Gender Film Supehero sebagai Medan Ideologis

135 melawan kelompok dominan dalam bentuk satire. Ini sebenarnya adalah langkah yang lebih progresif daripada dua film Batman, namun sayangnya eksekusi film yang kurang baik yang tampak dari analisis narasi di bab tiga kurang mampu membangun ketegangan menjadikan film ini setengah-setengah dalam membangun isu serius tersebut.

1.5 Gender

Harus diakui bahwa narasi film-film superhero adalah narasi yang maskulin. Tokoh-tokoh superhero dalam komik didominasi oleh laki-laki. Jarang ada film yang menampakkan perempuan sebagai superhero, apalagi tokoh utamanya. Pada tahun 1975-1979 pernah ada serial televisi Wonder Woman yang cukup sukses. Kemudian ada juga film Supergirl pada tahun 1984, Catwoman2004, Elektra2005, namun ketiga film tersebut merugi atau hanya mengambil sedikit keuntungan dan mendapat ulasan yang negatif 24 . Selain kedua film itu tidak ada film superhero dengan peran utama seorang perempuan. Ada beberapa tokoh superhero perempuan namun bukan peran utama seperti dalam seri film X-Men dan Fantastic Four. Film superhero perempuan baru akan dirilis tahun 2017 untuk film Wonder Womandan 2018 untuk Captain Marvel . Peran perempuan dalam film lebih banyak sebagai pendamping superhero laki- laki dan seseorang yang harus ditolong, atau istilahnya damsel in distress, untuk menunjukkan kekuatan si superhero. Dalam film Batman Begins dan The Dark Knight, 24 Supergirl: earned more than 14 million in box office receipts, but it clearly was a disappointment to its studio. Released around Thanksgiving, it vanished from theaters in weeks. http:articles.chicagotribune.com1985-04-19entertainment8501230412_1_videotape- box-office-top-videocassette-rental diakses pada 6 Desember 2014. Catwoman dan Elektra masuk dalam daftar Biggest Superhero Movie Flops film-film superhero yang merugi dari www.therichest.com. http:www.therichest.comrich-listthe-biggest10-not-so-super- superhero-film-flops2 diakses pada 6 Desember 2014. 136 peran itu diisi oleh Rachel Dawes. Dia memang beraksi sebagai jaksa penuntut para penjahat dalam dua film tersebut, tetapi dalam plot sendiri dia tidak banyak berperan. Rachel muncul dalam fungsi pokok ketika Batman harus menyelamatkannya. Rachel berperan sebagai penolong dalam Batman Begins, tetapi perannya tidak sebanyak penolong yang lain Alfred, Lucius Fox, jim Gordon. Film Madame X adalah contoh yang menarik tentang masalah gender. Subjeknya adalah seorang waria dan beberapa penolongnya adalah transeksual. Dari situ sekilas dapat dilihat bahwa film Indonesia ini sebenarnya lebih memiliki dimensi emansipasi dan lebih bersifat progresif dalam hal gender dan perjuangan kelas daripada Batman Begins dan The Dark Knight.Akan tetapi, hal itu sebenarnya juga perlu diperdebatkan lagi. Waria yang dipandang sebagai sesuatu yang buruk dan ditindas oleh kelompok dominan ternyata memiliki kekuatan untuk melawan mereka. Madame X sebagai superhero tentu saja menggunakan kekerasan dalam melakukan perlawanan 25 . Tesis ini tidak akan masuk ke dalam perdebatan apakah dia masih bisa dipandang sebagai laki-laki atau perempuan. Yang jelas, posisinya sebagai waria menambah lapisan keterpisahan dan ambivalensinya sebagai superhero. Akan tetapi, tokoh Ratih dan para penari yang disekap oleh Kanjeng Badai tentu saja masih berperan sebagai objek yang harus ditolong subjek. Lagi-lagi mereka adalah damsels in distress. 25 Penyelesaian yang semata-mata dengan kekerasan dipandang sebagai narasi maskulin. Ini berbeda dengan tokoh Wonder Woman dalam komik dan serial televisinya. Marc DiPaolo menulis dalam buku War, Politics, and Superhero: Both the early comic books and the 1970s television adaptation cast the Amazon princess as more of a negotiator than a warrior, more of a womens advocate than a pin-up girl, but they also present her as a rich, complicated figure who has potential to be all of the above DiPaolo, 2011: 71. DiPaolo juga menyebutkan bahwa kritikus budaya seperti Gloria Steinem dan Matthew J. Smith menganggap Wonder Woman adalah tokoh feminis ideal yang lebih mempromosikan kedamaian daripada perang, feminisme daripada konserrvatisme, dan multikulturalisme daripada imperialisme Amerika. Steinem mengatakan bahwa Wonder Woman adalah superhero alternatif yang progresif di tengah budaya populer yang bersifat male-centric. 137 Dalam Madame X juga digambarkan tentang Partai Bangsa Bermoral yang meminta wanita negeri itu menggunakan pakaian yang menutupi seluruh tubuh, kemungkinan mengkritik pemaksaan penggunaan jilbab atau burkha. Ketika ada yang tidak mau menerima pakaian itu, dia diejek oleh warga lain. Madame X di sini berusaha mengkritik pandangan yang tidak membebaskan tubuh perempuan. Partai Bangsa Bermoral tidak memperhatikan adanya perbedaan di masyarakat. Gambar 28. Tokoh wanita dalam tiga film ini berperan sebagai korban yang menunggu diselamatkan Batman Begins, The Dark Knight, Madame X Bila dipandang secara keseluruhan, memang narasi superhero masih memandang perempuan sebagai kelompok di bawah laki-laki, yang tokoh-tokohnya lebih aktif berperan dalam plot. Beberapa film superhero modern berusaha memasukkan tokoh perempuan yang juga ikut berperan dalam plot, tetapi biasanya diposisikan 138 sebagai penolong subjek. Contohnya Black Widow dalam Iron Man 2, The Avengers, dan Captain America: The Winter Soldier. Film dan serial televisi superhero Jepang banyak yang menceritakan kelompok superhero yang cenderung tidak dominan kepada satu tokoh utama. Misalnya seri Sentai 26 dan Kamen Rider 27 . Dalam Sentai, anggotanya biasanya terdiri dari lima orang atau lebih dengan komposisi tiga laki-laki dan dua perempuan. Kelompok itu dipimpin oleh ranger merah yang berjenis kelamin laki-laki, tetapi fokus pada tokoh berganti- ganti pada tiap episode. Perlu dilihat lagi bagaimana perempuan digambarkan ketika nantinya ada superhero perempuan yang menjadi fokus utama dalam narasi. Ketika tesis ini ditulis dominasi laki-laki masih terlihat dalam narasi superhero. Ada kecenderungan untuk membawa narasi tersebut lebih akomodatif terhadap perempuan, seperti dengan memberi ruang pada tokoh perempuan sebagai penolong yang bisa menggerakkan plot, namun arahnya masih belum jelas. Narasi superhero masih ambivalen dalam hal ini, namun satu kaki jelas masih berpijak kuat pada maskulinitas.

2. Film Superhero dan Kekuasaan