Teori Klasik Manfaat Perdagangan Internasional

Perekonomian Terbuka 65 2. Teori Perdagangan Internasional Teori perdagangan internasional dikelompokkan menjadi dua, yaitu teori klasik dan teori modern. Teori klasik adalah teori keunggulan mutlak atau absolut dari Adam Smith dan teori keunggulan komparatif atau keunggulan relatif dari David Ricardo dan John Stuart Mill . Adapun teori modern adalah teori yang dikemukakan oleh Hecksher dan Ohlin Teori H-O mengenai ketersediaan faktor produksi factor endowment.

a. Teori Klasik

1 Teori Keunggulan Mutlak Teori keunggulan mutlak dari Adam Smith dikenal sebagai teori murni perdagangan internasional. Inti dari teori ini adalah: Suatu negara akan melakukan spesialisasi terhadap ekspor suatu jenis barang tertentu, yang negara tersebut memiliki keunggulan mutlak absolute advantage dan tidak memproduksi atau melakukan impor jenis barang lain yang negara tersebut tidak memiliki keunggulan mutlak absolute disadvantage terhadap negara lain yang memproduksi barang sejenis. Dengan kata lain, suatu negara akan mengekspor mengimpor suatu jenis barang, jika negara tersebut dapat tidak dapat memproduksinya lebih dan efisien atau lebih murah dibanding kan negara lain. Contoh: Ada dua negara, yaitu Indonesia dan Jepang. Kedua negara tersebut mengadakan hubungan dibidang perdagangan internasional. Adapun jenis barang yang diperdagangkan, yaitu kain dan televisi. Perbandingan hasil produksi kedua negara tersebut dapat dilihat pada Tabel 4.1 berikut. Tabel 4.1 Keunggulan Mutlak suatu Negara dalam Memproduksi Barang Berdasarkan Tabel 4.1 dengan menggunakan jam kerja yang sama, ternyata Indonesia dapat menghasilkan kain lebih banyak daripada Jepang, yaitu sebanyak 60 meter. Adapun Jepang lebih banyak menghasilkan televisi daripada Indonesia, yaitu 60 unit. Dengan demikian dapat disimpulkan Indonesia memiliki keunggulan mutlak dalam memproduksi kain. Adapun Jepang memiliki keunggulan mutlak dalam memproduksi televisi. Oleh karena itu, perdagangan Internasional antara Indonesia dan Jepang dapat dilakukan dengan cara Indonesia mengekspor kain ke Jepang dan sebaliknya, Jepang mengekspor televisi ke Indonesia. 2 Teori Keunggulan Relatif atau Komparatif Teori keunggulan komparatif dari David Ricardo 1772-1823 dan John Stuart Mill 1806-1873 dapat dianggap sebagai kritik sekaligus penyempurnaan atas teori keunggulan mutlak dari Adam Smith. Negara Jam Kerja per Satuan Output Televisi unit Indonesia Jepang 60 20 Kain meter Dasar Tukar dalam Negeri 30 60 1 meter kain = 12 unit televisi 1 meter kain = 3 unit televisi Dalam teori klasik, tenaga kerja merupakan satu-satunya faktor produksi yang berdiri sendiri, sedangkan kapital tidak. Artinya, kedua faktor produksi tersebut tidak dapat disubstitusikan. Kapital ditambah, tanpa menambah tenaga kerja, volume produksi tidak terpengaruh. Jadi, hubungan antara kedua faktor produksi tersebut sifatnya komplementer dalam suatu rasio yang tetap. Sumber: Perdagangan Internasional dan Neraca Pembayaran, Tulus Tambunan 2000 Ekonomika Di unduh dari : Bukupaket.com 66 Membuka Cakrawala Ekonomi untuk Kelas XI Menurut Teori Keunggulan Komparatif suatu negara akan meng- khususkan diri pada ekspor barang tertentu, apabila negara tersebut memiliki keunggulan komparatif comparative advantage terbesar, dan akan mengkhususkan diri pada impor barang, apabila negara tersebut memiliki kerugian komparatif comparative disadvantage. Dengan kata lain, suatu negara akan melakukan ekspor barang, jika barang tersebut dapat diproduksi dengan biaya lebih rendah, dan akan melakukan impor, jika barang tersebut diproduksi dengan biaya lebih tinggi. Menurut Adam Smith, perdagangan internasional antara kedua negara tidak akan terjadi, karena Indonesia memiliki keunggulan mutlak atas beras maupun kain, sehingga akan lebih murah bagi Indonesia untuk menukar atau mendapatkan kedua barang tersebut di dalam negeri. Namun, menurut David Ricardo, perdagangan internasional yang saling menguntungkan antara kedua negara akan tetap terjadi selama masih ada perbedaan biaya relatif dalam memproduksi kedua barang tersebut. Dari Tabel 4.2 terlihat bahwa Bangladesh memiliki keunggulan untuk kedua produk tersebut sehingga tidak memungkinkan terjadi perdagangan antara Indonesia dan Bangladesh. Namun, secara komparatif masih memungkinkan terjadinya perdagangan dengan melihat dasar tukar dalam negeri masing-masing. Indonesia untuk memproduksi 1 meter kain harus mengor bankan 3 ton beras dan untuk memproduksi 1 ton beras harus mengorbankan 0,33 meter kain. Indonesia memiliki keunggulan komparatif pada beras karena pengorbanannya lebih kecil. Bangladesh untuk memproduksi 1 meter kain harus mengorbankan 0,67 ton beras dan untuk memproduksi 1 ton beras harus mengorbankan 1,5 meter kain. Bangladesh memiliki keunggulan komparatif pada kain karena pengorbannya lebih kecil. Dengan demikian, berdasarkan perhitungan tersebut masih memungkinkan bagi kedua negara untuk melakukan kerjasama perdagangan internasional.

b. Teori Modern