlanjutan kesejahteraan individu dan masyarakat;
MASYARAKAT
Konsumen Modal
Tenologi Pembinaan
DEVISA
PRASARANA PELABUHAN
UNIT PENGOLAHAN
Handling Processing
Packaging
UNIT PENANGKAPAN
Kapal Alat
Nelayan
SARANA PRODUKSI
Galangan Kapal Pabrik Alat
Diklat TK
ASPEK LEGAL SISTEM INFORMASI
UNIT SUMBERDAYA
Spesies Habitat
MusimLingkungan
UNIT PEMASARAN
Distribusi Penjualan
Segmen pasar
Membangun Buat
Menyelenggara
Memasok Membayar
Ekspor
Dijual
Produk dijual oleh
3 Keberlanjutan komunitas community sustainability: mempertahankan keberlanjutan kesejahteraan masyarakat; dan
4 Keberlanjutan Institusi institutional sustainability: memelihara aspek finansial dan administrasi yang sehat yang merupakan prayarat terhadap
ketiga aspek keberlanjutan sebelumnya. Paradigma pembangunan perikanan secara keberlanjutan ini terasa sangat
penting dalam penangkapan ikan ketika populasi ikan menjadi semakin terbatas, hasil tangkapan semakin berkurang, dan wilayah pengelolaan perikanan telah
mengalami kelebihan pemanfaatan overexploited. Dalam kenyataannya agak jarang terjadi pemanfaatan sumberdaya ikan dilakukan secara optimal ditinjau dari
sisi upaya penangkapan maupun hasil penangkapan. Pada hal dengan menerapkan aspek-aspek keberlanjutan pada penangkapan ikan secara optimal, maka
sumberdaya ikan akan lestari.
2.4 Konsep Dasar Pengelolaan Sumberdaya Ikan