72
Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Asumsi dari the national interest model sebagai berikut.
Pemerintah memiliki suatu policy preference tertentu yang secara normatif konsisten dengan kepentingan negarabangsa. Misalnya,
peningkatan kesempatan kerja, pembangunan sektor industri manufaktur yang kuat, pengembangan teknologi, dan peningkatan
ekspor nonmigas. Preferensi kebijakan ini tercerminkan pada tingkat proteksi yang diberikan kepada industri atau sektor tertentu.
Pemerintah Indonesia mengharapkan bahwa kebijakan substitusi impor akan memberi hasil positif yang besar. Dalam arti Indonesia
akan memiliki sektor industri yang kuat dengan tingkat efisiensi, produktivitas, dan daya saing global yang tinggi. Sektor industri
manufaktur yang kuat akan mendukung kinerja ekspor nonmigas, khususnya manufaktur, yang akan menambah cadangan devisa yang
besar bagi Indonesia.
Namun, krisis ekonomi yang terjadi pada akhir 1997 atau awal 1998 telah membuktikan bahwa ternyata selama pemerintahan
Orde Baru, sektor industri manufaktur telah berkembang secara tidak sehat. Walaupun laju pertumbuhan outputnya rata-rata positif
setiap tahun, namun sektor tersebut sangat tergantung pada impor, khususnya untuk barang-barang modal dan bahan baku yang telah
diolah. Kebijakan substitusi impor sebenarnya bermaksud untuk mengurangi ketergantungan Indonesia pada impor barang-barang
manufaktur. Sementara, ekspor manufaktur Indonesia belum berkembang baik. Hal ini dapat dilihat pada tingkat diversifikasi
produk-produk ekspor yang masih rendah dan sebagian besar masih dari kategori teknologi menengah dan rendah.
b. Kebijakan Pengembangan atau Promosi Ekspor
Tujuan kebijakan pengembangan ekspor adalah untuk mendukung dan meningkatkan pertumbuhan ekspor. Tujuan ini dapat dicapai
dengan berbagai macam kebijakan antara lain menyangkut perpajakan dalam berbagai bentuk. Misalnya, pembebasan dan ke ringanan
pajak ekspor, dan penyediaan fasilitas khusus kredit per bankan bagi eksportir.
Pada pertengahan 1980an, pemerintah mengubah secara bertahap kebijakan perdagangan luar negerinya dari substitusi impor ke
promosi ekspor dengan menerbitkan sejumlah paket deregulasi. Hal ini merupakan awal dari reformasi perdagangan yang terus berjalan
hingga sekarang, dan intensitasnya bertambah tinggi sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, sebagai konsekuensi dari kese pakatan
antara pemerintah Indonesia dengan International Monetary Fund IMF. Namun, pemerintah mengambil kebijakan dengan tujuan
untuk mengurangi ketergantungan ekonomi nasional terhadap ekspor minyak dan beralih ke ekspor nonmigas dengan industri
manufaktur sebagai sektor unggulan.
Di dalam kebijakan baru ini, yang lebih open economy-oriented dibandingkan kebijakan substitusi impor, pemerintah menghilangkan
sejumlah non tariff barriers NTBs, khususnya pembatasan impor secara kuantitatif, dengan tujuan untuk menghilangkan anti-export
bias dari rezim perdagangan luar negerinya. Selain itu, pemerintah juga melakukan konversi dari kuota ke proteksi dengan tarif,
penurunan tarif proteksi secara bertahap, dan memperkenal kan pem bebasan dan pengembalian pajak bagi perusahaan-perusahaan
eksportir yang mengekspor paling sedikit 85 persen dari jumlah outputnya.
Dalam aktivitas, kebijakan ekonomi internasional adalah tindakan atau
kebijakan ekonomi pemerintah yang secara langsung maupun tidak
langsung memengaruhi komposisi, arah, serta bentuk perdagangan
dan pembayaran internasional. Kebijakan ini tidak hanya berupa
tarif atau kuota, tetapi juga meliputi kebijakan pemerintah di dalam negeri
yang secara tidak langsung memiliki pengaruh terhadap perdagangan dan
pembayaran internasional seperti kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.
Ekonomika
Di unduh dari : Bukupaket.com
Perekonomian Terbuka
73
Economic Reference
Tarif impor adalah pembebanan bea masuk terhadap barang yang melewati
suatu negara. Import tariff means import duty imposed
to goods which pass a country.
Referensi Ekonomi
Selama bulan Juli 1996 hingga November 1997, ada empat paket deregulasi penting:
1. Deregulasi 4 Juli 1996 Deregulasi ini mencakup antara lain:
a. pelayanan khusus di bidang kepabeanan dan perpajakan kepada perusahaan-perusahaan tekstil dan produk-
produknya TPT, produk kulit, alas kaki, elektronika, dan barang jadi lainnya;
b. pencabutan pemeriksaan barang ekspor oleh surveyor; dan c. penyederhanaan persyaratan dan prosedur memperoleh
SKA Surat Keterangan Asli barang ekspor. 2. Deregulasi 7 Juli 1997
Tujuan deregulasi ini untuk meningkatkan efisiensi ekonomi, yang berarti meningkatkan daya saing global dari barang-barang
dalam negeri, serta mewujudkan konsistensi pemerintah pada kesepakatan APEC, AFTA, dan WTO. Deregulasi ini di antaranya
mencakup pergantian struktur pajak ekspor CPO Crude Palm Oil dan penurunannya dari tarif spesifik menjadi tarif ad-valorem.
3. Deregulasi 3 Oktober 1997
Pemerintah memberikan fasilitas bagi eksportir dan noneksportir yang berperan sebagai pemasok barang atau input pada eksportir.
Fasilitas itu berupa semacam dana talangan yang diberikan Bank Indonesia melalui sistem perbankan, dengan tingkat suku bunga hanya
sebesar 1 persen di atas SIBOR Singapore Interbank Offered Rate. 4. Deregulasi 3 November 1997
Fasilitas ekspor yang diberikan mencakup: a. penambahan kelompokjenis komoditas cakupan Perusahaan
Eksportir Tertentu PET; b. standar konversi penggunaan bahan bakupenolong;
c. penurunan bea masuk atas sejumlah produk dan pajak ekspor;
d. penghapusan PPh atas impor emas batangan untuk menghasilkan barang perhiasan untuk tujuan ekspor;
e. pengenaan PPN nol persen untuk ekspor tidak langsung; dan
f. pemberian kelonggaran pengeluaran komponen hasil olahan
dari pengusaha di Kawasan Berikat ke daerah pabean Indonesia lainnya.
Selama tahun 1997, untuk mendukung kebijakan pemerintah tersebut, Bank Indonesia juga telah memberikan fasilitas berupa:
a. swap bagi para eksportir yang memiliki valas atau memiliki tagihan dalam valas; dan
b. foreword buying untuk keperluan impor dalam rangka ekspor. Selain itu, sejak 1996 pemerintah telah memberikan fasilitas wesel
ekspor berjangka dengan persyaratan yang lebih menarik kepada eksportir. Di samping itu, kepada pemasok barang pada Perusahaan
Eksportir Tertentu PET, diberikan fasilitas untuk pembiayaan pengadaan barang di dalam negeri dalam bentuk pembelian secara
diskonto Surat Kredit Berdokumen Dalam Negeri SKBDN atau LC Lokal. Selain itu, insentif lainnya yang diberikan kepada perusahaan-
perusahaan eksportir adalah pembangunan export processing zones, tax holidays
, kredit khusus untuk ekspor, dan penghapusan pajak untuk pelatihan dan penelitian dan pengembangan.
Di unduh dari : Bukupaket.com
74
Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Tetapi, walaupun pemerintah telah menerbitkan sejumlah paket
deregulasi sejak pertengahan 1980an, proteksi terhadap sejumlah industri di dalam negeri masih tinggi dan antiekspor bias di dalam
rezim perdagangan luar negeri Indonesia masih belum hilang sepenuhnya World Bank, 1996.
Namun demikian, sesuai kesepakatan pemerintah Indonesia dengan IMF untuk mempercepat reformasi ekonomi, termasuk di
bidang perdagangan luar negeri, dan untuk mewujudkan konsistensi pemerintah pada kesepakatan-kesepakatan APEC, AFTA, dan WTO
mengenai perdagangan bebas, proteksi dan hambatan-hambatan terhadap ekspor di Indonesia akan terus berkurang dalam proses
yang lebih cepat dibandingkan pada masa sebelum krisis ekonomi.
1. Kebijakan Proteksi